Organisasi Masyarakat (Ormas) baik yang berlatar belakang agama, kedaerahan, maupun nasionalisme sudah ada dan memiliki peranan besar sejak dinamika kebangsaan terjadi, termasuk dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Banyak Ormas yang menghantarkan Indonesia pada gerbang kemerdekaan, Sebut saja seperti Sarekat Islam, NU, Muhammadiyah, Al-Irsyad, Jong Java, Jong Ambon, dan masih banyak lagi. Semua Ormas ini memiliki andil besar bagi bangsa Indonesia.
Menurut Jazuli Juwaini Ketua Fraksi PKS mengatakan, Ormas perlu didorong menjadi motor penggerak bangsa dan menjadi penyelesai masalah kebangsaan seperti perannya sebelum kemerdekaan diraih. Selanjutnya Jazuli menyampaikan, Ormas dapat memainkan peran strategis yaitu, edukator (pembinaan/pendidik rakyat), agregator ( menyampaikan aspirasi, saran, masukan), akselerator (melaksanakan percepatan pembangunan), dan evaluator (mengawasi dan mengevaluasi pembangunan. (beritasatu.com, 2/2/2017)
Mengingat pentingnya peran Ormas, pemerintah sudah semestinya memposisikan Ormas sebagai mitra pembangunan dan berkewajiban membina dan memberdayakannya.
Namun belakangan ini, Ormas bernafaskan Islam di Indonesia seringkali mendapatkan citra negatif di mata masyarakat. Tentu hal ini bukan tanpa alasan, berbagai gempuran media menyajikan berita tak berimbang dengan fakta, ini menjadi salah satu faktor yang membuat Ormas Islam dicap buruk. Bukan hanya itu, adanya upaya pengerdilan dari rezim saat ini pun ditampakkan. Sebab, kebencian dan narasi jahat terus-menerus dihembuskan terhadap kelompok yang kritis menyuarakan kebenaran.
Mulai dari jeratan UU ITE yang membungkam kebebasan berpendapat, pemerintah pun secara represif dan otoriter membubarkan Ormas bersuara kritis. Siapapun yang tak sejalan dengan berbagai kebijakan pemerintah, diposisikan sebagai pihak yang salah, radikal, berbahaya dan mengancam keutuhan negeri.
Seperti yang terjadi baru-baru ini salah satu Ormas yang mengatasnamakan pembela Islam pada tanggal 30 Desember 2020 secara resmi telah dibubarkan pemerintah.
Kasus pembubaran Ormas bukanlah yang pertama. Sebelumya Ormas Islam yang kritis terhadap kebijakan pemerintah dan giat mengajak masyarakat untuk menerapkan syariat dibubarkan dan secara resmi dicabut badan hukum organisasi kemasyarakatannya pada tanggal 19 Juli 2017. Hal ini dilakukan pemerintah karena Ormas tersebut dianggap berpotensi menimbulkan benturan dan mengancam keamanan masyarakat serta membahayakan NKRI. (Kompas.com, 8 Mei 2017)
Pembubaran Ormas yang dilakukan pemerintah, telah membuktikan secara nyata sikap otoriter penguasa. Pemerintah juga membuat opini bahwa Ormas tersebut berulang kali melanggar hukum sebab tindakan razia dan sweeping di tengah masyarakat. Padahal, ada Ormas yang jelas-jelas melanggar hukum dengan melakukan pembubaran sejumlah pengajian layaknya pihak berwajib, namun tak dianggap melanggar hukum.
Sungguh, hal ini menunjukkan bahwa penguasa saat ini berpihak pada kepentingan semata dan membungkam kebebasan berpendapat jika tak berpihak pada penguasa. Meskipun negara ini menganut sistem demokrasi, nyatanya kebebasan hanya dimiliki para penganut ide-ide liberal yang bertujuan menyerang Islam. Namun sebaliknya, ketika umat Islam berpendapat justru dilarang.
Semua ini tak lepas dari kebobrokan sistem demokrasi kapitalisme, yang menyuarakan berbagai kebohongan dan menghembuskannya pada masyarakat, sehingga yang hak dan yang bathil tak lagi mampu membedakan. Mana saudara mana musuh, mana keluarga mana penjajah. Alhasil, Ormas yang berjuang menyelamatkan negeri ini dari cengkeraman penjajah diberi gelar menakutkan seperti radikal, anti Pancasila, dan lainnya.
Kondisi yang tengah dihadapi saat ini, telah digambarkan oleh Rasulullah saw dalam sebuah hadits Hudzaifah al-Yaman yang diriwayatkan Imam Ahmad menceritakan lima fase kekuasaan yang akan dilalui umat Islam: Fase Kenabian, fase Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah, fase Mulkan’Adhan, fase Mulkan Jabariyah, fase Khilafah ‘ala Minhaj Nubuwwah.
Saat ini kita berada difase “Mulkan Jabari” (kekuasaan yang memaksa) yang tidak menerapkan akidah dan hukum Islam. Karena itu penguasa memaksa umat untuk menerapkan aturan yang mereka kehendaki. Meskipun penguasa berupaya keras melakukan kebohongan dan berkilah atas nama demokrasi demi menyelamatkan negeri, namun semua itu akan hancur dan runtuh seiring dengan kesadaran umat yang ingin kembali pada kebenaran. Untuk itu masyarakat harus kritis, tidak tinggal diam melihat kezaliman datang. Masyarakat dan penguasa harus berjalan beriringan, agar penguasa terjaga dan kebijakannya tak membuat rakyat menderita.
Demokrasi telah terbukti rusak dan cacat, kebebasan mengemukakan pendapat hanya bagi mereka yang memiliki kekuasaan. Dunia telah lama merana, membutuhkan sistem pemerintahan alternatif untuk menggantikannya, yakni sistem pemerintahan Islam. Dengan seluruh aturan yang sempurna dan mampu memberikan solusi terbaik bagi setiap permasalahan kehidupan. Sistem pemerintahan Islam terbukti menciptakan keadilan, karena kedaulatan di tangan hukum syara’ dan sesuai fitrah manusia.
Pemimpin Islam akan membuka ruang bagi masyarakat untuk mengemukakan pendapat atau mengadu permasalahannya. Melalui Majelis Wilayah dan Majelis Umat, masyarakat dapat menyampaikan keluhannya secara langsung. Dapat juga melalui Mahkamah Mazhalim apabila masyarakat memiliki keluhan atas pelanggaran hukum syara’ yang dilakukan penguasa.
Pemimpin Islam pun akan memberikan kebebasan bagi kelompok-kelompok yang akan memberi nasehat atau masukannya. Karena Islam mewajibkan pada umatnya untuk selalu beramar makruf nahi munkar, termasuk pada penguasa.
Maka dari itu, menjadi kewajiban bagi kita untuk menerapkan sistem pemerintahan Islam yang sempurna. Karena Islam membawa aturan yang bersumber dari Al-Qur’an dan sunah, yang membawa keberkahan dan kesejahteraan bagi seluruh umat.
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agama)nya?.” (TQS Al-Maidah: 50). Wallahu a’lam bish shawab