Menyingkap 3 Spirit dalam Idul Adha

Oleh: A.Rusdiana

Salah satu dari bulan-bulan yang dimuliakan Allah adalah bulan Żulhijjah yang berarti ”bulan yang di dalamnya terdapat pelaksanaan ibadah Haji” atau dalam bahasa kita sering disebut dengan ”bulan Besar” karena di dalam bulan ini terdapat peristiwa besar. Kebesaran peristiwa itu ditandai dengan berkumpulnya jutaan umat Islam dari seluruh penjuru dunia di padang Arafah untuk melakukan wukuf, sebagai bagian dari rangkaian ibadah Haji. Para hujjāj (orang yang berhaji) berkumpul dalam ”Muktamar/Kongres Akbar” untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam menyempurnakan Rukun Islam.

Bagi kita yang tidak melaksanakan Haji disunahkan berpuasa. Karena puasa sunnah yang kita laksanakan itu dapat menghapus dosa-dosa kita satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang. Tidak hanya ibadah puasa yang sangat dianjurkan, bahkan ibadah apapun sangat dianjurkan dilaksanakan pada 10 hari pertama di bulan Żulhijjah ini misalnya sedekah, shalat, dan lain-lain sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:

Artinya: Tidak ada perbuatan yang lebih disukai oleh Allah, daripada perbuatan baik yang dilakukan pada sepuluh hari pertama di bulan Zulhijjah. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, walaupun jihad di jalan Allah? Sabda Rasulullah: Walau jihad di jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian kembali tanpa membawa apa-apa. (HR Bukhari)

Kemudian pada tanggal 10 Żulhijjah, hari ini dan 3 hari berikutnya 11, 12 dan 13 Żulhijjah, yang dikenal dengan hari Tasyriq, kita merayakan dan berada dalam suasana ʻIdul Adha ( عيد الاضحي ) atau ʻIdul Qurban ( عيد القربان ) atau ʻIdun Nahr ( عيد النحر ) yang ditandai dengan penyembelihan hewan qurban seperti sapi dan kambing. Gema takbir, tahlil, tahmid, dan taqdis membahana di jagad raya membebaskan rasa syukur kita kepada Allah empat hari ke depan.

Telah banyak hikmah yang disampaikan oleh para khatib dan dai terkait dengan ʻidul adha ini, mulai dari tentang ibadah haji, ibadah kurban, kesabaran dan ketaatan seorang ayah dan anaknya, dan lain-lain. Pada kesempatan khutbah ini khatib akan menyampaikan tema khutbah ʻIdul Adha yaitu “Spirit Qurban Wujudkan Kesalehan Sosial”. Ada beberapa hal yang perlu kita fahami bersama:

Pertama: Pemahaman umum di masyarakat kita selama ini yang hanya mengaitkan ibadah kurban sebagai kesalehan ritual yang sifanya transendental pribadi (Arab: hablum minallah) tentu tidak salah. Bagi kita umat Islam, berqurban dengan menyembelih hewan ternak merupakan salah satu bentuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah) di samping ibadah lainnya. Namun kalau hanya memahami Qurban sampai di dimensi ini maka pesan Islam sebagai agama yang peduli kepada sesama, sebagaimana disebutkan dalam Hadis Nabi ”sebaik-baik kamu adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain”-tidak akan terwujud.

Padahal makna dari ibadah qurban juga memiliki dimensi lain yaitu “dimensi kesalehan sosial” yang sifatnya komunal-konkret (Arab:hablum minannas). Pemaknaan akan dimensi sosial ini tergambar dari komponen pembagian daging hewan kurban kepada fakir miskin. Disini ditujukan untuk menimbulkan nuansa kepedulian kepada sesama. “Sayangnya pesan kedua ini tidak banyak dipikirkan oleh kebanyakan kaum muslim”. Faktanya, kebanyakan kaum muslim hanya terpaku pada pemberdayaan keimanan diri sendiri. Seolah-olah menjadi orang yang religius atau paling agamis, sudah dirasa cukup baginya. Namun sebagaimana Hadis di atas “bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang dapat bermanfaat bagi orang lain,” disini pemberdayaan masyarakat menjadi sebuah kata kunci disini.
Kedua: Maka Idul Adha ini sejatinya tak hanya sekadar untuk menyembelih hewan qurban, namun ia juga merupakan momentum untuk memberi dan berbagi sebagai simbol ketaqwaan dan penerapan salep sosial . Terlebih di masa pandemi yang belum betul-betul berakhir, ditambah keadaan perkenomian global yang tidak stabil sebagai dampak dari konflik di berbagai belahan dunia yang ikut berdampak terhadap perkenomian Indonesia yang mengakibakan harga komoditas menjadi lebih mahal.

Idul Adha (Hari Raya Qurban) sejatinya merupakan kesinambungan jalan kesalehan spiritual dan sosial dari Idul Fitri. Jika Idul Fitri merupakan manifestasi kemenangan atas nafsu yang kemudian dipungkasi dengan membayar zakat fitrah, maka Idul Adha merupakan manifestasi dari bukti cinta, patuh, takwa, ketulusan berkorban, dan kerendahan hati yang kemudian dipungkasi dengan menyembelih hewan qurban dan membagi-bagikannya kepada yang berhak menerimanya.

