JAKARTA- Ekpos.com
Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Riset Teknologi (Kemendikbud Ristek) tengah merancang Rancangan Undang-Undang mengenai Sistem Pendidikan Nasional atau RUU Sisdiknas. Ada perbedaan antara RUU Sisdiknas dengan UU Sisdiknas tahun nomor 20 tahun 2003.
Perbedaannya ialah frasa Madrasah, tingkatan SD, SMP tidak tercantum dalam RUU Sisdiknas tersebut. Aturan itu tertuang pada BAB VI bagian jenis pendidikan pasal 32.
Aturan itu berbunyi ‘Pendidikan keagamaan merupakan Pendidikan yang mempersiapkan Pelajar untuk menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang menjadi landasan untuk menjadi ahli ilmu agama atau peranan lain yang memerlukan penguasaan ajaran agama.’
Sedangkan dalam UU Sisdiknas nomor 20 tahun 2003 tercantum frasa Madrasah, SD maupun SMP. Hal ini tertuang dalam pasal 17 ayat 2 mengenai jalur, jenjang dan jenis pendidikan.
Aturan itu menjelaskan bahwa pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.
Kemudian pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.
Terakhir ketentuan mengenai pendidikan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Penjelasan Kemendikbud Ristek
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Anindito Aditomo menegaskan bahwa sekolah dan madrasah tetap ada dalam RUU Sisdiknas. Dia menegaskan sejak awal tak ada keinginan Kemendikbud Ristek menghapus madrasah atau sistem pendidikan lain dari Sisdiknas.
“Sedari awal tidak ada keinginan ataupun rencana untuk menghapus sekolah atau madrasah atau bentuk-bentuk satuan pendidikan lain dari sistem pendidikan nasional. Sekolah maupun madrasah secara substansi tetap menjadi bagian dari jalur-jalur pendidikan yang diatur dalam batang tubuh dari revisi RUU Sisdiknas,” kata Anindito dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (29/3).
Namun menurut Anindito, penamaan secara spesifik, seperti SD dan MI, SMP dan MTs, atau SMA, SMK, dan MA akan dijelaskan dalam bagian penjelasan agar penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat di tingkat UU. Tujuannya agar lebih fleksibel dan dinamis.
Dia menambahkan, penyusunan RUU Sisdiknas dengan prinsip terbuka terhadap masukan dan tidak dilaksanakan dengan terburu-buru. Perkembangan RUU Sisdiknas sekarang masih dalam revisi draf awal.
Hal itu berdasarkan masukan dari para ahli dan berbagai pemangku kepentingan, sekaligus pembahasan dalam panitia antarkementerian.
”Pada dasarnya, RUU Sisdiknas juga masih di tahap perencanaan dan kami akan tetap banyak menampung dan menerima masukan,” ujar dia.
Dipertanyakan DPR
Hilangnya frasa ‘madrasah’ dalam Bab VI RUU Sisdiknas dipertanyakan Komisi VIII selaku mitra kerja Kemendikbud Ristek. Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto mendesak Kemendikbudristek untuk memasukkan Madrasah sebagai bagian tak terpisahkan dari RUU Sisdiknas.
“Madrasah adalah bagian tidak terpisahkan dari sistem pendidikan di Indonesia. Sejarah Madrasah bahkan sudah ada sebelum Indonesia merdeka. Jadi tidak ada alasan memisahkan Madrasah dari RUU Sisdiknas,” kata Yandri di Jakarta, Selasa (29/3).
Wakil Ketua Umum PAN ini menegaskan, selama frasa madrasah belum masuk maka draf RUU Sisdiknas yang disusun Kemendikbudristek ini sangat tidak layak dibahas DPR. Menurut Yandri, seharusnya RUU Sisdiknas lebih memperkuat madrasah sebagai satuan pendidikan yang mengkolaborasikan pendidikan agama Islam dan pendidikan sains.
Oleh karena itu, Yandri meminta penyusunan RUU Sisdiknas lebih transparan dan melibatkan pelbagai pihak seperti Muhammadiyah dan NU agar Sistem Pendidikan Indonesia nantinya bisa lebih komprehensif dan relevan dengan perkembangan zaman.
“RUU Sisdiknas ini sangat strategis karena berkaitan dengan ikhtiar kita mempersiapkan generasi masa depan. Sehingga harus terbuka, transparan dan melibatkan banyak pihak untuk memberikan masukan,” kata Yandri.
Mendikbud Ristek Bakal Dipanggil DPR
Komisi X DPR RI juga akan memanggil Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim terkait dengan hilangnya frasa madrasah dalam RUU Sisdiknas. Salah poin hasil konsorsium pendidikan Indonesia dan beberapa elemen juga mengundang Nadiem.
“Rekomendasinya mengundang Mas Nadiem, semoga bisa minggu-minggu depan,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Saiful Huda dalam keterangannya, Selasa (29/3).
Huda mengatakan, pihaknya belum menerima draf RUU Sisdiknas. RUU ini merupakan usulan pemerintah. Ia belum bisa memastikan hilangnya frasa madrasah.
“Kita sampaikan bahwa sampai hari ini Komisi X draf ini terkait RUU Sisdiknas. Tahapannya memang masih di level pemerintah,” kata Huda.
Huda mengingatkan Nadiem untuk melibatkan seluruh elemen yang ada dalam merancang RUU Sisdiknas. Terutama yang bergerak di bidang pendidikan agar tidak menimbulkan polemik.
“Perluasan partisipasi pelibatan dan sifatnya substantif itu kalau melihat laporan dan berbagai aduan itu belum maksimal,” kata Huda.*** khadafi /merdekacom