MENULIS SEBAGAI MEDIA MUHASABAH

Oleh: A.Rusdiana.

Tidak dapat disangkal lagi, semua orang pernah mangalami dan atau berhadapan dengan berbagai stressor baik internal maupun eksternal, antara lain seperti konflik tengan teman, keluarga, kekasih, masalah keuangan, kesulitan mengatur waktu, tugas-tugas akademik, kesehatan, gambaran tubuh yang tidak ideal , transportasi, dan lain sebagainya. Selain itu media sosial dengan informasi yang tidak terbatas memberi tantangan tersendiri. Stressor inilah yang akan menjadi penyebab tingginya tingkat stress. Apabila mengutip pemikiran Imam Al-Ghazali dan diimplementasikan dalam konsep psikoterapi, maka muhasabah ini bisa menjadi upaya upaya kesehatan mental (Ahmad,2018:45). Muhasabah adalah sarana perbaikan diri, introspeksi diri, dan keyakinan akan perbuatan hisab terhadap diri sendiri sebelum hisab dilakukan oleh Allah SWT. Muhasabah meliputi beberapa tahapan, antara lain membangun nilai-nilai karakter diri, mempertimbangkan perbuatan yang pernah dilakukan dan meningkatkan ibadah (nilai-nilai spiritual) kepada Allah SWT (Ariskawati, 2022). Konsep muhasabah ini yang menjadi esensi dasar dari terapi menulis.

Dalam psikologi positif, terapi menulis atau disebut juga dengan Using Writing as Therapy atau menggunakan tulisan sebagai terapi, dalam perkembangannya, terapi menulis berisi tentang narasi atau kejadian yang diceritakan; dan plot-peristiwa yang terkait secara berurutan. Menulis bermanfaat sebagai sarana untuk mereduksi stres dan cemas. Setelah mengungkapkannya, individu diharapkan menjadi lebih sehat secara fisik, membantu menjernihkan pikiran, memperbaiki perilaku dan mengelola emosi (Mutohharoh,2022:81).

Merangkum pendapat dari (Williamson&Wright,2018:116) dan (Hynes&Thompson, 2006), ada beberapa indikator pada terapi menulis, antara lain: 

Pertama Expressive writing atau tulisan ekspresif; merupakan bentuk terapi menulis yang bersifat pribadi dan emosional. Ada beberapa tahapan pada Expressive writing antara lain:

  1. Recognition/Initial writing, merupakan tahap pembukaan sebelum terapi menulis. Tidak semua individu dapat dengan mudah mengungkapkan perasaan mereka secara ekspresif, sehingga pada tahap awal individu perlu dibantu untuk lebih memfokuskan pikiran dan memaksimalkan mereka, juga dapat diprioritaskan dengan relaksasi agar lebih berkonsentrasi.
  2. Examination/writing exercise , tahap ini merupakan tahap inti dari terapi menulis, individu mulai diminta untuk menuliskan perasaan mereka secara ekspresif tentang situasi tertentu. Sesi ini dapat di ulang dengan topik muhasabah yang lain, dan dapat berganti topik setiap harinya.
  3. Juxtaposition/Feedback, tahap ini disebut juga sebagai tahap refleksi. Pada tahap ini individu diminta untuk membaca kembali tulisan mereka dan mewujudkan perasaan mereka kembali. Tujuan tahap ini adalah sebagai refleksi dan va lidasi atas perasaan-perasaan yang muncul dalam tulisan.
  4. Aplikasi untuk diri sendiri, tahap ini adalah tahap terakhir pada sesi penulisan ekspresif. Pada tahap ini fungsi kognisi individu mulai diaktifkan kembali, setelah pada tahap-tahap sebelumnya emosi individu yang lebih dieksplorasi. Individu mulai diminta untuk mengintegrasikan pengetahuan dan nilai-nilai yang mereka miliki dengan pengalaman emosional mereka untuk mencari tahu apa saja yang perlu diubah atau diperbaiki dan dipertahankan.

