Oleh DR Anang Iskandar Ahli Hukum Narkotika, mantan KA BNN.
Jakarta – ekpos.com – UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika menyatakan bahwa pemusnahan barang bukti (barbuk) narkotika tidak sesuai dengan prosedur yang diatur dalam UU narkotika adalah perbuatan jahat, yang dilakukan oleh penyidik narkotika dan Kepala Kejaksaan Negeri diancam dengan pidana pemberatan.
Kejahatan dalam rangka pemusnahan barbuk narkotika tersebut mengancam penyidik dan Kepala Kejaksaan Negeri dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun penjara, paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit 100 juta dan paling banyak 1 milyar rupiah.
Kenapa penyidik dan Kepala Kejaksaan Negeri dalam melakukan tugasnya diancam dengan pidana pemberatan pemberatan ?
Berdasarkan momori pembentukan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika bahwa ketika itu sering terjadi barbuk narkotika bila tidak segera dimusnahkan akan tercecer, baik ditingkat penyidikan, penuntutan dan pengadilan itu sebabnya pembuat UU mengkriminalkan perbuatan penyidik dan kepala kejaksaan Negeri yang bertentangan dengan ketentuaan penyitaan dan pemusnahan barbuk narkotika.
Pelaksanaan pemusnahan barbuk narkotika ditentukan secara khusus dalam UU narkotika, dimana setelah penyidik Kepolisian Negara atau BNN menyita barang bukti narkotika “wajib” memberitahukan hasil penyitaannya kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat dalam waktu paling lama 3 × 24 jam sejak dilakukan penyitaan.
Waktu penyitaan 3 × 24 jam sejak dilakukan penyitaan tersebut tidak bisa ditawar tawar, ketidak sengajaan atau kelalaian penyidik dalam menepati waktu pemberitahuan hasil penyitaan kepada Kepala Kejaksaan Negeri setempat adalah kejahatan yang dilakukan penyidik narkotika secara berjenjang.
Setelah menerima pemberitahuan hasil penyitaan barang bukti narkotika dari penyidik Polri atau BNN, Kepala Kejaksaan Negeri setempat dalam waktu 7 hari “wajib” menetapkan status barang sitaan barbuk untuk kepentingan pembuktian, maupun untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, serta untuk kepentingan pendidikan dan latihan atau untuk dimusnahkan.
Ketidak sengajaan atau kelalaian Kepala Kejaksaan Negeri dalam menetapkan status barang sitaan dalam kurun waktu 7 hari sejak diterimanya pemberitahuan hasil penyitaan barbuk narkotika dari penyidik untuk dimusnahkan adalah kejahatan yang dilakukan oleh Kepala Kejaksaan Negeri secara berjenjang.
Penyisihan barbuk narkotika oleh penyidik narkotika jumlahnya ditetapan Kepala Kejaksaan Negeri dimana barbuk tersebut disita, jumlahnya terbatas “hanya” unfuk kepentingan pembuktian.
Yang perlu difahami bahwa UU narkotika memberi kewenangan khusus kepada Kepala Kejaksaan Negeri mengesampingkan kewenangan pengadilan berdasarkan KUHAP untuk menetapkan pemusnahan barbuk narkotika dan penyisihan barbuk untuk kepentingan terbatas seperti untuk kepentingan pembuktiaan, kepentingan pengembangan Ilpengtek dan untuk kepentingan diklat.
Barbuk yang telah ditetapkan untuk dimusnahkan, “wajib” dimusnahkan oleh penyidik dalam waktu 7 hari terhitung sejak menerima penetapan pemusnahan dari Kepala Kejaksaan Negeri setempat.
Dalam keadaan tertentu batas waktu pemusnahan barbuk tersebut diatas dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu yang sama.
Sehingga pemusnahan barbuk narkotika paling lama 24 hari setelah dilakukan penyitaan, harus sudah dimusnahkan.
Penyidik yang menunda pemusnahan atau menggabungkan barbuk beberapa kasus kemudian baru dimusnahkan adalah kejahatan yang dilakukan oleh penyidik, bila penundaan atau penggabungan pemusnahan barbuk melibatkan atasan penyidik seperti Kapolres pada tingkat Polres, Kadit Narkotika dan Kapolda untuk tingkat Polda maka atasan penyidik tersebut dapat dikenakan pasal turut serta.
Penyidik yang melakukan penundaan atau penggabungan pemusnahan barbuk diancam diancam dengan pidana paling singkat 1 tahun penjara, paling lama 10 tahun dan denda paling sedikit seratus juta rupiah dan paling banyak 1 milyar rupiah (pasal 140)
Kepala Kejaksaan Negeri dimana barbuk disita, yang tidak tepat waktu untuk menetapkan pemusnahhan barbuk narkotika adalah perbuatan jahat yang diancam dengan pidana paling singkat 1 tahun penjara, dan paling lama 10 tahun dan denda palin sedikit seratus juta rupiah dan paling banyak 1 milyar rupiah (pasal 141)
*Salut kepada Kapolri*
Kasus penyitaan barbuk narkotika yang dilakukan Polres bukit tinggi seberat sekitar 41 kg sabu yang pemusnahannya tidak sesuai dengan ketentuaan UU no 35 tahun 2009 tentang narkotika menyebabkan Penyidik, Kapolres Bukit Tinggi dan Kapolda Sumbar menjadi pesakitan adalah pelajaran yang berharga bagi Polri dan penegak hukum yang lain.
Kapolri dan Jaksa Agung sebagai atasan penyidik dan atasan Kajari tertinggi harus mengawasi perilaku penyidik narkotika dan Kajari dalam melaksanakan proses penyitaan dan pemusnahan barbuk narkotika secara top down sesuai ketentuan UU narkotika.
Pengawasan terhadap pelaksanaan penyitaan, pengawasan barbuk narkotika sampai pemusnahannya harus dilakukan berdasarkan Peraturan Kapolri dan Jaksa Agung secara tersendiri agar secara berjenjang barbuk narkotika dapat diawasi supaya tidak kececer sebelum dimusnahkan.
Saya salut kepada Kapolri, Jendral Lisno Sigit Prabowo dalam menindak penyidik, atasan penyidik sampai tingkat Kapolda yang terlibat masalah barbuk narkotika.
Keterlibatan penyidik narkotika dalam masalah barbuk narkotika adalah kejahatan yang harus dibersihkan karena dapat mencoreng wajah Polri sebagai penegak hukum.
Saya mengajak semua penyidik narkotika, atasan penyidik baik kapolres pada tingkat Polres maupun Kapolda dan Dirserse narkotika tingkat Polda untuk mengawasi langkah penyidik, jangan sampai terjadi penyidik narkotika melakukan kejahatan berhubungan dengan barbuk narkotika.
Salam anti penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Rehabilitasi penyalah gunanya dan penjarakan pengedarnya. ***