Bandung-Ekpos.com
Semangat tinggi, ulet dan sabar selalu berujung dengan kesuksesan.Itulah Ungkapan pantas dan layak disematkan kepada Yumna.Ia telah sukses mengukir dengan tinta emas dalam karir jenjang akademisnya.
Pria kelahiran Kebayakan, 13 Juli 1966 ini, berhasil meraih gelar Doktor Filsafat Agama dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung, dalam sidang Promosi Terbuka secara offline, di ruang sidang lantai 4, Gedung pasca Sarjana, Kamis, 16 Desember 2021.
Yumna, berhasil mempertahankan Disertasinya, dalam sidang terbuka Program Studi : Studi Agama-Agama (SAA), Konsentrasi Flsafat Agama (FA) dengan judul ” AGAMA DAN BUDAYA LOKAL” ( Studi Seni Didong di Kabupaten Aceh tengah, Provinsi Aceh) dengan yudicium IPK 3,48 (memuaskan).
Tim Penguji Sidang Promosi terbuka
1. ketua Sidang : Prof.Dr.Mahmud, M.Si
2. Sekretaris Sidang : Dr.Ajid Thohir, M.Ag
3. Ketua Promoror : Prof.Dr.Dadang Kahmad, M.Si
4. Anggota Promotor : DR.Dody S.Truna, MA
5. Anggota Promotor : DR.HM.Yusuf Wibisono,M.Ag
6. Opening Ahli: DR.Mulyana, LC, M.Ag.
7. Openin Ahli : DR.Wahyudin Darmalaksana, M.Ag
8. Opening Ahli :M.Taufiq Rahman, Ph.D
9.Guru Besar : Prof.DR. Asep Muhyidin, M.Ag.
Dihadapan tim penguji, Pria yang merupakan Dosen Filsafat di Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung ini, mampu mempertahakan Disertasinya.Ia sanggup menjawab secara detail,logis,lugas dan argumentatif atas semua pertanyaan dan sanggahan tim penguji.
Dalam Pemaparan dan kesimpulannya. Yumna, mengatakan salah satu budaya yang masih mengakar dan paling unik dalam tradisi masyrakat suku Gayo adalah Seni Didong. Seni Didong merupakan perpaduan antara seni tari, suara dan syair. Didong Sering ditampilkan dalam acara pernikahan, acara-acara kenegaraan,dan upacara-upacara adat daerah, mencari dana pembangunan rumah ibadah dan bantuan bencana alam. Pementasan Didong ada yang bertanding (Didong Jalu) antara dua group dan ada pula Didong biasa yang tampil satu group. Permainan didong ini dilakonkan dan dipimpin oleh Ceh (biduan), sekurang-kurangnya ada Ceh satu (Biduan utama), ada Ceh satu, dua, tiga dan empat sebagai asinten Ceh. Sistem permainannya, lanjut Yumna, dengan bergelung (duduk berkeliling/bulat) dimulai dengan tepuk tangan tapi berirama sesuai dengan lirik lagu. Tepuk juga dicampur dengan menepuk bantal berukuran kecil.selanjutnya sambil diiringi bertari badan bergelombang, sambil mengiringi gerak ke kanan dan ke kiri, serta ada yang kedepan dan kebelakang tergantung kebutuhan lirik lagu.
Seni Didong berisi materi – materi informasitentang ajaran Islam seperti aqidah, ibadah dan akhlaq yang tercakup dalam bingkai syariat islam.Sekaligus sebagai corong penerangan adat istiadat, pandangan hidup tentang Ke Gayoan, Ke Acehan dan ke Indonesiaan. Selain itu, Materi Didong berupa nasihat untuk keamanan, penataan lingkungan, kesehartan dan halhal yang berkaitan dengan seluk beluk kehidupan Gayo.
