Kuasa Hukum 3 Mahasiswa STHB Tuding Penyidik Polsek Bandung Wetan Tidak Prosedural

BANDUNG, Ekposom >> Kasus perkelahian mahasiswa Sekolah Tinggi Hukum Bandung (STHB) di Jl Cihampelas Bandung, berbuntut panjang. Bahkan kasus tersebut kini sedang ditangani oleh Polsek Bandung Wetan (Cihapit) dan telah menetapkan tiga tersangka masing-masing berinisial YRW, MZD dan RIF.

Ketiga tersangka kini sudah menempati “Hotel Prodeo” di Polsek Bandung Wetan sejak tanggal 2 Januari 2022.

Menurut kuasa hukum yang terdiri dari Benny Meliaky Hutagalung, Renhad Denny E. Simamora, Michael Melfakfakan Luarman dan Ruben Alexander Hutagalung, penetapan status tersangka terhadap kliennya tersebut dinilai terlalu dini dan tidak memenuhi unsur. Apalagi pasal yang dikenakan adalah pasal 170 KUHP, dengan ancaman diatas 5 tahun.

Mereka pun meruntut ihwal terjadinya kasus tersebut dimulai dari kesalahpahaman antara salah satu kliennya dengan pelapor yang berbuntut pada perkelahian sekitar bulan Oktober lalu. Saat itu ketiga kliennya mendatangi pelapor di lahan parkir motor di basement kampus. Rupanya kedua belah pihak tidak menerima teguran dan berujung perkelahian antara YRW dengan pelapor (Jeprryanto). Melihat adanya perkelahian MZD dan RIF tak terima temanya diperlakukan seperti itu dan akhirnya jadi terpancing. Namun perkelahian tersebut akhirnya dapat dilerai oleh security kampus untuk kemudian didamaikan pada saat itu juga oleh Wakil Ketua 3 Bidang Kemahasiswaan STHB.

Pihak 3 mahasiswa tersebut nya tak menyangka kalau kasus tersebut ternyata berbuntut panjang, karena esoknya pelapor (Jeprryanto) didampingi kuasa hukumnya Marlundu Lumbanraja melaporkan kasus tersebut ke Polsek Bandung Wetan yang berujung pada penahanan ketiga kliennya tersebut.

“Selain sudah didamaikan pihak kampus, upaya damai juga ditempuh oleh orang tua salahseorang klien kami. Ia sengaja datang jauh dari Provinsi Nusa Tengara Timur mendatangi keluarga pelapor di Bandung untuk memintamaaf atas Tindakan putranya. Namun pihak orang tua pelapor memintanya untuk menemui pengacara yang telah mereka tunjuk,” terang Benny mewakili kuasa hukum lainnya kepada wartawan di salah satu caffe di Jl. Cihapit Bandung, Jumat (7/12/2022).

“Eh ternyata pihak pengacara pelapor memintanya menyediakan uang senilai Rp 60 juta kalau mau persoalan tersebutb diselesaikan secara kekeluargaan. Bahkan sebelumnya mereka minta Rp 200 juta. Jadi patut diduga kalau pihak pengacara pelapor menghalangi proses perdamaian,” sambungnya.

Ia pun mempertanyakan atas dasar apa polisi bisa menetapkan kliennya menjadi tersangka dengan jeratan pasal 170 KUHP, sementara unsurnya tidak dipenuhi.

“Klien kami dijerat pasal 170 KUHP yang ancamanya di atas lima tahun itu hukumnya wajib didampingi pengacara pada saat di BAP. Nah yang terjadi klien kami tidak diberikan hak tersebut, in ikan aneh. Seharusnya penyidik sebelum melanjutkan ke pertanyaan selanjutnya, diwajibkan berdasarkan Hukum Acara memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada yang dimintai keterangan bahwa mereka harus didampingi pengacara. Atau penyidik menawarkan pengacara mengingat ancaman hukuman terhadap seluruh tersangka di atas 5 (lima) tahun penjara, namun tidak dilakukan. Tiba-tiba usai dilakukan BAP kedua klien kami langsung dijebloskan ke penjara. Lebih mirisnya lagi dua hari kemudian mereka sudah diberi seragam tahanan,” imbuhnya.

Ditambahkannya, pasal pengeroyokan itu harus disertai adanya hasil Visum Et Revertum yang dikeluarkan tim medis sebagai bukti kalau pelapor mengalami luka lebam, sayatan atau luka lainnya yang diakibatkan oleh benda tajam, maupun benda tumpul.

“Yang dijadikan dasar oleh polisi itu hanya hasil diagnosa. Karena berdasarkan pengakuan tim medis yang didatangi oleh korban memberikan keterangan bahwa korban (pelapor) itu tidak mengalami luka apapun, sehingga tim medis tidak mau mengeluarkan visum, hanya berbentuk hasil diagnosa. Rupanya hasil diagnosa itulah yang dijadikan dasar bagi polisi untuk menuntut klien kami. Kan aneh,” ungkapnya.

Selain dari hal tersebut diatas, kuasa hukum tersangka telah pernah menyampaikan permohonan secara lisan kepada Kanit Reskrim Polsek Bandung Wetan AKP Asep Wahidin untuk difasilitasi dilakukannya upaya Restorative Justice dengan mengundang para pihak yang berselisih, namun permohonan itu tidak mendapat tanggapan apapun. Padahal menurutnya, hal tersebut sangat dimungkinkan agar permasalahan antara pelapor dan seluruh tersangka selesai secara damai.

