Pengalihan Subsidi BBM Dalam Upaya Penggunaan Anggaran yang Tepat Sasaran

Jakarta – ekpos.com – Indonesia menghadapi persoalan serius di sektor energi, terutama sektor minyak dan gas bumi. Defisit minyak bumi makin membengkak sehingga tidak lagi dapat ditutup oleh surplus produksi gas bumi. Tanpa upaya luar biasa dan segera, defisit perdagangan energi bisa mencapai sekitar US$80 miliar atau 3 persen PDB pada 2040. Oleh sebab itu, pemerintah harus segera mengeluarkan kebijakan yang tepat.

Dendi Ramdani, Departement Head of Industry & Regional Research, Office of Chief Economist, Bank Mandiri mengatakakn bahwa, kebijakan menaikkan harga BBM memang keputusan yang sulit yang harus diambil oleh pemerintah. Situasi saat ini sudah berbeda dengan alokasi awal subsidi dimana BBM waktu itu sudah dirancang dengan asumsi harga minyak yang sekarang sudah jauh diatas perkiraan awal.

“Tentu dengan banyaknya subsidi yang dialokasikan, ini sangat akan memberatkan APBN, selain itu juga kita harus berfikir uang yang sedemikian besar ada opportunity cost yang hilang” jelas Dendi melalui keterangannya, Selasa (13/9).

Menurutnya, Perkiraan awalm subsidi dirancang hanya 150-an triliun kemudian membengkak seiring dengan peningkatan harga minyak yang mencapai 100 dolar perbarel sehingga total subsidi diperkirakan bisa mencapai 500 triliun bahkan 600 triliun.

“Oleh karena itu, pemerintah saya pikir perlu menaikkan harga BBM sebagai cara untuk mengurangi beban subsidi dan juga ini adalah cara untuk membagi beban kenaikan harga minyak dengan masyarakat yang tentu ada sebagian masyarakat yang masih memerlukan subsidi, tapi masyarakat ini diberikan subsidi melalui mekanisme yang secara langsung dengan mengidentifikasi mereka yaitu kelompok orang miskin,” lanjutnya.

Selanjutnya, Head of Industry & Regional Research, Office of Chief Economist mengatakan bahwa, secara umum, pasti akan ada masyarakat terdampak yang selama ini menikmati BBM atau konsumsi BBM dan diketahui bersama rata-rata masyarakat yang mengkonsumsi BBM merupakan masyarakat yang relatif mampu yang punya kendaraan terutama kendaraan roda 4 dan sebagain kendaraan roda dua.

“Asumsinya bahwa mereka memang seharusnya mampu, ya tentu ini secara psikologis agak mengurangi pendapatan real mereka karena ada peningkatan harga BBM dan mungkin juga inflasi yang dipicu oleh kenaikan harga BBM tersebut,” tutupnya. (Red).

Total
0
Shares
Previous Article

TNI Layaknya Gerombolan, Pernyataan Effendi Simbolon Ditepis Dandim 0716/Demak

Next Article

PWI Kota Depok Laporkan Dua Oknum Penggiat Medsos

Related Posts