Mengejar Aktor Intelektual Kasus Sugeng Waras

Oleh : Lahmuddin
KAMIS malam (29/12/2022) lalu, saya dikejutkan dengan berita tentang penusukan terhadap Kolonel TNI Purn Sugeng Waras (SW) oleh orang tak dikenal
(OTD) di Jl. Kolonel Masturi Kota Cimahi.

Penusukan secara brutal yang belum diketahui apa motifnya tersebut menyebabkan luka-luka di bagian kedua paha SW. Berkat pertolongan warga setempat, WS pun dilarikan ke Rumah Sakit terdekat.

Selama ini kita ketahui bahwa SW adalah sosok yang getol mengkritisi berbagai persoalan politik dan kebangsaan di tanah air, baik melalui tulisan maupun
aksi demonya di berbagai tempat. Pun SW kerap melakukan advokasi terhadap
masyarakat korban kebijakan, kriminalisasi bahkan termarjinalkan.

Selain sebagai seorang purnawirawan dan aktivis sosial, saat ini beliau menjabat sebagai Ketua  Umum Forum Purnawirawan Pejuang Indonesia (FPPI).

Dalam konteks peristiwa pidana di atas, pertanyaannya adalah apakah pelaku kenal dengan sosok yang menjadi korbannya, atau adakah oknum tertentu yang
menjadi aktor/pelaku intelektualnya (intelectual dader). Patut diduga bahwa
pelakunya tidaklah bergerak sendiri sebagai pelaku (dader) , tetapi sangat mungkin
ada “orang lain” dibalik peristiwa penusukan itu. Paling tidak, bisa jadi selama ini ada “oknum” yang selalu mengintai aktivitas dan gerakan sosial yang dilakukan SW.
Dan, jelas SW menjadi target untuk “dihabisi” paling tidak “dilumpuhkan” baik secara
“santun” maupun dengan cara-cara “Fir’aun”.

Kita berharap kepada institusi Polri, dalam hal ini Polres Cimahi, mesti merespon kasus ini sesegera mungkin, menemukan pelaku dan tentu saja mengejar aktor intelektualnya. Pelaku bisa saja dikenakan sanksi terhadap tindak
pidana percobaan pembunuhan yang diatur dalam Pasal 338 jo Pasal 53 Ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kemudian penyidik dapat pula
memperluas pertanggungjawban pidana dan menemukan pelaku penggagas utama yang dikategorikan intelektual dadernya. Jika penyidik Polri dapat mendalami dan
mengembangkan kasus ini, maka pasal 55-56 KUHP tentang penyertaan (deelneming) dapat diterapkan.

Saat ini ada beberapa kasus yang masih sumir siapa aktor intelektualnya, misalnya kasus Munir, Novel Baswedan dan Peristiwa KM 50. Kita tidak ingin kasus SW ini hanya menyasar pada pelakunya ansich tetapi harus terus dikejar siapa aktor
intelektualnya.

Masyarakat sudah cukup rasanya disuguhi pertunjukan potret peradilan yang acapkali merusak sendi hukum dan keadilan itu sendiri. Jika itu terus dibiarkan,
tanpa sadar ini justru memicu masyarakat untuk mencari keadilan dengan caranya sendiri.

Total
0
Shares
Previous Article

Jelang Malam Pergantian Tahun, Ini Imbauan Kapolres Demak

Next Article

Peduli Sarana Ibadah, Satgas Yonarmed 1 Kostrad Bantu Warga Gotong Royong Bangun Sarana Masjid

Related Posts