Pansus Revisi RPJMD Jabar Tolak Usulan Program Kawasan Metropolitan Rebana

Bandung BEDAnews.com – Revisi Perda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Jawa Barat tahun 2018-2023 yang saat ini tengah dibahas oleh Panitya Khusus (Pansus) IX DPRD Provinsi Jawa Barat, dirasuki  program program baru yang tidak ada kaitannya dengan acuan revisi RPJMD.

Demikian disampaikan Wakil Ketua Pansus IX DPRD jabar Yunandar R Eka Perwira Kepada BEDAnewscom di ruang kerjanya di Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Jawa Barat. Kamis (4/2)

Disebutkan,  Revisi RPJMD Jabar 2018-2023 yang tengah dibahas Pansus IX DPRD Jabar,  harusnya  mengacu kepada empat hal.  Pertama,  menyesuaikan dengan RPJMN karena terpilihnya presiden baru tahun 2019,  maka RPJMD yang dibuat tahun 2018 harus menyesuaikan dengan RPJMN. Ke-dua terkait dengan Permendagri no. 90 tahun 2020. Tentang  struktur Pemerintahan yang harus diikuti. Ke-tiga terkait dengan kondisi Pandemi Covid 19, akibat Pandemi Covid 19 ini harus merubah strategi, merubah program merubah paradigma,  dlsb,  Ke-empat, terkait bagaimana kondisi ekoniomi sekarang,

“Tetapi, dalam perjalannya,  justru masuk program program baru yang tidak ada kaitannya dengan 4 program tersebut.” Ujar Yunandar.

Dijelaskannya.  Program-program  baru, yang bukan sekedar program baru justru  perombakan sistem perekononomian di Jawa Barat, dengan  membuka 13 kawasan peruntukkan  industry baru di 7 kabupaten dan kota, meliputi Kab. Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Indramayu, kabupaten Sumedang, Kab. Majalengka, Kab Subang dan Kabupaten Kuningan semuanya akan menjadi kawasan industry.

“Yang palin besar adalah Kawasan Metropolitan Rebana. RPJMD awal yang dibuat RK tahun 2018 itu tidak ada yang namanya kawasan metropolitan REBANA, jadi ketika revisi itu ditujukan untuk mengantisipasi covid, untuk memulihkan perekonomian justru masuk ini.”Ungkapnya.

Disebutkan, pada kondisi sekarang, pertama Investasi ke Indonesia Juga tidak sesuai target,  kedua itu hanya akan membuat kerusakan baru, seperti yang kita lihat di Karawang.

“Lebih parah lagi KPI (Kawasan Peruntukkan Industri) ini  posisinya ada di lahan milik BUMN di Lahan PT RNI, PTPN, di tengah kebon ditengahnya dijdikan kawasan Pabrik, itu tidak akan pernah ada penanganan yang baik terhadap limbah, tidak ada supply air yang memang dikhususkan untuk industry, pasti diambil dari irigasi, atau bahkan diambil dari artesis itu bahaya sekali bagi lingkungan.”tegasnya.

Terkait hal ini Yunandar secara tegas menyebutkan.  “Semua anggota Pansus pada prinsipnya menolak adanya upaya baru membangun Kawasan Metropolitan Rebana, kenapa .  Pertama kita tahu sebenarnya jabar sudah punya regulasi tentang kawasan Metropolitan, ada Perda no 11 tahun 2014 ttg Kawasan  Metropolitan dan pusat pertumbuhan Jawa Barat,”

Dijelaskannya. Ada tiga kawasan pada perda itu. Pertama. Kawasan Metropolitan Bandung Raya, Ke-dua Bodebek Karpur, ke-tiga Kawasan Cirebon Raya.  Sementara Kawasan Metropolitan Rebana ini payung hukumnya Pergub, Pergub  no. 85 tahun  2020,  jadi relatif baru dan tidak mengacu pada Perda. Kalau di dalam Perda itu yang masuk kedalam Kawasan Metropolitan Cirebon raya itu, Kota Cirebon, Kabupaten Cirebon Kab. Indramayu dan sebagian Majalengka.

Tetapi yang baru ini justru menyangkut tujuh kabupaten kota tadi, dan itu bukan kawasan metropolitan pada seperti yang dimaksud poada Perda Kawsan tadi.   Justru ini kawasan Industri yang disebar di kawasan itu. “Ini cara pandangnya aja sudah ber beda, Dulu yang dimaksud dengan kawasan metropolitan adalah satu kesatuan dari wilayah wilayah yang berkembang menjadi sebuah kota, mereka digabungkan karena punya kemiripan punya perkembangan yang pesat sebagai sebuah wilayah menjadi kota harus digabung, karena dimanapun di negara maju itulah cara mengembangkan suatu kawasan.” tegasnya.

Tetapi yang sekarang kawasan Metropolitan Rebana itu justru sebaliknya, ini adalah pembangunan kawasan-kawasan industry yang coba diberikan bingkai regulasi jadi jauh sekali dari Konsep kota metropolitan.

“Jadi kalau kita melihat kawasan industry terbesar di karawang pada akhirnya tidak jadi kota Metropoloitan. Yang ada kerusakan lahan pangan, kerusakan lingkungan sungai, kasus pengangguran dan sebagainya.”Pungkasnya@herz/adv

Total
0
Shares
Previous Article

TPAS Lulut Nambo Proyek Strategis Jabar Yang Belum Tuntas Sejak 2014.

Next Article

Komisi III Jabar Minta Penelusuran KTMDU Diteruskan Untuk Dongkrak PAD

Related Posts