Oleh: Ahmad Rusdiana.
(Guru Besar bidang Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung.)
Puasa merupakan ibadah yang memiliki cakupan waktu yang cukup panjang, dari mulai fajar hingga terbenamnya matahari. Dengan demikian, puasa bisa menjadi pencegah efektif untuk manusia dari melakukan perbuatan jahat. Ketika dia hendak melakukan sesuatu, dia teringat bahwa dirinya sedang berpuasa, atau puasanya telah mengingatkan dirinya agar tidak melakukannya. Jika dia tetap melakukannya, dia telah menghilangkan keberkahan puasanya sekaligus melanggar janjinya kepada Tuhan setelah mengikrarkan niatnya untuk berpuasa. Untuk hal itu, Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, juz 3, menguraikan ada 3 dimensi dan 5 fungsi puasa bagi orang Islam. Beberapa dimensi puasa yang baik, jika kita menghendaki keutamaam atau hasil optimal sebagaimana tersebut di atas dan bukan sekadar hasil minimal, yaitu gugurnya kewajiban dan tetapnya identitas diri sebagai mukmin Muslim. Menurutnya, tiga dimensi puasa tersebut, diantaranya:
Pertama Dimensi eksoteris; di mana sseorang menahan diri dari makan-minum dan kegiatan seksual. Beliau menyebutnya shaum al-bathn wa al-farj. Dimensi ini penting karena menjadi syarat minimal puasa.
Kedua Dimensi semi-esoteris; di mana seseorang itu tidak hanya berpuasa perut dan kemaluannya, tetapi juga panca indra dan anggota badan lainnya. Yakni, apabila ia mengunci penglihatan, pendengaran, dan kaki tangannya dari segala yang haram dan syubhat. Imam al-Ghazali mengistilahkannya shaum al-jawarih.
Ketiga Dimensi esoteris; di mana sesorang berpuasa total, mencekik syahwat badaniah, dan syahwat batiniah sekaligus. Namanya shaum al-qalb, yaitu apa bila hati dan akal pikiran pun berpuasa dari pelbagai keinginan, kerinduan, dan harapan kepada sesuatu dan sesiapa jua, melainkan Allah.
Dikatakan pula oleh Imam Al-Gozali bahwa: “Puasa, merupakan ibadah multifungsi, ada 5 fungsi puasa bagi orang Islam”, diantaranya:
Pertama Fungsi konfirmatif; Jangan mengaku orang Islam dan beriman kalau tidak puasa pada bulan suci Ramadhan tanpa alasan yang dibenarkan. Berpuasa merupakan bukti pengukuh keislaman dan keimanan.
Kedua Fungsi purifikatif; puasa berfungsi mematahkan dua syahwat sekaligus, yakni syahwat perut dan syahwat kemaluan. Imam ar-Razi, (1426H) menambahkan, puasa itu ibarat “tiryāq” penawar bagi racun-racun setan, semacam “detoksifikasi spiritual“. Puasa sejati melumpuhkan setan dan membuka gerbang malakut. Itulah sebabnya mengapa dalam suatu riwayat disebutkan bahwa mereka yang berhasil menamatkan puasa sebulan Ramadhan disertai iman dan pengharapan bakal dihapus dosa-dosanya sehingga kembali suci fitri bagaikan bayi baru dilahirkan dari rahim ibunya.
Ketiga Fungsi iluminatif. Para awliya’ dan orang-orang saleh diketahui amat suka berpuasa karena seperti dituturkan oleh Syekh Abdul Wahhab as-Sya‘rani dalam kitabnya, mereka justru memperoleh pencerahan batin dan peneguhan rohani serta berbagai kebajikan yang berlimpah tatkala mereka berpuasa. Hasilnya, semakin dekat kepada Allah, sumber hakiki segala ilmu, dan hikmah manusia. Puasa juga menjernihkan ruang komunikasi spiritual antara alam nasut dengan alam malakut. Pada saat berpuasa, sinyal-sinyal makrifat akan lebih jelas, mudah, dan banyak dapat ditangkap.
Keempat Fungsi preservatif. Selain menyucikan jiwa dan mencerahkan nurani, ibadah puasa juga berdampak positif terhadap kesehatan tubuh kita. Puasa memberikan interval waktu bagi organ-organ pencernaan tersebut untuk merenovasi sel-sel yang rusak dan memberikan kesempatan energi tubuh memenuhi kebutuhan organ-organ lainnya. Sabda Rasulullah, “Segala sesuatu ada zakatnya. Zakatnya tubuh adalah puasa.” (HR. Imam Ibn Majah dari Abi Hurairah ra (No.1745). Bukankah zakat itu makna dasarnya bersih dan tumbuh sehingga puasa berarti tazkiyatun nafs plus tazkiyatul jasad? Penelitian Basuki&Prijatmoko (2005), menyimpulkan bahwa puasa selama Ramadhan dapat menurunkan risiko kardiovaskuler melalui perubahan komposisi tubuh, tekanan darah, dan plasma kolesterol.
Kelima Puasa berfungsi mengubah; puasa merupakan ibadah transformatif. Puasa seperti disyariatkan oleh agama dapat mengubah diri anda menjadi orang bertaqwa: La‘allakum tattaqûn, firman Allah dalam (QS.al-Baqarah [2]:183). Kalau latihan militer bisa mengubah seseorang yang asalnya lemah lembut lagi penuh kasih sayang menjadi keras dan bengis tak mengenal belas kasihan, maka latihan Ramadhan dapat mengubah seseorang yang tadinya fasiq (banyak melanggar hukum Allah) atau munafiq menjadi shaleh dan bertaqwa kepada Allah.
Begitu dahsyatnya puasa, sampai-sampai Daniel Goleman, (1995), mengakui bahwa “puasa merupakan ibadah rahasia, bukan ibadah publik yang dapat disaksikan oleh orang lain seperti halnya sholat, zakat dan haji. Hanya Allah dan kita sendiri sebagai pelakunya yang mengetahui apakah kita berpuasa ataukah tidak. Dampak transformatif puasa juga terkait dengan kecerdasan emosi”. Begitu pula orang seperti Imam as-Syafi‘i dan para ilmuwan hebat lainnya sukses dalam kariernya berkat banyak puasa.
Wallahu A’lam Bishowab.
Penulis:
Ahmad Rusdiana, Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Peneliti Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Swasta (PTKIS) sejak tahun 2010 sampai sekarang. Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al-Misbah Cipadung-Bandung yang mengembangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 50 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK-TPA-Paket A-B-C. Rumah Baca Masyarakat Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kecamatan. Panawangan Kabupaten. Ciamis Jawa Barat. Karya Lengkap sd. Tahun 2022 dapat di akses melalui: (1) http://digilib.uinsgd.ac.id/view/creators. (2) https://www.google.com/ search?q=buku+a.rusdiana +shopee&source (3) https://play.google.com/store/books/author?id.