Dalam konteks yang lebih luas, kesalehan sosial menunjuk pada perilaku yang peduli kepada sesama. Sejatinya mereka yang saleh secara individual berarti beriman dan bertaqwa kepada Allah. Wujud dari keberimanan dan ketaqwaan kepada Allah otomatis akan mencerminkan kesalehan sosial, yaitu peduli kepada mereka yang miskin, bodoh dan terkebelakang. Wujud dari itu, maka mereka akan selalu berpikir, berikhtiar dan berjuang untuk mengubah nasib mereka yang belum beruntung dalam hidupnya.
Kesalehan sosial dapat diwujudkan dengan mengubah nasib orang-orang yang belum beruntung tadi dan dapat dikatakan belum menikmati kemerdekaan. Menurut hemat kami, yang paling penting dan utama ialah dalam bidang pendidikan dengan menghimpun dana untuk menyediakan beasiswa yang cukup kepada anak-anak miskin untuk melanjutkan pendidikan di dalam dan luar negeri.

Selain itu, berikan keterampilan (keahlian) kepada para pemuda yang karena satu dan lain hal tidak bisa melanjutkan pendidikan. Maka meskipun mereka tidak memiliki pendidikan yang tinggi, tetapi untuk bertahan hidup, mereka harus diberi keahlian kerja dan bisnis.
Wujud lain dari kesalehan sosial, bisa dilakukan oleh mereka yang memegang kedudukan di pemerintahan dan parlemen, untuk terus berpikir dan membuat kebijakan untuk melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dengan demikian, iman dan taqwa kepada Allah melahirkan kesalehan individu dalam bentuk ibadah haji, shalat Idul Adha dan penyembelihan qurban. Itu belum cukup, harus ditindaklanjuti dengan mewujudkan kesalehan sosial sesuai dengan peran kita masing-masing. Oleh karena itu kepada umat Islam yang mampu sangat dianjurkan berqurban. Bahkan Nabi menyatakan secara keras bagi orang yang mampu tetapi tidak berqurban untuk tidak mendekati tempat shalat orang Islam. Nabi pernah:

 

Artinya: Barangsiapa yang pada saat Idul Adha mempunyi kemampuan tetapi ia tidak mau berqurban maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami (Hadis riwayat Ahmad).

Hadis Nabi ini seolah-olah ingin menyampaikan pesan bahwa shalatmu (atau hablum minallah-mu) akan sia-sia saja, jika kamu tidak berqurban (atau tidak ber-hablum minannaas) sementara kamu mampu untuk itu. Inilah salah satu manifestasi atau bentuk konkrit agar umat Islam memiliki kesadaran atau kesalehan sosial yang tinggi dan peduli kepada sesama. Seluruh ibadah kita memiliki aspek vertikal atau hablum minallah, berhubungan dengan Allah, dan aspek horizontal atau hablum minannas, berdampak kepada manusia.

Ketiga: Qurban juga bisa menjadi solusi praktis bagaimana Islam memberikan obat bagi penyembuhan masalah sosial berupa kemiskinan. Karena dari misilah lahir beragam penyakit sosial lainnya dan kriminalitas. Daging hewan qurban tersebut kemudian dibagi-bagikan terutama kepada faqir miskin. Dalam Al-Quran surat al-Hajj ayat 28 Allah berfirman:

 

Artinya: …maka makanlah sebagian darinya dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang sengsara lagi fakir. (QS. Al-Hajj [22]:28).

Yang diterima Allah sebenarnya bukanlah daging dan darah hewan qurban itu. Namun ketakwaan dan niat ikhlas kita lah yang sampai kepada Allah dan dia yang akan menjadi bekal dan amal shaleh kita. Allah berfirman dalam surat Al-Hajj ayat 37:

 

Artinya: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai keridhaan Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya…” (QS. Al-Hajj [22]:37).

Betapa besar ganjaran pahala bagi orang yang berqurban sampai-sampai Nabi mengatakan bahwa pada setiap helai hewan yang kita qurbankan terdapat kebaikan, sebagaimana sabda Beliau:

Artinya: Sahabat bertanya Ya Rasulallah, apakah qurban itu? Rasulullah menjawab: Itu suatu sunah ayahmu Ibrahim. Mereka bertanya lagi: Apa yang akan kita peroleh dari qurban itu? Beliau menjawab: Pada setiap helai bulunya terdapat kebaikan (Hadis riwayat Ahmad dan Ibnu Majah).(Wallahu A’lam)

*( Artikèl ini merupakan esensi khutbah Idul Adha,Kamis 29 Juni 2023-1444 H)

Penulis adalah Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN SGD Bandung,Pakar/Motivator Pendidikan Nasional.

Total
0
Shares
Previous Article

Bakamla RI Kerahkan Personel Bantu Tim SAR Cari Korban Bunuh Diri

Next Article

Tingkatkan Ekonomi, Satgas Yonif 143/TWEJ Borong Hasil Panen Warga Papua

Related Posts