IEDUL FITRI:Momentum Evaluasi Diri Capaian Ramadhan

Oleh : H.Ahmad Rusdiana

( Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN SGD Bandung)

TAK TERASA, waktu berjalan begitu cepatnya, kita baru saja berpisah dengan bulan Ramadhan. Sekarang ini kita sudah berada pada 1 Syawal. Idul Fitri menandakan berakhirnya waktu puasa Ramadhan dan diartikan sering diartikan juga sebagai hari kemenangan. Makna spiritual yang terdapat di dalamnya selain refleksi dan kegembiraan, Idul Fitri juga sebagai waktu untuk amal, yang dikenal sebagai Zakat al-Fitr. Idul Fitri dimaksudkan sebagai waktu sukacita dan penuh berkah bagi seluruh umat Muslim dan waktu untuk membagikan harta kekayaan seseorang kepada mereka yang tidak mampu agar turut berbahagia di hari raya. Ramadhan telah pergi, dan kita tak pernah tahu, apakah akan berjumpa lagi dengannya di tahun berikutnya atau tidak. wallahu a’lam.

Hari raya ini merupakan hari raya kemenangan dimana umat muslim merayakannya dengan kembali “buka puasa” atau makan. Itulah mengapa salah satu sunnah sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri adalah makan atau minum walaupun sedikit. Hal ini untuk menunjukkan bahwa hari raya Idul Fitri 1 Syawal itu waktunya berbuka dan haram untuk berpuasa.

Sering kali, banyak orang yang terlena dengan makna Idul Fitri. Tak sedikit orang yang membeli baju atau barang baru atau menyediakan makanan yang banyak. Memang, tak ada salahnya seperti itu.

Namun, kita sebagai umat muslim tidak seharusnya berlebihan. Bagaimanapun juga, sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memaknai Idul Fitri sungguh-sungguh. Bukan soal banyaknya makanan yang kita punya di hari raya ini, melainkan berapa banyak bantuan yang kita beri untuk mereka yang kekurangan. Dan Bukan pula soal barang atau baju baru dan mewah, melainkan seberapa bersihnya hati kita untuk mau memaafkan orang lain. Untuk kalian yang ingin bisa berbagi dengan orang yang tidak seberuntung kamu di hari raya, jangan lupa menyisihkannya.

Karena itu, Idul Fitri juga dapat dimaknai sebagai hari kemenangan di mana umat Muslim bahagia merayakannya dengan buka puasa atau makan. Hal ini juga yang membuat Idul Fitri termasuk dalam hari-hari yang dilarang untuk berpuasa. Selain menjadikan momen Idul Fitri sebagai hari kemenangan, hendaknya seorang Muslim memanfaatkannya untuk memperbaiki dan menyucikan diri dari dosa yang telah dilakukan.

Layaknya sebuah program Puasa ramadhan merupakan program tahunan Allah SWT. evaluasi, mesti dlikakukan dilakukan baik secara material maupun spiritual, artinya evaluasi/pengawasan tidak hanya mengedepankan hal-hal yang bersifat materil saja, tetapi juga mementingkan hal-hal yang bersifat spiritual.

Hal ini yang secara signifikan membedakan antara pengawasan dalam konsep Islam dengan konsep sekuler yang hanya melakukan pengawasan bersifat materil dan tanpa melibat Allah Swt., sebagai pengawas utama. Evaluasi Pengawasan bersifat material dan spiritual, monitoring bukan hanya manajer, tetapi juga Allah Swt. Pengawasan evaluasi merupakan salah satu dari fungsi manajemen.

Ilmu Manajemen diperlukan agar tujuan yang hendak dicapai bisa diraih dan efisien serta efektif. Banyak ayat dalam Al-Quran yang menjelaskan tentang pentingnya manajemen. Di dalam Islam, fungsi pengawasan/Evaluasi dapat terungkap pada ayat-ayat di dalam al Qur’an surat Al-Shof ayat 61:

Artinya: “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. Al-Shof ayat [61]:3).

Ayat tersebut memberikan ancaman dan peringatan terhadap orang yang mengabaikan evaluasi pengawasan terhadap perbuatannya. Selain ayat tersebut, terdapat beberapa ayat yang menjelaskan tentang pengawasan antara lain dalam QS.Al-Sajadah, ayat 5; “Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun menurut perhitunganmu” (QS.Al-Sajadah [32]:5).

