Ternyata kebaikan tidak selamanya berbuah manis, kebaikan bisa saja berujung kematian. Kejadian pilu telah menimpa salah satu relawan yang memberikan bantuan yang terdampak korban longsor justru berujung hilangnya nyawa.
Dewan Pemerintahan Pusat (DPP) XTC Indonesia kembali berduka atas meninggalnya salah satu anggotanya, Karta Gunawan (Ba’a) Eks Ketua XTC Cileunyi yang menjadi korban penusukan dan pembunuhan oleh oknum anggota BRIGEZ, selepas menyalurkan bantuan bagi korban yang terdampak longsor di Desa Cihanjuang, Cimanggung Kabupaten Sumedang, Jum’at 15 Januari 2021. (Wartakini. Co, Bandung)
Melalui Humas DPP XTC Indonesia mengecam dan mengutuk tindakan keji dan siap mengawal seluruh proses penegakan hukum yang dilakukan oleh pihak berwajib.
Kebrutalan oleh geng motor sudah sering terjadi, nyawa sekan-akan tidak ada harganya, keselamatan tidak terjaga. Sistem demokrasi kapitalis yang diterapkan oleh negara serta diikuti masyarakat pada saat ini telah gagal dalam menjamin setiap jiwa-jiwa yang tak berdosa di negeri ini. Keamanan dan perlindungan harus ditanggung oleh masing-masing individu itu sendiri karena negara tidak memberikan jaminan perlindungan.
Penusukan oleh geng motor adalah tindakan kriminal yang perlu diproses hukum dengan tegas, namun apa daya, bagai pungguk rindukan bulan, pihak berwajib seakan tidak punya hak kuasa, dan hanya sebagai kepanjangan tangan dari pemerintah. Apalagi jika berhadapan dengan kawanan penjahat kelas kakap. Hukuman juga tidak bisa memberikan efek jera karena terbukti masih banyak kejahatan dimana-mana.
Kurangnya penjagaan dan perlindungan nyawa di negara yang menganut sistem demokrasi kapitalis ini membuat kasus krimininal selalu mewarnai pemberitaan. Cara berpikir, bersikap, serta berinteraksi sejalan dengan hawa nafsu dan manfaat.
Pada akhirnya, masyarakat minim empati serta individualis terwujud dalam kehidupan bermasyarakat. Itulah buah buruknya sistem demokrasi kapitalisme. Antara manusia yang satu dengan manusia yang lain sudah tidak ada kepedulian apalagi sanksi tegas dari negara. Tidak terpikirkan bahwa antara sesama muslim itu adalah saudara yang harus saling melindungi.
Di dalam Islam menghilangkan nyawa seseorang tanpa ada kesalahan yang jelas, seolah-olah seperti membunuh semua manusia. Ini sesuai dalam Firman Allah yang artinya:
“Barang siapa yang membunuh seorang manusia bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka sekan-akan dia telah membunuh menusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. ” (QS. Al-Maidah [5]:32)
Di dalam Islam membunuh dengan sengaja hukumannya adalah qishash, atau dihukum sesuai dengan kejahatannya. Akan tetapi jika pihak keluarga memaafkan maka si pembunuh wajib membayar tebusan (diyat). Pembunuhan yang tidak disengaja hingga menyebabkan orang meninggal, hukumannya lebih ringan, namun tetap membayar tebusan (diyat).
Dari keterangan di atas sangat jelas bahwa Islam memandang nyawa sangat berharga dibanding apapun, begitu tingginya nilai nyawa manusia hingga ada hukum tersendiri yang tegas mengenainya.
Islam memberikan hukuman bersifat jawabir dan jawazir yang artinya penebus dan pencegah. Jawabir (penebus) adalah hukuman atau sanksi yang dijatuhkan oleh negara ketika masih di dunia dan itu akan menjadi penebus dosa di akhirat. Sedangkan jawazir (pencegah) akan memberikan efek jera kepada orang lain sehingga mencegah orang lain melakukan tindak kejahatan yang sama.
Itu semua bisa dilakukan jika aturan Islam diterapkan secara menyeluruh atau secara kaffah. Dan hanya seorang khalifah atau kepala negara yang bisa melakukan hukuman tersebut. Maka sudah sewajarnya jika umat Islam kembali menerapkan syariah Islam secara sempurna, agar keselamatan di muka bumi ini bisa terjaga dan terlindungi. Wallahu a’lam bi ash shawab.