Jakarta – ekpos.com – Aat Surya Safaat, wartawan senior Antara yang pernah menjabat Direktur LKBN Antara 2016-2017 mengungkapkan, Kemenangan di era digital tidak ditentukan seberapa besar modal yang dimiliki, tetapi seberapa cepat seseorang berinovasi, berubah, bertransformasi, dan beradaptasi. Hal ini bagaimanapun informasi teknologi (IT) adalah harapan karena IT adalah masa depan. Kita tidak bisa menghindar dari era globalisasi, arus bebas modal dan arus bebas SDM yang kompeten. Dalam hal ini anak-anak muda harus mempersiapkan diri dan selalu dinamis, yaitu memiliki kekuatan dan keinginan personal serta bisa mengubah weakness menjadi opportunity.
Demikian dikatakannya dalam Webinar Literasi Pandemi dan Pemulihan Ekonomi, hasil kerjasama Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Komisi Infokom Majelis Ulama Indonesia, Selasa (5/10).
Ditambahkannya, dalam memahami dunia maya sebelum akhirnya kita terjun akan bisnis, harus memahami etika-etika dalam dunia maya. Etika di sini misalnya, pertama adalah jangan menyudutkan orang lain.
Kedua jangan menyinggung perasaan orang lain, ketiga jangan mengompori. Keempat jangan mau mengadu domba, kelima jangan mengkambinghitamkan dan yang paling utama adalah jangan menulis ketika sedang marah. “Menulislah dengan baik dan hal-hal bermanfaat,” tutur dia.
Sikap lain yang penting untuk dijaga dalam bisnis di era digital, kata dia, antara lain sifat yang dicontohkan Rasulullah yaitu qawiyun amin (kuat dan dapat dipercaya), hafiidzun ‘alim (amanah dan berpengetahuan luas), mempunyai sifat bathatan fil ‘Ilmi wal jism (kekuatan ilmu dan fisik), serta sifat ra’uufun rahiim (santun dan pengasih). “Dengan modal sifat ini maksimalkan potensi dan teknologi informasi. Untuk meraih masa depan yang gemilang,” kata dia.
Lebih lanjut Aat yang juga anggota Komisi Infokom MUI ini, mengajak anak-anak muda khusunya untuk bangkit secara ekonomi pascapandemi yaitu dengan bertransformasi secara digital.
Dia menyebutkan, faktanya secara umum sebelum adanya pandemi usaha kecil dan menengah umumnya lemah di permodalan,lemah di manajemen, lemah di teknologi dan infomasi, dan lemah dalam akses pasar.
Menurutnya, arah baru bisnis UMKM di era revolusi 4.0 ini yang secara konvensional beralih ke era digital. Contoh dari dampak kasus ini adalah perusahaan taksi di Jakarta berguguran menurut Organda dari 32 perusahaan sisa empat perusahaan lagi.
Begitupun mengenal teknologi finansial, pembayarannya sekarang bisa melalui grab pay dan gopay dan sebagainya. Semua transaksi dilakukan secara digital. Termasuk dalam hal ini perbankan juga melakukan semua aktivitas pelayanan melalui digital.
“Jadi intinya sekarang itu no cash dan mau tidak mau kita harus masuk akan itu. Bahkan termasuk pemahaman anak-anak muda akan teknologi informasi,” kata dia. (Red).