Kandungan ayat di atas menjelaskan bahwa Allah swt adalah pengatur alam. Keteraturan alam raya ini, merupakan bukti kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini.

Namun, karena manusia yang diciptakan Allah swt telah dijadikan sebagai khalifah di bumi, maka dia harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana Allah mengatur alam raya ini. Sejalan dengan kandungan ayat tersebut, manajemen merupakan sebuah proses pemanfaatan semua sumber daya melalui bantuan orang lain dan bekerjasama dengannya, agar tujuan bersama bisa dicapai secara efektif, efesien, dan produktif

Ajaran Islam sangat memperhatikan adanya bentuk evaluasi pengawasan terhadap diri terlebih dahulu sebelum melakukan pengawasan terhadap orang lain. Hal ini antara lain berdasarkan hadits Rasulullah Saw sebagai berikut:

Artinya: Periksalah dirimu sebelum memeriksa orang lain. Lihatlah terlebih dahulu atas kerjamu sebelum melihat kerja orang lain. (HR. Tirmidzi: 2383).

Selain itu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani bahwasanya Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai orang yang jika melakukan suatu pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat, terarah, dan tuntas)”.

Tujuan melakukan pengawasan, pengendalian dan koreksi adalah untuk mencegah seseorang jatuh terjerumus kepada sesuatu yang salah. Tujuan lainnya adalah agar kualitas kehidupan terus meningkat. Inilah yang dimaksud dengan tausiyah, dan bukan untuk menjatuhkan.

Fungsi manajerial pengawasan adalah untuk mengukur dan mengkoreksi kerja bawahan untuk memastikan bahwa tujuan organisasi dan rencana yang didesain sedang dilaksanakan. Ar-riqobah atau proses evaluasi pengawasan merupakan kewajiban yang terus menerus harus dilaksanakan, karena pengawasan merupakan pengecekan jalannya planning dalam organisasi guna menghindari kegagalan atau akibat yang lebih buruk.

Dalam menjalani Ramadhan, setidaknya ada tiga kelompok jenis manusia yang perlu dievaluasi antara lain:

Kelompok Yang pertama; adalah orang yang mengerti dan memenuhi hak-hak Ramadhan sebagaimana mestinya; Mereka puasa di siang harinya, beribadah di malam harinya, dan makan dari harta yang halal, menjauhi kemaksiatan yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka bersungguh-sungguh beribadah dengan tujuan meraih ridla Allah subhanahu wa ta’ala. Mereka adalah orang-orang yang pagi ini mendapatkan upah atas segala jerih payah yang mereka kerahkan.

Kelompok orang dari jenis yang pertama ini adalah ahlullah. Mereka akan menjadi orang spesial di hadapan Allah pada waktu bumi ini sudah diganti bukan berbentuk bumi, langit sudah berganti tidak sebagaimana langit yang kita saksikan, dunia ini sudah rusak luluh lantak, di mana para manusia telah memasuki era baru akhirat. Hasil tanaman amal-amal hamba mulai ditampakkan, peluh keringat ibadah mereka selama di dunia akan dibayar gajinya dengan ganjaran yang berlipat ganda.

Artinya: “Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung.” (QS Ali Imran [3]:185).

Orang-orang yang beriman, menjalani puasa dengan baik, kelak akan tampak riang gembira, bersuka cita, menikmati anugerah yang begitu agung yaitu bisa memandang Allah subhanahu wa ta’ala:

Wajah-wajah pada hari itu (hari kiamat) ada yang berseri-seri.“Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (QS Al-Qiyamah 22-23)

Pada hari itu pula para malaikat gembira melihat orang-orang mu’min, mereka masuk ke surga dari semua pintu-pintu yang disediakan atas buah kesabaran mereka menahan hawa nafsu makan, minum, dan maksiat lain di bulan Ramadhan serta mereka juga sabar menjalankan ibadah malam dan ibadah lain, sehingga atas kesabaran mereka, dikatakan:

Artinya: “Malaikat-malaikat itu mengucapkan (Kesejahteraan buat kalian) yakni pahala ini (berkat kesabaran kalian) sewaktu kalian di dunia (maka alangkah baiknya tempat kesudahan ini) akibat dari perbuatan kalian itu.” (QS Ar-Ra’d [13] : 24

Dalam sebuah hadits, Rasulullah menyatakan, di dalam bulan Ramadhan ada lima hal yang tidak pernah diberikan kepada satu umat pun sebelum Nabi Muhammad yaitu pada malam pertama Ramadhan, Allah memandang kepada semua umat Muhammad. Barangsiapa pernah dipandang oleh Allah, tidak pernah disiksa selamanya.

