Serang – ekpos.com – Praktisi Media, Aat Surya Safaat menilai, pengusiran yang dilakukan oleh anggota DPR terhadap mitra kerjanya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) beberapa waktu lalu merupakan cerminan dari komunikasi interpersonal yang tidak efektif akibat adanya ego sektoral dan emosi yang tidak terkontrol.
“Meskipun DPR punya tata tertib persidangan, tetapi anggota Dewan tidak serta merta boleh melemparkan ‘tuduhan’ terhadap mitra kerjanya, apalagi melakukan pengusiran dari ruangan rapat. Bagaimanapun, aksi pengusiran justru mencerminkan komunikasi yang buruk dari anggota Dewan,” katanya dalam perbincangan dengan wartawan di Serang, Banten, Rabu (23/2/2022).
Aat mengemukakan keterangan tersebut terkait terjadinya aksi pengusiran terhadap Dirut PT. Krakatau Steel (Persero) Tbk, Silmy Karim oleh Komisi VII DPR saat RDP pada 14 Februari 2022.
Sebelumnya, momen detik-detik Dirut PT. Krakatau Steel diusir oleh Komisi VII DPR viral di media sosial. Silmy Karim diusir langsung oleh Wakil Ketua Komisi VII DPR, Bambang Haryadi.
Awalnya Bambang mempertanyakan bagaimana bisa pabrik untuk blast furnace dihentikan, tetapi di sisi lain Krakatau Steel ingin memperkuat produksi dalam negeri. Blast furnace adalah tanur tegak untuk mengubah material besi padat menjadi logam besi cair bersuhu tinggi.
Lalu Wakil Ketua Komisi VII DPR itu pun meminta agar Silmy Karim tidak “maling teriak maling” terkait hal tersebut. Silmy pun secara spontan menanyakan apa maksud ucapan Wakil Ketua Komisi VII DPR tersebut. Dia juga menyatakan, tak terima dengan pernyataan Bambang Haryadi yang membawa-bawa nama pihak lain dalam RDP.
Kemudian, geram dengan aksi Silmy Karim yang memotong ucapannya, Bambang Haryadi pun langsung mengusir Dirut PT. Krakatau Steel tersebut dari ruang rapat.
Mendapat tanggapan seperti itu, Silmy Karim memilih keluar dari ruang rapat, meski rapat baru berlangsung sekitar setengah jam. Rapat pun terus berlangsung tanpa kehadiran dari emiten plat merah tersebut.
Beberapa waktu sebelumnya, Sekjen dari Kementerian Sosial dan aktivis dari Komnas Perempuan juga diusir saat RDP oleh anggota Dewan di Komisi lain.
Mengutip ahli Psikoanalisis, Sigmund Freud, Praktisi Media, Aat Surya Safaat lebih lanjut mengemukakan, setiap orang punya ego dan merasa punya harga diri, sehingga tidak seharusnya seseorang disudutkan di depan publik seperti halnya Dirut Krakatau Steel oleh anggota DPR pada saat rapat yang diliput oleh media internal parlemen dan media massa lainnya itu.
Penasehat Forum Akademisi Indonesia (FAI) yang juga Ketua Bidang Luar Negeri Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) itu menyatakan, sepahit apapun fakta di lapangan, komunikasi harus tetap diusahakan supaya berlangsung dengan baik serta dengan tetap menghargai lawan bicara, sehingga tidak terkesan adanya arogansi personal maupun ego sektoral.
Sementara itu, terkait pengusiran oleh anggota Dewan, Sekjen Ormas Islam Al-Khairiyah Ahmad Munji pada kesempatan terpisah, menyayangkan sikap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Bambang Haryadi, selaku pimpinan saat RDP terhadap Dirut Krakatau Steel, Silmy Karim.
“Kami sangat menyayangkan keluarnya kata-kata tendensius pimpinan Komisi VII DPR dalam rapat dengan Dirut Krakatau Steel itu, apalagi sampai mengusir mitra kerjanya tersebut keluar ruang rapat. Tak seharusnya pimpinan rapat di lembaga yang terhormat bersikap seperti itu,” katanya.
Munji menilai, meskipun DPR RI punya tata tertib persidangan, tetapi tidak serta merta anggota Dewan bisa menuduh orang “maling” dan mengusir dari ruangan RDP, padahal ada kepentingan bangsa yang jauh lebih besar dan perlu dibahas bersama, yakni terkait pengembangan industri baja nasional.
“Bagaimanapun pihak Krakatau Steel merupakan mitra kerja Komisi VII DPR RI, sehingga sudah sepantasnya diberikan masukan dan arahan yang sepatutnya agar BUMN itu semakin berkembang dan maju. Bukan sebaliknya merendahkan citra institusi,” ujarnya. (Red).