Dalam Irama Didong terdapat indiran sindiran yang di gubah oleh Ceh (seniman didong) Gayo, yang dipersiapkan sebelum naik panggung pentas bagi yang mendapat giliran pertama. Bagi group yang tampil berikut dan seterusnya para Ceh yang terdiri dari 5-6 orang mendengarkan dengan cermat apa saja pesan yang disampaikan. Bentuknya pesan umum,Maka group pendengar juga membuat pesan yang lebih hebat. Bila bentuk nya sindiran, maka dibalasnya dengan menggubah syair yang bisa mematahkan sindiran group lawan.Sebab, dalam pentas Didong diberi kesempatan tampil selama setengah jam.
Dalam Disertasinya, Yumna juga memberi saran dan rekomendasi yakni:
1. Agar budaya Didong Gayo tetap lestari dan eksis sebagai kearifan lokal, diperlukan sebuah lembaga Didong yang berpungsi untuk menata pelaksanaan, kaderisasi, mengevaluasi dengan Didong agar terkoordinir dengan baik,Sehingga Didong berjalan dengan baik dan berkesinambungan.Lembaga Didong Gayo ada ditingkat kabupaten, kecamatan dan desa.Di desapn dibentuk posko atau rumah Didong yang berfungsi sebagai ruang kaderisasi, pelatihan dan evaluasi.
2. Pemerintah daerah hendaknya memasukan seni Didong Gayo sebagai mata pelajaran muatan lokal di sekolah dasar, menengah dan atas,Selanjutnya dimasukan ke kurikulum, silabus dan terintegrasi dengan mata pelajaran.Sehinga mata pelajaran Seni Didong menjadi bagian pengetahuan dalam unsur pendidikan di kabupaten Aceh Tengah.
3. Masyarakat Gayo hendaknya menjadikan Seni Didong sebagai wahana untuk memperbaiki kehidupkan lewat syair atau lagu-lagu nasihat, dan dakwah islam. Sehingga bisa merubah hidup sesuai dengan syariat Islam.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada para tokoh adat, tokoh masyarakat, para Ceh, pejabat di desa, kecamatan dan kabupaten, dinas-dinas, para ulama, yang telah tulus memberikan dukungan tenaga, moril, spirituil, gagasan atau pemikirannya. Sehingga bisa tuntasnya karya ilmiah ini. “ Kami mengucapakn, Jazakamullah Khairan Katsiran” Aamin Yaa Rabbal a’lamin.
Penulis secara khusus mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayahanda Ramlan Idris (alm) dan Ibunda Astina
2. Istri dan anak-anak tercinta, Carissa Aulia Raisa, Ramadhani Win Armendal, Hamida Rahmi Wahyuna, dan Ahmadinejad Putra Mandale
3. Promotor( Prof.Dr.Dadang Kahmad, M.Si), Co.Promotor (Dr.Doddy S Truna, MA, dan Dr.HM.Yusup Wibisono, M.Ag).
4. Rektor UIN Bandung Prof.Dr.Mahmud, M.si
5. Direktur Pasca sarjana Prof.Dr.Supiana, M.ag, Asdir I Dr.Ajid Thahir, M.Ag, Asdir II Dr.ahmad Hasan Ridwan, M.Ag, Asdir III Dr.Mulyana LC, M.Ag serta para staf administrasi Pasca sarajana.
6. Bupati dan wakil bupati Aceh Tengah
7. Para Ka.Dinas Aceh Tengah
8.MUI Aceh Tengah
9. Ketua MAA dan MAG dan jajarannya
10. Dekan Faklultas Ushuludin Dr.Wahyudin Darmalkasana, M.Ag dan para wakilnya.
11. Ka. Prodi Studi Agama-Agama, jenjang studi konsentrasi filsafat agama, Prof.dr. Asep Muhyidin, M.Ag. sekretaris prodi dr.HM Yusuf M.Ag.
12.Para Dosen pasca sarjana UIN SGD Bandung
13. para rekan dan sejawat.
*** Harry Gibrant