Pesan dari Ende untuk Bangsaku

Jakarta – ekpos.com – Bupati Kabupaten Ende, Drs. Jafar Ahmad, M.Si mengapresiasi pelaksanaan webinar “Pesan Dari Ende untuk Bangsaku” yang diselenggarakan Komunitas Ana Kota Ende (Anakonde) dalam rangka menyambut Hari Kelahiran Pancasila, 1 Juni.

Bupati mengharapkan, orang Ende diaspora dapat membantu mengkampanyekan pentingnya Kota Ende dalam proses lahirnya Pancasila dan berharap agar ke depan pelaksanaan peringatan 1 Juni sebagai Hari Lahirnya Pancasila harus tetap dilakukan di Ende.

“Terkait rumah pembuangan Bung Karno serta situs Pohon Sukun sebagai tempat perenungan selama Bung Karno di Ende saat telah menjadi destinasi wisata yang ramai dikunjungi,” kata Drs. Jafar Ahmad, M.Si, Senin (29/5).

Bupati Ende mengharapkan, Anakode ikut membantu memperjuangkan agar Ibu Inggit, istrinya Bung Karno diangkat menjadi pahlawan nasional mengingat perjuangan serta pengorbanannya mendampingi Bung Karno selama di pembuangan.

Terkait aktivitas yang dilakukan oleh Bung Karno selama periode di Ende sejak 1934 -1938, Dr. Asep Salahudin, M.A. sebagai cendekiawan Muslim memberikan catatan terkait isi “duabelas surat” yang dikirimkan Bung Karno kepada A. Hassan (Ketua Perhimpunan Islam di Bandung). Dalam pandangan Kang Asep, selama di Ende Bung Karno justru menjadi lebih islami karena secara rutin melakukan pengajian dan menghabiskan waktu untuk membaca kitab-kitab yang dikirim oleh sahabatnya A. Hassan dari Bandung.

“Sekalipun demikian, Bung Karno tetap kritis dan menolak praktik-Islam yang dalam pandangan Bung Karno kolot dan kaku. Bung Karno menginginkan Islam yang inklusif, terbuka, tanggap dengan perubahan termasuk menerima kemajuan,” kata Asep Salahudin.

Sebagai Pembina Lesbumi PWNU Jawa Barat dan mantan Staf Ahli BPIP (2017-2019), Asep Salahudin juga memberi apresiasi kepada peran Gereja Katolik Ende karena memberi ruang dan menjadi partner diskusi selama Bung Karno di Ende. Dalam interaksinya, Bung Karno mempelajari bagaimana spirit misionaris yang semuanya para pastor Eropa melakukan edukasi dan pelayanan kepada masyarakat di Ende.

“Bung Karno juga melakukan otokritik dengan mengajak para ulama untuk meniru apa yang dilakukan oleh para pastor di Ende. Pengalaman itulah yang membuat Bung Karno ketika di Bengkulu mendorong Muhammadiyah melakukan apa yang dikerjakan oleh para misionaris,” ungkapnya.

Sementara, Honing Sanny, S.H., M.H, aktivis sosial politik, berpandangan bahwa di Ende, Bung Karno “terlahir kembali” setelah menjadi “orang kalah” yang secara terbuka menuliskan empat buah surat kepada Belanda menyatakan menyerah dan tidak mau berpolitik karena siksaan selama berada dalam tahanan setelah keluar dari penjara Sukamiskin.

“Kenyataan itulah yang membuat Bung Hatta menulis dalam Daulat Rakyat dengan nada kecewa yang mengatakan bahwa siakpnya itu meresahkan seluruh gerakan radikal; bahkan di akhir tulisan menyebut Soekarno sudah mati,” kata Honing.

Meskipun dalam keterbatasan, lanjutnya, namun berkat keluwesan pergaulannya dengan kelompok gereja serta diskusi-diskusi gagasan yang bernas, menjadi endapan yang akhirnya meluap saat pidato tentang dasar negara dalam rapat BPUPK pada 1 Juni 1945 tentang Pancasila, yang menurut Bung Karno sendiri hasil refleksinya selama berada di Ende.

Selain menuliskan 12 surat terkait Islam, selama di Ende Bung Karno juga membuat duabelas tonil yang dipentaskan di Gedung Imaculata milik Gereja Katolik.

