Oleh: Ahmad Rusdiana
Tidak dapat dipungkiri munculnya radikalisme dari sisi agama disebabkan karena dua faktor yaitu faktor internal dari dalam umat Islam karena adanya penyimpangan norma agama dengan pemahaman agama yang totalistik sempit dan formalistik yang kaku dalam memahami konsep agama. Paham ini memandang agama dari satu arah yaitu tekstual ,tanpa melihat dari sumber lain. berasal dari kondisi eksternal diluar umat Islam yang menjadi pendukung untuk melakukan penerapan syari`at Islam dalam pengiriman-pengiriman kehidupan. Pada awal penyebaran Islam di Nusantara oleh para wali songo, situasi damai dan kondisi toleransi terjadi melalui interaksi keragaman budaya kehidupan lokal, bahkan pada masanya islam dapat hidup damai berdampingan dengan umat lain dan kepercayaan lain Pada masa pasca kemerdekaan RI separatisme mengatasnamakan Islam mulai terlihat melalui gerakan pemberontakan yang terjadi seperti Kartosuwiryo tahun 1950 dengan nama DI/TII. Belakangan ini karena faktor kontigensi yang ada bermunculanlah sekte, aliran, dan mazhab baru yang mengatasnamakan Islam berkembang pesat sesuai dengan latar belakang kebudayaan dan kondisi lingkungan pendukung didaerah penganutnya (Asrori 2015).
Paham radikalisme berkembang di Indonesia menurut Khammami (2002), disebabkan oleh tiga faktor diantaranya: Pertama;Perkembangan global bahwa kelompok radikal menjadikan situasi di Timur Tengah sebagai inspirasi untuk mengangkat senjata dan aksi teror atas dasar penderitaan sesama muslim. Kondisi di Afghanistan, pencaplokan Palestina oleh Zionis, Irak, Yaman, Syiria, dan sebaliknya dipandang sebagai campur tangan kerjasama Amerika Israel dengan bantuan blok pendukungnya. Kedua; Kian tersebar luasnya paham Wahabi yang mengagungkan budaya Islam ala Arab yang menghancurkan. Wahabisme dianggap bukan sekedar aliran, pemikiran, atau ideologi, melainkan mentalitas yang membuat batas kelompok yang sempit dari kaum muslimin sendiri, sehingga dengan mudah mereka mengatakan diluar kelompok mereka yang berbeda sikap, pandangan dan pemikiran adalah kafir, musuh, dan wajib diperangi. Ketiga; Kemiripan keadilan sosial. Kondisi ini tidak berpengaruh langsung terhadap merebaknya aksi radikalisme, namun perasaan termarjinalkan adalah hal utama yang kemungkinan membuat keterkaitan yang kuat antara kehancuran yang terjadi dan radikalisme laten. kondisi seperti itu menjadi persemaian subur bagi radikalisme dan terorisme; dan keempatPerubahan tatanan sosial dan politik yang tidak sepaham dengan kelompok radikalis”. Ideologi baru yang dianut lebih keras dan tidak mengenal toleransi, karena banyak dipengaruhi oleh pemikiran mazhab Muhammad bin Abdul Wahab atau Wahabi yang saat ini menjadi ideologi resmi pemerintah Arab Saudi. namun perasaan termarjinalkan adalah hal utama yang kemungkinan membuat keterkaitan yang kuat antara kemiskinan yang terjadi dan radikalisme laten. kondisi seperti itu menjadi persemaian subur bagi radikalisme dan terorisme; dan keempatPerubahan tatanan sosial dan politik yang tidak sepaham dengan kelompok radikalis”. Ideologi baru yang dianut lebih keras dan tidak mengenal toleransi, karena banyak dipengaruhi oleh pemikiran mazhab Muhammad bin Abdul Wahab atau Wahabi yang saat ini menjadi ideologi resmi pemerintah Arab Saudi. namun perasaan termarjinalkan adalah hal utama yang kemungkinan membuat keterkaitan yang kuat antara kemiskinan yang terjadi dan radikalisme laten. kondisi seperti itu menjadi persemaian subur bagi radikalisme dan terorisme; dan keempatPerubahan tatanan sosial dan politik yang tidak sepaham dengan kelompok radikalis”. Ideologi baru yang dianut lebih keras dan tidak mengenal toleransi, karena banyak dipengaruhi oleh pemikiran mazhab Muhammad bin Abdul Wahab atau Wahabi yang saat ini menjadi ideologi resmi pemerintah Arab Saudi.
