Demak – ekpos.com – Ketua DPRD Demak, Fahrudin Bisri Slamet (FBS) menilai bahwa terkait wawasan kebangsaan akhir – akhir ini kian menurun. Jika dibiarkan saja, tentunya dapat memicu timbulnya konflik horisontal maupun fertikal yang dikhawatirkan akan melahirkan ancaman disintegrasi bangsa.
“Beda pendapat dan pilihan jadi permasalahan, ini yang harus kita hindari,” kata FBS saat menjadi narasumber acara Pendidikan Politik dan Wawasan Kebangsaan di Pondok Pesantren Al Maksumiyah Desa Blerong, Kecamatan Guntur, Jum’at (28/7/2023).
Acara yang diselenggarakan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Demak dengan tema “Pesantren Sebagai Pelopor Anti Kekerasan dan Anti Bullying” itu, dibuka oleh Kasubag Umum Kesbangpol Demak, Muslihin.
Menurut FBS, Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang sangat plural, terdiri berbagai suku, budaya, agama, bahasa serta kondisi geografis negara kepulauan sehingga mengandung potensi konflik yang dapat mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.
“Karena itu ada hal yang tidak sama dengan kita jangan lantas dimusuhi. Budaya saling menghormati dan menghargai harus kita jaga terus. Junjung tinggi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari,” tandasnya.
Menurut FBS, Pancasila merupakan salah satu pilar kebangsaan yang harus dijaga. Tiga pilar kebangsaan lainnya yang harus dijaga yakni Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945. Jika keempat pilar kebangsaan itu diganti maka hancurlah negara Indonesia tercinta ini.
“Empat pilar ini harus kita jaga, biar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indinesia bisa tercapai,” ujar FBS.
Selain FBS, acara yang diikuti oleh para santri Ponpes Al Maksumiyah asuhan Kyai Hajir Arifin itu, juga menghadirkan narasumber Kusfitria Marstyasih Fasilitas Nasional Program Roots (Anti Bullying/Anti Perundungan) Kemendikbudristek RI.
Kusfitria yang akrab disapa Bunda Pipit itu menjelaskan tentang perbedaan bullying, bercanda, konflik dan kekerasan.
Menurutnya, ada tiga kriteria perilaku untuk bisa disebut bullying atau perundungan, yakni terjadi perilaku agresif, kejadian dilakukan secara berulang dan ada ketimpangan kekuasaan.
“Bullying terkait dengan kesehatan mental, jika bangsa ini mentalnya sehat maka untuk mengisi kemerdekaan dengan kreatifitas dan semangat persatuan akan lebih mudah,” ujarnya. (Ar).