Oleh: A.Rusdiana
(Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN SGD Bandung).
Perlu kita ketahui bersama bahwa kebahagiaan dunia dan akhirat sangat bergantung kepada kesehatan dan kejernihan hati. Hal itu sangat bergantung kepada keyakinan kepada Allah, sifat-sifat terpuji di dalamnya, serta sebe rapa jauh ia dari sifat-sifat tercela yang biasa bersarang di dalamnya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran yang merupakan petikan dari doa Nabi Ibrahim.
Artinya, “Janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan. (Yaitu) pada hari ketika tidak berguna (lagi) harta dan anak-anak. Kecuali, orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih,” (QS As-Syu’ara[26]:87-89).
Melalui ayat di atas jelas sekali bahwa orang yang selamat di akhirat adalah orang yang membawa hati yang bersih. Bersih dari kesyirikan kepada Allah, bersih dari sifat-sifat tercela, serta bersih dari berbagai penyakit hati. Selain itu, hati yang bersih juga merupakan sarana untuk meraih ketenangan dan kelapangan hati. Maka “kunci meraih ketenangan dan kelapangan hati” hati inilah yang akan menjadi pembahasan kita pada kesempatan ini. Hal ini menjadi penting bagi kita, jamaah sekalian. Mengingat tampaknya masih banyak saudara kita yang hidup serba kecukupan, bahkan bergelimang harta, namun hatinya tidak tenang. Hatinya sempit dan tidak lapang.
Menurut para ulama berdasarkan dalil-dalil yang dijadikan rujukannya, setidaknya ada lima kunci meraih ketenangan dan kelapangan hati, diantaranya:
Pertama, yang menjadi kunci utama ketenangan dan kelapangan hati adalah taat kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. Sebagaimana kita ketahui, taat kepada Allah merupakan salah satu sifat orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Sementara orang yang beriman dan bertakwa sangat dicintai oleh Allah. Apa pun hajat dan keinginannya akan dipenuhi. Apa pun masalah yang dihadapinya akan diberikan jalan keluar. Bahkan ia akan dilimpahi rezeki dari jalan yang tak disangka-sangka. Termasuk hatinya akan selalu dilapangkan di setiap keadaan. Firman Allah mengenai jaminan-Nya bagi orang-orang yang bertakwa.
Artinya, “Siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya dan menganugerahkan kepadanya rezeki dari arah yang tidak dia duga,” (QS. Ath-Thalaq [65]: 2-3).
Itulah janji Allah bagi siapa pun hamba-Nya yang bertakwa kepada-Nya. Bukankah itu merupakan penenang dan pelapang hati?
Kedua, kunci penenang dan pelapang hati yang kedua adalah berdzikir dan selalu mengingat Allah Dzat yang maha menciptakan. Bahkan, lebih luas lagi, selain dzikir dengan asma dan sifat-sifat-Nya, kategori dzikir disini mencakup dzikir mengingat kekuasaan, ciptaan, dan aturan-aturan-Nya, ancaman-ancaman-Nya, serta tanda-tanda kebesaran-Nya.
Selain menjadi sebab turunnya ketenangan hati, dzikir mengingat Allah juga menjadi sebab selamatnya diri dari melanggar larangan-larangan-Nya. Bayangkan saat kita berkeinginan untuk melakukan maksiat kepada Allah, kemudian segera mengingat Allah, niscaya kita akan mengurungkan keinginan itu. Pasalnya kita merasa takut terhadap siksa dan ancaman-Nya. Alangkah baiknya dan memang semestinya hati kita selalu mengingat Allah. Kapan pun dan di mana pun. Baik dzikir dengan lisan, dengan hati, maupun dengan keduanya. Baik secara jahar atau suara keras maupun secara sirr atau suara pelan. Jaminan Allah jelas, bagi orang yang selalu berdzikir kepada Allah, sebagaimana fiman-Nya dalam Al-Qur’an:
Artinya, “Ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram,” (QS. Ar-Ra’du [13]:28).
Ketiga:untuk meraih ketenangan dan kelapangan hati adalah bertaubat dan berserah diri kepada Allah. Setiap manusia pasti berbuat dosa dan kesalahan. Obatnya adalah bertaubat kepada Allah. Orang yang berdosa kemudian bertaubat ibarat orang yang kotor kemudian mandi. Hal itu harus segera dilakukan, jangan menunggu dosa itu berkarat dan berakibat mengeraskan hati.