Kedua, mulut orang yang berpuasa ketika memasuki sore hari, baunya secara hakikat, menjadi lebih harum daripada minyak kasturi. Ketiga, setiap sehari semalam, selama Ramadhan, para malaikat memintakan ampunan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Keempat, Allah bersabda kepada surga, “Persiapkan tempatmu, hiasilah dirimu dengan perhiasan yang indah untuk hamba-Ku yang meluangkan diri meninggalkan kerepotan atau hiruk pikuk duniawi, kemudia sibuk menuju kepada kemurahan-Ku.”

Dan ini yang paling penting, Hadirin. Yang kelima, pada malam terakhir bulan Ramadhan, Allah mengampuni dosa mereka semua. Mendengar Rasulullah menyatakan tentang pengampunan dosa ini, salah satu sahabat lalu bertanya kepada Bagindà Rasul
Apakah karena mereka memperoleh malam lailatul qadar, Ya Rasul?

Rasul menjawab: “Bukan, apakah kamu tidak melihat para karyawan yang sedang bekerja?Ketika mereka telah menyelesaikan tugas mereka, tentu mereka akan mendapatkan gajian. (Syu’abul Iman: 3331).

Pada intinya, sebagaimana disebutkan dalam Al-Quràn

Artinya: “Tak seorang pun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.” (QS As-Sajdah [32]:17).

meyakini bahwa Allah maha pengampun, Allah akan mengampuni mereka.

Dosa yang sangat besar adalah apabila ada orang bermaksiat kepada Allah namun motifnya ia sombong kepada Allah, tidak mau merunduk dan mengakui kesalahannya kepada Allah, padahal nyata-nyata yang ia kerjakan adalah kesalahan, dosa yang seperti ini sangat berbahaya. Berbeda apabila dalam hati kecil selalu merasa bersalah, namun terkadang tergelincir secara berulang-ulang dan meminta ampun, gelisah, menyesal dan bertobat terus, walaupun berulang, akan diampuni Allah, karena memang manusia tempatnya kelemahan. Ia tidak bisa membentengi pribadinya masing-masing secara seratus persen. Masing-masing sesuai dengan kekuatan iman yang tidak sama.

Allah Swt.berfirman:

Artinya: “Katakanlah Wahai Muhammad ‘Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira” (QS Yunus [10]:85).

Apabila di antara kita ada yang tidak memenuhi Ramadhan dengan sebaik-baiknya, marilah kita bermunajat kepada Allah, memohon ampun kepada Allah, semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita.

Sebagai konskwensinya, secara syariat, apabila ada yang meinggalkan puasa, seharusnya puasa yang ditinggalkan untuk di-qadla atau diganti puasa pada hari yang lain. Sejatinya “Idul Fitri adalah waktu untuk memperbaiki, memaafkan dan merenung/mengevaluasi. Selamat merayakan hari yang Fitri. Mari jadikan momentum hari kemenangan ini untuk menjadi insan yang semakin baik dalam ketaatan.”

Mari kita berdoa, semoga Allah senantiasa memberikan bimbingan, taufiq, hidayah serta inayah-Nya supaya kita dan keluarga kita selalu menjadi orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, pada puncaknya, kelak saat kita akan menghadap Allah sang Pencipta, kita akan meninggalkan dunia ini dengan husnul khatimah, amin.( wallahu a’lam bishowwab)****

(Artikel ini, intisari khutbah Idul Fitri 1444 H,Sabtu,22 April 2023)

Total
0
Shares
Previous Article

Berantas Malaria Satgas Yonif 143/TWEJ Lakukan Fogging Di Kampung Pedalaman Papua

Next Article

Ema: Idul Fitri, Momentum Memperbaiki Diri

Related Posts