Surabaya – ekpos.com – Badan Eksekutif Mahasiswa Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (BEM PPNS) menitipkan aspirasi mengenai pasal-pasal kontroversi yang terdapat di Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) kepada Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Jum’at (23/12/2022).
Aspirasi diserahkan Presiden BEM PPNS, Wildan Ruwanta, didampingi Menteri Sosial dan Politik BEM PPNS, Raffie Ega usai Ketua DPD RI mengisi kuliah umum wawasan kebangsaan.
Usai menyerahkan aspirasi, Wildan menerangkan, dalam penyempurnaan KUHP selalu saja ada masalah pada tataran draf yang diajukan hingga menimbulkan polemik.
“Kami ingin Pak LaNyalla ikut bersama kami para mahasiswa yang tengah menyoroti secara tajam KUHP. Kami berharap aspirasi kami dapat diperjuangkan,” kata Wildan.
Dijelaskannya, ada beberapa pasal yang menjadi kontroversi. Di antaranya soal living live atau hukum yang hidup di masyarakat. Lalu juga soal pidana mati, penyerangan harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden, penodaan agama dan sejumlah pasal kontroversial lainnya.
“KUHP mengancam kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat. Ini terlihat jelas dari pasal-pasal seperti yang telah saya sebutkan tadi. Kami berharap Pak LaNyalla ikut berjuang bersama mahasiswa untuk demokrasi kita,” tutur Wildan.
Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyatakan siap menyampaikan aspirasi yang disampaikan BEM PPNS kepada pemerintah dan DPR RI.
Senator asal Jawa Timur itu, mengaku dengan senang hati untuk memperjuangkan aspirasi yang disampaikan oleh stakeholder di daerah, termasuk aspirasi dari BEM PPNS.
“Kami ini memang lembaga yang salah satu tugasnya menyampaikan aspirasi dari daerah maupun stakeholder di daerah kepada pemerintah. Tentu saya akan sampaikan aspirasi ini kepada pemerintah dan DPR untuk dapat dipertimbangkan,” tuturnya.
LaNyalla mengaku bangga dengan daya nalar kritis mahasiswa sebagaimana dilakukan oleh BEM PPNS. Mahasiswa, kata LaNyalla, merupakan kelompok masyarakat terdidik dan intelektual, sekaligus generasi yang akan melanjutkan tongkat estafet
kepemimpinan di Republik ini.
“Saya yakin mahasiswa sebagai intelektual adalah orang yang mampu melihat keganjilan-keganjilan yang tidak pada tempatnya, untuk kemudian menawarkan solusi. Tentu seorang intelektual tidak hanya berhenti melihat keganjilan saja, tetapi juga aktif untuk menawarkan gagasan dan pikiran untuk meluruskan keganjilan tersebut,” tutur LaNyalla. (Red)