BANDUNG, Ekpos.Com >> Bagi warga Bandung, yang mau menikah ternyata harus menempuh berbagai persyaratan administratif. Jadi bukan hanya menyiapkan gedung atau fasilitas lainnya.
Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Antapani, Suhendi memaparkan, surat dan kartu apa saja yang harus dipersiapkan oleh calon pengantin diataranya fotokopi KTP, akta kelahiran, dan Kartu Keluarga yang masih berlaku.
“Selain itu, bagi mereka yang duda atau janda, baik karena cerai atau ditinggal mati, harus ada surat akta cerai atau surat akta kematiannya yang asli,” ujar Suhendi.
Setelah itu, Suhendi menambahkan, para calon pengantin juga harus menyediakan pas foto berukuran 2×3 (4 lembar) dan 4×6 (1 lembar) dengan latar berwarna biru.
Ada surat lain juga yang harus dilengkapi jika ternyata calon pengantinnya masih di bawah umur. Sebab, batas usia calon pengantin yang telah ditetapkan dalam peraturan yakni 19 tahun.
“Bagi mereka yang di bawah umur yaitu kurang dari 19 tahun, harus ada surat dispensasi dari Pengadilan Agama. Kalau dulu itu minimal usia 16 tahun untuk calon istri,” jelasnya.
“Untuk sekarang, baik calon suami maupun calon istri minimal 19 tahun usia pernikahan. Ketika sudah mendapatkan rekomendasi dari Pengadilan Agama, baru kami dari KUA bisa menindaklanjuti prosesnya,” imbuh Suhendi.
Sembari menjelaskan beberapa persyaratan lainnya, Suhendi menyinggung, ternyata ada persyaratan yang kerap terlupakan oleh para calon pengantin.
Meski memang bukan persyaratan utama atau krusial, tapi poin ini bisa menjadi pertimbangan apakah calon pengantin bisa melanjutkan proses pernikahan atau tidak.
“Persyaratan yang sering lupa dicek calon pengantin itu tentang persyaratan kesehatan. Lebih baik sertakan juga surat keterangan sehat dari puskesmas,” ucapnya.
Kesehatan fisik calon istri dan suami juga perlu diperhatikan. Apalagi di tengah pandemi ini, kewaspadaan perlu ditingkatkan. Sehingga, Suhendi menyampaikan, bukan hanya cek kesehatan covid, tapi juga lebih menyeluruh secara fisiknya.
“Misal, jangan sampai ternyata terindikasi penyakit berat menular seperti HIV/AIDS. Memang bukan prinsipal, tapi ini merupakan bagian yang harus kita perhatikan juga,” paparnya.
Semua persyaratan yang sudah lengkap nantinya akan diproses selama maksimal 10 hari kerja (Senin-Jumat). Untuk mempercepat prosesnya, Suhendi mengatakan, calon pengantin bisa mendaftar terlebih dahulu di website resmi Kementerian Agama melalui simkah.kemenag.go.id.
Namun, calon pengantin tetap harus datang ke KUA setempat untuk pemeriksaan berkas dan pembinaan pranikah.
Bicara tentang pembinaan pranikah, Suhendi mengaku, KUA Antapani menyediakan layanan ini untuk para calon pengantin. Kelas pembinaan ini diadakan setiap Selasa atau Rabu.
“Kalau di KUA Antapani ada tempat pembinaan untuk calon mempelai. Walaupun itu terbatas juga isinya, paling maksimal 15 orang. Apalagi sekarang harus jaga jarak, jadi ya maksimal 7-8 orang saja,” akunya.
Pembinaan ini berisi materi edukasi mengenai keagaaman, kehidupan rumah tangga, dan kesehatan yang perlu diperhatikan jika kelak para calon pengantin ini sudah berumah tangga. Sebab, tantangan setelah menikah jauh lebih besar dibanding saat masih melajang.
“Harus betul-betul dipersiapkan dulu dari segi fisik maupun mental. Jangan sampai nanti ketika berumah tangga malah jadi down,” tutur Suhendi.
Untuk calon pengantin yang memiliki keterbatasan biaya untuk pernikahan atau ingin menikah dengan cara sederhana, Suhendi mengungkapkan, KUA Antapani bisa membantu dengan fasilitas akad nikah.
“Di sini kita ada ruang akad juga. Fasilitas akadnya sederhana, seperti meja, kursi, background hiasan di ruangan yang bisa dipakai oleh calon pengantin,” ungkapnya.
Meski di tengah pandemi, ternyata cukup ramai warga yang datang ke KUA Antapani pagi ini. Ada yang mengurus pernikahan, rujuk, dan beberapa keperluan surat lainnya.
Suhendi mengatakan, tak ada jumlah layanan pernikahan yang berubah baik itu sebelum atau setelah pandemi. Rata-rata dalam sebulan, ada 30-40 pasangan yang menikah di Antapani.
“Tidak ada perubahan. jadi memang standar di antapani itu per bulan 30-40 pasangan tiap bulan. Tapi memang tergantung bulan juga,” ujarnya.
Seperti saat Ramadan, biasanya jumlah warga yang menikah tidak akan sebanyak bulan lainnya. Bisa dibilang, hanya 1-2 pasangan. Namun, angka pernikahan akan naik lagi di bulan Syawal.
Untuk persyaratan menikah di masa pandemi, Suhendi menuturkan, semuanya disesuaikan dengan peraturan dari pemerintah kota.
“Kalau kemarin-kemarin dibatasi ya 50 persen, lalu penggunaan masker harus diperhatikan. Kalau sekarang sudah mulai dilonggarkan ya, sudah boleh ada resepsi pernikahan di gedung,” pungkasnya.
Selepas berbincang, Suhendi pun bersiap untuk ke lokasi pernikahan di Antapani Wetan. Ada pasangan calon pengantin yang sedang menunggunya sebagai penghulu. (din/red