Kalteng – ekpos.com – Lembaga Perempuan Dayak Nasional (LPDN) menegaskan, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) tidak boleh meminggirkan masyarakat adat Dayak termasuk kaum perempuan di dalamnya.
Ketua LPDN, Nyelong Inga Simon mengatakan bahwa, kaum perempuan Dayak memainkan peran penting dalam tatanan masyarakat yang berkaitan dengan sisi kesehatan, pangan serta religiusitas.
“Dalam hal ini kaum-kaum perempuan memainkan peran dalam pelestarian hutan sebagai sumber pangan dan kesehatan. Pasalnya, keberadaan IKN tidak lepas dari aspek ekonomi dan sosial perempuan Dayak, sehingga kami ingin agar dalam pembangunan IKN ada peluang pembangunan berperspektif budaya Dayak dan memberi jaminan kebudayaan kami tidak luntur dengan majunya inovasi teknologi yang berkaitan dengan pembangunan,” kata Nyelong Inga Simon seusai kegiatan diskusi bertajuk Pemberdayaan Perempuan Dayak Menjaga Kelestarian Hutan Dalam Rangka Pembangunan IKN di Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia (Lemhanas RI) Jakarta, Kamis (31/8/2023).
LPDN lanjut dia, mendukung pembangunan IKN. Namun jika pengelola IKN nantinya akan setara dengan lembaga Kementerian, maka harus menjawab pelestarian budaya Dayak. Karena itu, menurutnya, Pemerintah harus membuka diri untuk berdiskusi dengan masyarakat Dayak, sehingga IKN melibatkan masyarakat Dayak secara keseluruhan termasuk yang berlatar belakang akademisi dan memiliki kepedulian terhadap pembangunan daerah.
“Jadi, bukan hanya sekedar orang Dayak ada di dalam IKN, tetapi hendaknya ada timbal balik kepada Majelis Adat Dayak dan juga LPDN,” tuturnya.
LPDN merupakan organisasi yang terbentuk atas keputusan lokakarya nasional di Samarinda pada Oktober 2022. Lembaga ini terdiri dari berbagai perempuan Dayak dengan berbagai latar belakang mulai dari akademisi serta eksekutif pemerintahan.
Adapun diskusi yang digelar di Lemhanas melibatkan berbagai pembicara, salah satunya adalah mantan Menteri Negara Lingkngan Hidup, Alexander Sonny Keraf.
Dia menyoroti tentang beberapa hal tentang pembangunan IKN berbasis sosial budaya, sehingga masyarakat Dayak tidak terpinggirkan. Karena melihat pengalaman pada umumnya, pengembangan kota baru tidak memperhatikan penduduk lokal, dan ini bisa jadi bom waktu konflik horizontal, ungkapnya.
Selain itu, dia juga menyoroti tentang bencana lingkungan dan fungsi hutan untuk mereduksi gas rumah kaca karena komitmen Pemerintah pada 2030 bisa menurunkan emisi karbobn dengan upaya sendiri sebesar 29%. Sementara kenyataan di lapangan, selama ini hutan terjadi alih fungsi dan degradasi yang cukup serius karena itu saya khawatir jika tidak menjaga hutan kita bisa berbahaya di kemudian hari, paparnya.
Sony merekomendasikan, agar Pemerintah menghentikan terjadinya deforestisasi hutan dan mengembalikan hutan ke fungsi klimatologis, hidrologis, sumber pangan dan sumber energi dengan melakukan reforestisasi, reboisasi, dan melarang pembukaan lahan hutan baik untuk food estate, tambang maupun perkebunan. (Tatang Progresif).