Selain bertaubat, jika kita ingin di lapang hati harus berserah diri kepada Allah. Apa pun yang datang dari-Nya, kita terima dengan keikhlasan. Berprasangka baiklah kepada Allah. Sebab, di balik sesuatu yang kurang kita senangi, sesungguhnya ada rahasia besar dan kebaikan yang hendak Allah berikan. Ingatlah apa pun yang diberikan Allah kepada hamba-Nya pasti baik. Sebab, kurang baik itu hanya menurut pandangan mata kita. Jaminan Allah, jelas bagi orang yang tawakal dan selalu berserah diri kepada-Nya.
Artinya, “Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-Nya.” (QS Ath-Thalaq [65]:2-3).
Walhasil, setiap kita sudah berbuat lalai atau berbuat dosa, segera akhiri dengan taubat. Setidak-tidaknya dengan istighfar. Setiap kita menerima ujian atau hasil yang kurang sesuai dengan harapan segera serahkan kepada Allah. Berusahalah lebih keras lagi. Lebih sering lagi berdoa dan memohon kepada-Nya. Adapun hasilnya terserah Allah. Syukurilah setiap apa yang sudah Allah berikan kepada kita. Besar ataupun kecil. Sebab, dengan syukur, nikmat Allah akan ditambah. Dengan berserah, hidup menjadi ringan tanpa beban.
Ibnu Athaillah pernah berpesan, “jangan pernah memikirkan sesuatu yang sudah dijamin oleh Allah. Sebab, itu bukan urusan hamba. Dipikirkan pun hanya akan membuat beban”. Hamba hanya berusaha dan berdoa. Hasilnya terserah Allah. Jika kita sudah berkeyakinan demikian, niscaya hati akan tenag dan lapang.
Keempat: penenang hati adalah memperdalam ilmu Allah. Tak bisa disangkal, sempitnya hati kita akibat kurangnya ilmu Allah dalam hati kita. Maka salah satu kunci penting meraih ketenangan hati adalah mendalami ilmu-ilmu-Nya. Sebab, dengannya hati kita akan tenang dan terang dari gelapnya kebodohan. Karena itu, selagi ada waktu, tuntutlah ilmu Allah. Perdalamlah ilmu Allah, niscaya hati kita akan lapang dan terang. Ingatlah ilmu itu cahaya yang selalu menerangi pemiliknya sekaligus menuntunnya ke jalan keselamatan.
Kelima: ketenangan hati adalah selalu menolong sesama. Sebagaimana hadis yang sudah disampaikan dalam muqadimah khutbah di atas, orang yang selalu menolong kesulitan orang lain, maka akan ditolong oleh Allah. Siapa saja yang membukakan kesulitan sesama muslim, maka Allah akan menghilangkan kesulitannya pada hari Kiamat. Bukanlah ketika mendapat pertolongan orang lain, hati kita menjadi senang? Maka itu pula yang dialami orang lain saat ditolong oleh kita. Maka mulai dari sekarang, perbanyaklah membantu orang lain. Niscaya kita akan mendapat pertolongan Allah. Mari simak kembali sabda Rasulullah saw.
Artinya, “Siapa saja yang menolong kebutuhan saudaranya, maka Allah akan menolong kebutuhannya. Siapa saja yang membukakan kesulitan sesama muslim, maka Allah akan membukakan satu kesulitannya pada hari Kiamat.” (HR. Ahmad).
Menebar kebaikan, jalan itulah kebaikan yang akan kembali kepada kita. Tolonglah orang lain, niscaya kita akan mendapat pertolongan. Bukalah kesulitan orang lain, niscaya kesulitan kita?, pada hari kiamat akan dibukakan oleh Allah.
Sebab itu lah, hadirin, mari kita mantapkan ketaqwaan kepada Allah swt, dibarengi dengan selalu berdzikir dan bertaubat, disistai dengan selalu menolong sesama. Dengan itu pula, semoga kita termasuk orang-orang yang senantiasa mendapat pertolongan Allah serta di akhirat kelak kita termasuk hamba-hamba yang mewarisi surga-Nya. Amin ya rabbal ’alamin.
*(Artikel merupakan esensi khutbah Jumat,12 Mei 2023)