Palu – ekpos.com – Buku berjudul “Poso di Balik Operasi Madago Raya” secara resmi diluncurkan. Buku ini berisi catatan penting keberhasilan operasi pemberantasan terorisme di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Buku ini diluncurkan di Hotel Best Western Palu, Selasa malam (24/10/2023).
Buku setebal 208 halaman ini adalah catatan perjalanan tugas dua jenderal yang bertugas memberantas aksi terorisme kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Ali Kalora.
Adalah Mayor Jenderal Farid Makruf yang saat itu menjabat Komandan Korem (Danrem) 132/Tadulako dengan pangkat Brigadir Jenderal dan Irjen Pol (Purn) Abdul Rakhman Baso yang saat itu menjabat Kapolda Sulteng. Keduanya bahu membahu berbagi strategi untuk menjalankan operasi dengan sandi Operasi Madago Raya.
Menurut Mayjen TNI Farid Makruf yang kini menjabat Panglima Kodam V/Brawijaya, selama bertugas menjadi Danrem 132 Tadulako, dia dan Irjen Pol (Purn) Abdul Rakhman Baso membangun sinergitas dan Soliditas TNI dan Polri di lapangan. Menurutnya, ini adalah sinergitas dan soliditas tanpa batas, bukan hanya lip service atau hanya jargon yang terpampang di baliho atau poster-poster.
“Selama bertugas kami mewujudkan sinergitas dan soliditas TNI dan Polri dalam bentuk yang nyata di lapangan. Itu terlihat benar di mana pasukan kedua institusi benar-benar bersinergi dan solid tanpa adanya sekat atau ego sektoral,” kata Farid Makruf.
Inilah yang menjadikan operasi Madago Raya sukses dan berhasil, lanjut Makruf.
Pada kesempatan itu, menurut Makruf, dia dan Abdul Rakhman Baso memetakan para teroris dalam dua faksi. Yang pertama adalah faksi kombatan dan kedua faksi simpatisan nonkombatan.
Yang pertama faksi kombatan bersenjata yaitu mereka yang berada di atas gunung. Kemudian, kelompok nonkombatan tidak bersenjata, yaitu mereka yang mendukung logistik dan informasi bagi kelompok kombatan. Mereka adalah masyarakat umum yang menjadi simpatisan teroris.
“Mereka ini orang-orang yang bersimpati karena takut ataupun mereka yang terpengaruh dan ingin terus mengikuti ajaran radikal. Saat itu, kepada Pak Rakhman Baso saya menyampaikan bahwa, selama ini sudah berbagai cara dilakukan untuk menuntaskan kasus terorisme di Poso, namun tak selesai-selesai juga. Akhirnya Pak Rakhman sebagai PJKO Operasi Madago Raya kemudian membangun tidak kurang 43 pos sekat untuk membatasi pergerakan para kombatan dan nonkombatan,” sebut Farid.
Hasilnya, 13 teroris yang menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) satu per satu berhasil ditangkap baik hidup maupun mati.
Hal itu dibenarkan oleh Irjen Pol (Purn) Abdul Rakhman Baso.
Menurut Rakhman Baso, operasi ini berhasil disebabkan sinergitas kedua institusi.
Rakhman Baso bercerita bagaimana dia menemukan sandi operasi saat sedang istirahat di suatu tempat di Poso.
“Ada tulisan di suatu panggung tertulis, Madago Raya. Saya tanya staf saya, itu Madago Raya artinya apa? ternyata berarti baik hati dalam bahasa Pamona. Itulah yang kemudian menjadi sandi operasi ini,” cerita Rakhman.
Rakhman Baso menyebut, dia dan Farid Makruf selalu berbagi strategi dan bahkan berdua turun langsung ke lapangan.
“Inilah yang ada di dalam buku yang secara nyata menggambarkan solidnya TNI dan Polri dalam bertugas. Ini yang menjadikan operasi itu berjalan lancar dan sukses,” kata Rakhman.
*Sinopsis Buku*
Buku ini ditulis oleh Jafar G. Bua dan penulis buku Kopassus 1 dan Kopassus 2, E.A. Natanegara.
Jafar G. Bua adalah mantan Produser Lapangan CNN Indonesia di Sulawesi Tengah dengan segudang pengalaman liputan termasuk liputan konflik sosial dan terorisme di Poso.
Menurut alumni Fakultas Pertanian Universitas Tadulako ini, Poso di Balik Operasi Madago Raya memang didedikasikan untuk masyarakat umum dimana kisah-kisah operasi TNI dan Polri di Poso bukanlah operasi yang ringan.
“Operasi pemburuan teroris di Poso itu tidak seperti yang dibayangkan orang. Medan yang berat dimana pegunungan dan hutan yang lebat membuat operasi harus dilakukan dengan strategi yang matang,” jelas dia.
Kata alumni Asia Journalism Fellowship, Institute of Policy Studies, Lee Kuan Yew School of Public Policy 2019, Singapura itu, dalam buku ini tersaji banyak hal yang tak terungkap kepada publik sepanjang Operasi Tinombala dan Operasi Madago Raya di Poso, Sulawesi Tengah pada 2020-2022.
Poso di Balik Operasi Madago Raya ditulis berdasarkan pengamatan langsung penulis atas jalannya operasi pemberantasan terorisme di Poso, Sulawesi Tengah.
Penulisannya disupervisi langsung Pangdam V/Brawijaya, Mayjen TNI Farid Makruf, MA dan Irjen Pol Purn Abdul Rakhman Baso, mantan Kapolda Sulteng. Mereka adalah dua jenderal yang berperan aktif memimpin Operasi ini.
Paparan fakta, data dan analisis kelahiran benih terorisme, wilayah yang mereka kuasai dan sejumlah kelompok penyokongnya sampai kelahiran Mujahiddin Indonesia Timur (MIT) di Bumi Sintuwu Maroso menjadikan buku ini sebagai referensi penting untuk masyarakat umum, mahasiswa dan para akademisi.
Penyajian yang secara komprehensif memaparkan strategi dan taktik perburuan MIT, kelompok sipil bersenjata di Poso membuat buku ini penting untuk dibaca aparat keamanan, praktisi hukum dan mereka yang terlibat dalam upaya pemberantasan terorisme.
Beberapa hal yang belum terungkap selama Operasi dibeberkan dengan gamblang, termasuk kisah pengejaran para pentolan MIT, peta wilayah-wilayah rawan, Pos Sekat dan kekuatan pasukan selama perburuan kelompok ini.
Buku ini juga menuliskan latar belakang konflik horisontal hingga konflik horisontal yang mengharubiru Poso tidak kurang 20 tahun lamanya. Kondisi sosio-demografi Poso, amuk massa 1998 hingga Deklarasi Malino 2001 menjadi catatan pembuka buku ini.
Peluncuran buku ini dihadiri oleh sejumlah tokoh antara lain, mantan Ketua Forum Perjuangan Umat Islam Poso Ustadz Adnan Arsal, mantan Ketua Majelis Sinode Gereja Kristen Sulawesi Tengah, Pendeta Rinaldy Damanik, Danrem 132/Tadulako, Brigjen TNI Dody Triwinarto, Komandan Pasukan Gegana Korbrimob Polri, Brigjen Pol Reza Arief Dewanto, Kapolres Poso, AKBP Riski Fara Sandhy, serta kalangan akademisi dari sejumlah perguruan tinggi di Kota Palu. (Red).