Mengatasi radikalisme Islam di Indonesia semakin mengakar menjadi besar karena pendukungnya semakin meningkat (Asrori 2015), akibat politik konstelasi, lambat laun konsep radikalisme di Indonesia berbeda tujuan serta tidak memiliki pola yang seragam. Paham radikalisme di Indonesia ada yang sekadar memperjuangkan implementasi syari’at Islam tanpa keharusan mendirikan negara Islam, namun ada pula paham yang memperjuangkan berdirinya negara Islam Indonesia. Selain itu paham ini memperjuangkan pendiriannya paham kekhalifahan yang salah arti dengan menggunakan pola organisasi beragam (Turmudi 2005).
Usaha deradikalisasi dan solusi untuk mengatasi masalah radikalisme di Indonesia terus dilakukan, Berdasarkan pandangan Al-Qardhawi (1986), bahwa solusi untuk mengatasi masalah radikalisme dengan beberapa cara: Pertama; menghormati aspirasi kalangan Islamis radikalis melalui cara-cara yang dialogis dan demokratis; kedua memperlakukan mereka secara manusiawi dan penuh persaudaraan; Ketiga; Tidak melawan mereka dengan sikap yang sama ekstrem dan radikal, keduanya harus ditarik ke posisi moderat agar berbagai kepentingan dapat dikompromikan; Keempat; masyarakat diberi kebebasan berpikir agar terwujud dialog yang sehat dan saling mengkritik yang konstruktif sehingga berdampak empatik antar aliran; Kelima; Menjauhi sikap saling mengkafirkan dan tidak membalas pengkafiran dengan pengkafiran; Keenam mempelajari agama secara benar sesuai dengan metode yang telah ditentukan oleh para ulama Islam dan mendalami esensi agama agar menjadi muslim yang bijaksana tidak hanya literasi tanpa bimbingan. Ketujuh; Tidak menjadi seorang Islam secara parsial dan reduktif dengan mempelajari esensi tujuansyariat maq-a.sid syar-iah .
Pemerintah Indonesia melakukan kontra radikalisasi untuk mencegah masyarakat dari paparan paham radikal. Pemerintah juga membuat empat penjarah orang yang rawan paparan radikalisme. Hal tersebut termaktub dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2019 tentang Pencegahan Tindak Pidana Terorisme dan Perlindungan Terhadap Penyidik, Penuntut Umum, Hakim dan Petugas Pemasyarakatan. Dalam PP tersebut diatur langkah-langkah pencegahan terorisme.
Masduqi (2013) menyarankan agar Pendidikan mengajarkan agama Islam yang terinfiltrasi oleh paham radikal: (1) Perlu dilakukan reorientasi ke arah yang sesuai dengan semangat Islam yang melarang saling menghargai dan persaudaraan. (2) Perencanaan tentang konsep pendidikan Islam yang seimbang dengan penerapan prisnsip “ Hablum minallah-hablum minannas” toleran, inklusif, humanis dan multikulturalis yang melarang kasih saying sesama makhluk ciptaan Tuhan, kesantunan, menghornati orang lain, (3) Kerukunan harus dimulai sejak pendidikan dasar, sehingga dimasa mendatang pastinya dapat mendorong terwujudnya keharmonisan dalam bernegara.
Penulis:
Ahmad Rusdiana, Pegiat Rumah Baca Tresna Bhakti, Pengampu mata kuliah manajemen Kewirausahaan pendidikan; Penulis buku: Kewirausahaan Teori dan Praktek; Manajemen. Manajemen Kewirausahaan Pendidikan; Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Pendidik, Peneliti, dan Pengabdi; Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al Misbah Cipadung Bandung yang mengembangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 70 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK TPA Paket AB C. Pegiat Rumah Baca Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kecamatan. Kabupaten Panawangan. Ciamis Jawa Barat. Karya Lengkap sd. Tahun 2022 dapat di akses melalui: (1) http://digilib.uinsgd.ac.id/view/creators. (2) https://www.google.com/search? q=buku+a. rusdiana+shopee&sumber (3) https://play. google.com/store/books/author?id.***ry