Kedua; Reflective Writing adalah sesi pada terapi menulis yang berisi refleksi dan evaluasi atas proses Expressive Writing yang telah dilakukan:

  1. Tahap Reflective Writing ini bertujuan untuk merekam apa yang telah dituangkan pada proses Expressive Writing yang telah dilakukan sebelumnya.
  2. Metode reflektif ini dapat digunakan sebagai penguat ataupun pengunci proses terapi menulis yang telah dilakukan. Individu dapat diminta untuk menuliskan sesuatu atau teks terkait pengalaman mereka tentang terapi menulis yang telah mereka lakukan, misalkan merasa lega dan tenang setel ah melakukan proses penulisan xpressive .
  3. Penggabungan tahap Expressive Writing dan Reflective Writing pada terapi menulis ini menjadi bentuk katarsis dan rekonstruksi kognitif yang menjadi sangat efektif untuk menurunkan tingkat stres. Baik stress yang diakibatkan oleh pengalaman tidak menyenangkan di masa lalu maupun disebabkan oleh stressor yang sedang terjadi saat ini, bahkan ketakutan dan kekhawatiran akan masa depan.

Lantas Pertanyaannya bagaimana Terapi Menulis dapat dikatakan Sebagai Media Muhasabah? Hal ini dikarenakan muhasabah dapat dijadikan sebagai teknikdalam psikoterapi dan konseling berlandaskan tasawuf (Subhi,2020). Langkah-langkah dalam terapi menulis pada kajian ini dikombinasikan dengan indikator muhasabah oleh Salleh&Khafidz (2017:130) sebagai berikut:

  1. Mengevaluasi aktifitas yang telah dilakukan tubuh. Seorang yang bermuhasabah akan melakukan evaluasi terhadap seluruh kegiatan dan aktifitas tubuhnya setiap hari. Seperti bagaimana lisannya, pendengarannya, serta aktifitas tangan dan kakinya, termasuk apakah aktifitas tubuhnya dilakukan untuk hal-hal baik atau buruk.
  2. Melihat dosa-dosa yang lalu. Seorang muslim juga bermuhasabah dengan menghayati berbagai kes alahan dan dosa-dosa masalalu yang telah dilakukan. Dengan menghayati hal tersebut diharapkan akan memberikan dorongan dan motivasi untuk melakukan perubahan.
  3. Mengevaluasi ibadah fardhu. Ciri utama muhasabah yang dilakukan seorang muslim adalah dengan mengevalusi kualitas dan kuantitas ibadah atau disebut juga dengan muhasabah ke atas diri sendiri (muhasabah al-nafs).
  4. Menghayati nikmat yang Allah berikan. Seseorang Muslim perlu bermuhasabah terhadap berbagai nikmat yang telah Allah berikan. Menurut Ibnu Qayyim nikmat yang akan ditanyakan pada hari kiamat adalah nikmat melalui jalan yang halal dan nikmat melalui jalan yang haram. Kenikmatan baik melalui jalan yang halal maupun haram akan memunculkan rasa puas, namun kenikmatan yang diperoleh melalui jalan yang halal akan memiliki durasi emosi positif yang lebih panjang karena memunculkan perasaan tenang dan rasa syukur atas karunia Allah.

artinya, menulis bermanfaat sebagai sarana untuk mereduksi stres dan cemas. Setelah mengungkapkannya, individu diharapkan menjadi lebih sehat secara fisik, membantu menjernihkan pikiran, memperbaiki perilaku dan mengelola emosi. Yu nulis…. Jadikan sebagai sarana perbaikan diri, introspeksi diri, dan keyakinan akan perbuatan hisab terhadap diri sendiri sebelum hisab dilakukan oleh Allah SWT.

Wallahu A’lam Bishowab,

Penulis:

Ahmad Rusdiana, Pegiat Rumah Baca Tresna Bhakti, Penulis buku: Manajemen Pengembngan Human Capital; Pengembangan Organisasi Lembaga Pendidikan. Kewirausahaan Teori dan Praktek; Manajemen Kewirausahaan Pendidikan; Pengembangan Perencanaan Pendidikan; Manajemen SDM Pendidikan. .Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Pendidik, Peneliti, dan Pengabdi; Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al Misbah Cipadung Bandung yang mengembangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 70 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK TPA Paket AB C. Pegiat Rumah Baca Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kecamatan. Kabupaten Panawangan. Ciamis Jawa Barat. Karya Lengkap sd. Tahun 2022 dapat di akses melalui: (1) http://digilib.uinsgd.ac.id/view/creators. (2) https://www.google.com/search? q=buku+a.rusdiana+shopee&sumber (3) https://play. google.com/store/books/author?id.

Total
0
Shares
Previous Article

Bersama Nakes, Babinsa Koramil 07/Mapurujaya Kunjungi Anak Asuh Stunting

Next Article

Satgas Yonif Mekanis 203/AK Terus Aktif Menjalin Silaturahmi Dengan Masyarakat Kampung Ambrigime

Related Posts