Jakarta – ekpos.com – 11 jabatan fungsional (JF) di lingkungan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendeklarasikan pembentukan organisasi profesi ‘Perhimpunan Periset Indonesia’ (PPI) sebagai wadah tunggal para periset dalam Kongres yang dilaksanakan di Auditorium BRIN Kawasan Gatot Subroto Jakarta, Selasa (21 Desember 2021).
11 jabatan fungsional adalah Peneliti, Perekayasa, Pengembang Teknologi Nuklir, Analis Pemanfaatan Iptek, Analis Data Illmiah, Analis Perkebunrayaan, Kurator Koleksi Hayati, Penata Penerbitan Ilmiah, Teknisi Penelitian dan Perekayasaan, dan Teknisi Perkebunrayaan.
Organisasi profesi memiliki peran penting dalam meningkatkan kompetensi periset di masing-masing jabatan fungsional di bawah pembinaan BRIN.
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, mengatakan, organisasi profesi itu harus mandiri dan independen. “Organisasi profesi itu bukan underbow nya instansi pembina,” tutur Handoko dalam pembukaan Kongres Pembentukan Organisasi Perhimpunan Periset Indonesia.
Dijelaskan Handoko bahwa, tugas utama organisasi profesi jabatan fungsional sesuai amanat UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan PP No. 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS adalah menyusun dan menegakkan kode etik yang harus dilaksanakan secara mandiri dan independen. “Kode etik tidak mungkin bisa dilakukan oleh organisasi profesi, kalau mereka tidak mandiri dan independen,” jelas Handoko.
“Kalau 11 jabatan fungsional yang BRIN sebagai instansi pembinanya, masing-masing punya organisasi profesi sendiri-sendiri, saya tidak yakin (semuanya) bisa hidup,” imbuh Handoko.
Oleh karena itu, secara rasional Handoko menyarankan agar organisasi profesinya dijadikan satu saja, mengingat kode etik yang ditetapkan semuanya mirip-mirip, sehingga akan lebih efektif dan efisien dalam tata kerjanya.
Untuk itu, Handoko mengajak kepada para pejabat fungsional yang tergabung ke dalam organisasi profesi baru ini untuk bersama-sama lebih fokus pada persoalan SDM, yakni bersama-sama membuat strategi agar periset di swasta dan industri pun ikut serta dalam aktivitas riset. Jika semua riset dilakukan oleh pemerintah, maka risetnya hanya bergantung pada proyek DIPA, sedangkan jika riset dilakukan juga oleh swasta, maka secara alami pasti akan ke hilir, karena swasta bertujuan untuk mengembangkan produk yang dibutuhkan oleh pasar. “Kita tidak usah bilang hilirisasi, karena kalau swasta itu terlibat, otomatis itu 80% riset hilir,” jelas Handoko.
Lebih lanjut, ditegaskan Handoko bahwa, tugas organisasi profesi adalah merangkul periset swasta agar masuk menjadi anggota PPI dan harus bisa mencapai rasio ASN 20% sedangkan 80%-nya dari swasta, baru itu dikatakan PPI berhasil. “Kalau swasta bisa berkontribusi dalam pendanaan riset sampai 80% dari belanja litbang nasional, itu baru bisa dikatakan BRIN berhasil,” ungkapnya.
Dalam kongres, selain ditetapkan nama Organisasi Profesi bagi 11 Jabatan Fungsional di lingkungan BRIN yaitu Perhimpunan Peneliti Indonesia yang disingkat PPI, juga ditetapkan Ketua Umum dan Wakil Ketua Umum terpilih yang dilakukan melalui sistem formatur yakni Syahrir Ika sebagai Ketua Umum PPI, sebelumnya menjabat Ketua Umum Himpunan Peneliti Indonesia (Himpenindo) dan dan Nyoman Jujur sebagai Wakil Ketua Umum PPI, sebelumnya menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Perekayasa Indonesia (Himperindo).
Kode Etik dan Kode Perilaku Periset juga telah disahkan oleh Kongres I Periset Indonesia, dan ada belasan program kerja yang di amanah oleh Kongres untuk dijalankan oleh Pengurus PPI dalam waktu 3 tahun 2022-2024. (Afs).