Terkait hal itu, Ahli Sastra dan Linguistik Universitas Udayana Bali, Dr. Maria Matildis Banda secara khusus membahas 12 tonil yang ditulis serta dipentaskan bersama Group Tonil Kelimutu, di mana Bung Karno juga sebagai sutradara dan pelatih. Secara umum disebutkan bahwa pementasan tonil efektif dipakai Bung Karno untuk mengekspresikan kehendak merdeka.

“Bila selama di Pulau Jawa Bung Karno membakar semangat massa dengan pidato politik yang menggelegar, di Ende dengan tonil Bung Karno melakukan edukasi terhadap masyarakat yang mayoritas kelas bawah yang sebagaian besar tanpa pendidikan,” kata Maria Matildis Banda.

Pada bagian lain, Pater Yosef Seran SVD, lebih memfokuskan pembicaraan terkait peran Gereja Katolik dalam memberi ruang kepada Bung Karno selama berada di Ende, yang secara rutin memberi kesempatan kepada Bung Karno untuk berkunjung membaca buku dan berdiskusi terkait spirit keinginan merdeka termasuk juga menerima masukan tentang hal-hal prinsip bernegara dari para pastor Eropa.

“Pertanyaan Pater Huijtink tentang bagaimana negara yang dicita-citakan mengingat Ibu Bung Karno yang Hindu dan berasal dari Bali. Juga bagaimana dengan orang Flores dalam negara menjadi refleksi serius bagi Bung Karno. Disebutkan juga bagaimana gereja Katolik memberi fasilitas Gedung Imaculata sebagai tempat Bung Karno mementaskan tonil,” ujar Pater Yosef Seran SVD.

Ditambahkannya, semua peristiwa terkait interaksi Bung Karno bersama gereja Katolik saat ini diabadikan dengan membangun “Serambi Bung Karno” di Ende.

“Apa Pesan Bangsa Indonesia untuk Ende?” tanya Pater Yosef Seran SVD.

Sebagai pembicara terakhir dalam rangkaian webinar, Rikard Bagun mantan Pemred Kompas sekaligus pengurus Yayasan Ende Flores yang melakukan renovasi besar atas situs-situs Bung Karno di Kota Ende, justru mengajukan pertanyaan retoris. Apa yang sudah Indonesia berikan untuk Ende?

Pada kesempatan itu, sebagai jurnalis senior, Rikard justru lebih banyak berbicara tentang masa depan dan mendorong generasi muda untuk mengembalikan Ende Flores sebagai pusat lahirnya gagasan-gagasan besar. Pancasila sebagai gagasan besar Bung Karno yang lahir dari perenungan selama di Ende harus juga dijadikan kekuatan agar ke depan lahir lagi gagasan-gagasan besar.

“Saya mengajak agar Anakonde untuk secara rutin melakukan diskusi-diskusi terkait isu-isu kebangsaan sekaligus mengapresiasi terselenggaranya webinar tentang Pancasila,” seru Rikard Bagun, yang juga anggota Dewan Pengarah BPIP.

Pada akhir webinar, Dr.Ing Ignatius Iryanto, senior Anakonde, pakar fisika quantum lulusan Jerman yang saat ini juga memiliki keahlian terkait peran CSR, menyusun rumusan singkat dari semua materi yang disampaikan oleh para pembicara. Rumusan tersebut sekaligus menjadi pesan dari webinar ini.

Sedangkan Ir. Bernadus Raldy Doy sebagai moderator sekaligus Ketua Panitia Acara Halalbihalal Komunitas Anakonde yang akan diadakan di Anjungan NTT pada 3 Juni 2023.

“Rumusan lengkap webinar akan disampaikan kembali oleh Bapak Ignatius Iryanto pada saat acara halalbihalal nanti yang akan dihadiri oleh banyak tokoh masyarakat asal Ende yang akan memberikan testimoni terkait toleransi di tengah keberagaman yang ada di Kota Ende,” pungkas Ir. Raldy Doy, mantan GM Humas tvOne. (Red).

Total
0
Shares
Previous Article

TNI AL Tingkatkan Pemahaman Ideologi Pancasila Untuk Prajurit dan Keluarga

Next Article

Upaya Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Papua, Satgas Yonif 143/TWEJ Lakukan Penanaman Bibit Kopi

Related Posts