Oleh : A.Rusdiana
Dalam mendalami bidang ilmu apapun manusia tidak bisa menguasai secara baik, benar, utuh dan sempurna, jika tidak dibimbing oleh orang-orang yang ahli dibidangnya. Jangankan memahami ilmu yang benar, memahami ilmu yang sesatpun memerlukan yang namanya bimbingan. Bisa jadi orang yang belajar ilmu sesat terlihat lebih rapi dan lebih cakap dalam mengembangkan ajaran sesatnya, karena mereka benar-benar mendapat bimbingan dari pemimpin atau atasannya. Sementara kita mengaku mempelajari ilmu yang benar, malah kita tidak serius untuk memahami ilmu tersebut. Sehingga dari waktu kewaktu terjadi kelemahan dan kekurangan diberbagai bidang kehidupan. Disinilah Bimbingan spiritual diperlukan.
Ajaran Islam menjadi lengkap-bahawa bimbingan itu mesti dan utuh, agar kita manusia fi ahsani taqwim (sebaik-sebaik) bukan menjadi manusia asfala saafiliin (, hina dan tidak bermartabat). (QS At Tin [95]:4-5). Bimbingan spiritualitas merupakan sesuatu yang lain dari fisik dan bentuk fisik yang berbeda dengan bentuk fisik. Menurut al-Gḥazālī, spiritualitas digambarkan oleh bekerjanya secara tepat istilah al-rūḥ, al-qalb, al-nafs, al-‘aql dalam diri manusia yang semuanya merupakan sinonim. Agar manusia mencapai derajat fi ahsani taqwi. Ada empat hal yang harus mendapat bimbingan dalam diri manusia secara serius, sungguh-sungguh dan terus menerus (istiqomah) yaitu:
Pertama ruh (jiwa). Ruh ini mesti dibimbing dengan kalimat tauhid (la ilaha illallah) sampai benar-benar meresap. Kita harus belajar dari guru-guru kita tentang hakekat dzat Allah, shifat Allah dan af’al Allah, agar tauhidnya benar-benar tangguh, tidak bergeser walau bagaimanapun badai kehidupan bagaimanapun besarnya. Makin besar ujian dan cobaannya, makin kokoh dan makin mapan ketauhidannya.
Kedua, hati (qalb). Hati ini harus dibimbing oleh guru-guru yang shalih, agar selalu bersih tidak ada penyakit seperti iri, dengki, dendam, egois, sombong dan lain sebagainya. Hati yang bersih akan membuat suasana menjadi lega, plong, tulus dan bahagia. Sementara hati yang kotor membuat tertekan, gelisah dan menderita.
Ketiga, akal. Akal selalu dibimbing agar cerdas, pintar dan waras. Manusia harus menempuh pendidikan mulai dari TK, SD, SMP, SMA sampai perguruan tinggi. Makin tinggi tingkat pendidikannya, makin cerdas pula pemikirannya. Sehingga tidak mudah dibodoh-bodohi orang lain. Orang yang berakal akan konsep hal-hal yang maju dan terbaik dalam hidup. Berpikir tentang masa depan demi kemaslahatan hidup dalam keluarga, bangsa dan agama.
Keempat, jasad. Jasad ini harus dibimbing dengan akhlakul karimah, keahlian dan keterampilan. Seluruh organ tubuh difungsikan sebaik-baiknya dengan sikap yang mulia, ucapan yang mulia, etika dan adab yabg mulia. Juga memiliki keahlian yang sesuai dengan bakat dan bidang yang disenangi. Juga terampil dengan melahirkan karya-karya nyata yang bermanfaat dan menghasilkan produk-produk yang mengagumkan. Sehingga keberadaan kita di bumi ini memberi andil yang besar bagi kebaikan dan kemaslahatan hidup sesama (rahmatal lil’aalamiin). ‘Wallahu A’lam Bi as-Showab’ (penulis : Guru Besar UIN SGD Bandung-pendiri Yayasan Al-Misbah Bdg-Tresna Bakti Ciamis)