Selain itu, pihaknya telah memohonkan terkait penangguhan / pengalihan penahanan terhadap seluruh tersangka. Mengingat status seluruh tersangka saat ini sedang kuliah dan sedang masa penyusunan skripsi.

“ Kedua permohonan yang kami ajukan kepada Polsek Bandung Wetan melalui Kanit Reskrim hingga saat ini belum mendapakan kepastian. Dengan begitu patut diduga adanya upaya mengkebiri hak dari seluruh tersangka untuk dapat melanjutkan pendidikannya sembari menjalani proses hukum.” ujar Benny.

Atas dasar itulah tim kuasa hukum ketiga tersangka menganggap kalau penyidik dibawah komando Kanit Reskrim AKP Asep Wahidin terlalu dini menetapkan kliennya menjadi tersangka. Karenanya pihaknya akan segera melakukan upaya hukum praperadilan terhadap Polsek Bandung Wetan dalam waktu dekat ini.

Menanggapi hal tersebut Kapolsek Bandung Wetan, Kompol Asep Saepudin menyatakan, sejauh ini pihaknya dalam penanganan kasus tersebut sudah sesuai prosedur hukum yang berlaku. Menurutnya, sebelum melakukan penyidikan pihaknya telah melaukan gelar perkara dengan seluruh perwira jajaranya.

“Kami tidak sembarangan untuk menetapkan kasus untuk dilanjutkan ke proses penyidikan. Termasuk kasus ini, kita sudah memberikan waktu kurang lebih tiga bulan. Karena kami mendengar kabar sebelumnya kedua belah pihak sepakat akan menempuh jalur damai. Namun tidak pernah ada kabar, hingga akhirnya pihak pelapor menanyakan Perkembangan kasus yang dilaporkanya. In ikan wajar,” ungkap Kapolsek didampingi Kanit Reaskrim AKP Asep Wahidin saat dikonfirmasi di Mapolsek, Sabtu (8/12/2022).

Kapolsek juga membenarkan adanya upaya perdamaian telah dilakukan oleh salahsorang orang tua tersangka dengan mendatangi pengacara pelapor.

“Memang betul sebelumnya pihak pelapor melalui kuasa hukumnya meminta uang kerugian sebesar Rp 200 juta. Namun setelah adanya niatan pihak keluarga terlapor, disepakati nilainya menjadi Rp 60 juta dengan hitungan per tersangka RP 20 juia. Namun Saat dibicarakan dengan keluarga dua tersangka lainya angkat tangan,”jelasnya.

Dijelaskan Kapolsek keterangan tersebut diperoleh dari pengakuan orangtua salahseorang tersangka yang juga sebagai anggota polisi sengaja datang ke Mapolsek untuk menengok anaknya.

“Kami terangkan kronologis kejadianya, ia juga memaklumi dan menyadari anaknya telah melakukan kesalahan. Namun upaya yang dilakukanya untuk menempuh jalan damai yang telah disepakatinya dengan pihak pelapor tidak mampu dilakukan oleh keluarga dua tersangka lainnya. Akhirnya ia menyerahkan sepenuhnya kepada kami,”jelsnya.

Terkait adanya tudingan menghalangi proses penangguhan penahanan dan menghalangi upaya damai antara kedua pihak yang beseteru, Kapolsek mengungkapkan bahwa tudingan tersebut tidaklah benar. Menurutnya pihaknya sudah mencoba untuk menghubungi pengacara pelapor untuk bisa bertem dengan pengacara terlapor agar bisa menempuh jalan kekeluargaan.

“Jadi kami bukanya tidak mau memfasilitasi perdamaian, karena saat dihubungi pihak pengacara pelapor meminta agar pihak terlapor menemuinya di kantornya. Kita kan gak bisa memaksa, dan itu sudah kita sampaikan ke mereka.,”ungkap Kapolsek.

“Untuk proses penangguhan penahanan, kami juga tidak menghalagi. Hanya saja pada saat pengajuan surat permohonan penangguhan penahanan situasi kami sedang berduka. Salahseorang anggota kami yang juga menangani kasus tersebut meninggal dunia dan itu sudah kita sampaikan. Lagi pula untuk mengabulkan permohonan penangguhann itu kan perlu proses. Kami harua gelar perkara dulu dengan para perwira jajaran kami. Jadi tidak bisa begitu diajukan langsung kita setujui,”sambungnya.

Kalaupun ada kurang puas dari pihak pengacara maupun keluarga terlapor dan akan menempuh jalur hukum dengan mempraperadilankan pihaknya menurutnya sah-sah saja. Namun sejauh ini Kapolsek mengaku pihaknya tetap akan menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan dan aturan yang berlaku.

“Kalau mereka akan melakukan gugatan atau melakukan praperadilan silahkan saja. Itu hak mereka. Yang jelas sebagai pengayom masyarakat, kita tetap mejalankan tugas sesuai dengan tupoksi kita,” pungkasnya.

Total
0
Shares
Previous Article

Dipuji Dunia, TNI AL Selamatkan Ratusan Nyawa Pada Misi PBB

Next Article

PWI Aceh Mendaftar sebagai Calon Tuan Rumah Porwanas 2025

Related Posts