Sambut Bulan Rajab: Segera Bertobat dan Lakukan Amal Kebaikan

Oleh : A,Rusdiana

Di antara keutamaan bulan Rajab bahwa malam satu Rajab adalah salah satu malam yang mustajab bagi doa sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Imam Syafi’i dalam kitab al-Umm:

Maknanya: “Telah sampai berita pada kami bahwa dulu pernah dikatakan: Sesunguhnya doa dikabulkan pada lima malam: malam Jumat, malam hari raya Idul Adlha, malam hari raya Idul Fithri, malam pertama bulan Rajab dan malam nishfu Sya’ban.”

Pada bulan Rajab ini, kita dianjurkan untuk memperbanyak amal-amal kebaikan dan ketaatan. Salah satunya adalah memperbanyak puasa. Kita disunnahkan untuk memperbanyak puasa di bulan Rajab seperti halnya kita juga disunnahkan untuk memperbanyak puasa di tiga bulan haram yang lain, Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Memang tidak ada hadits shahih yang secara khusus menyatakan kesunnahan puasa Rajab. Namun di sisi lain juga tidak ada larangan secara khusus untuk berpuasa pada bulan Rajab.

Para ulama mengatakan bahwa dalil-dalil umum mengenai anjuran berpuasa setahun penuh kecuali lima hari yang diharamkan, cukup dijadikan dalil atas kesunnahan puasa Rajab. Kesunnahan puasa Rajab juga dapat diambil dari dalil-dalil umum mengenai dianjurkannya berpuasa pada empat bulan haram.   Disebutkan dalam Shahih Muslim, hadits no. 1960:

Dari Utsman bin Hakim Al Anshari bahwa ia berkata: Saya bertanya kepada sahabat Sa’id bin Jubair mengenai puasa Rajab, dan saat itu kami berada di bulan Rajab. Maka ia pun menjawab: Saya telah mendengar Ibnu Abbas radliyallahu ‘anhuma berkata: Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berpuasa hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan berbuka. Dan beliau juga pernah berbuka hingga kami berkata bahwa beliau tidak akan puasa.

Imam an Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim mengomentari hadits di atas dengan mengatakan: “Zhahirnya, yang dimaksud sahabat Sa’id bin Jubair dengan pengambilan hadits ini sebagai dalil adalah bahwa tidak ada nash yang menyatakan sunnah ataupun melarang secara khusus terkait puasa Rajab. Karenanya, ia masuk dalam hukum puasa pada bulan-bulan yang lain. Tidak ada satu pun hadits tsabit terkait puasa Rajab, baik anjuran maupun larangan. Akan tetapi, hukum asal puasa adalah disunnahkan.

Dalam Sunan Abi Dawud bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyatakan kesunnahan puasa pada bulan-balan haram (al Asyhur al Hurum, empat bulan yang dimuliakan), dan Rajab adalah salah satunya. Wallaahu a’lam.” Sedangkan Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra menyatakan bahwa meskipun hadits-hadits mengenai keutamaan puasa Rajab tidak ada yang shahih, tapi bukan berarti semuanya palsu. Menurutnya, di antara hadits-hadits tersebut ada yang tidak palsu, melainkan berstatus dha’if dan boleh diamalkan dalam fadla’ilul a’mal (menjelaskan tentang keutamaan amal-amal kebaikan).

Rajab merupakan salah satu bulan yang mulia. Dari segi bahasa saja Rajab berasal dari kata “tarjib” yang berarti mulia dan agung. Karena saking mulianya, sehingga menjadikan Rajab sebagai bulan yang penuh rahmat, anugerah, dan kebaikan dari Allah SWT. Nabi Muhammad SAW dalam memuliakan bulan Rajab sampai memanjatkan doa sebagaimana diriwayatkan oleh Anas Ibn Malik dalam Musnad Ahmad:

Artinya: “Ya Allah, semoga Engkau memberkahi kami pada bulan Rajab dan Sya’ban, semoga Engkau pertemukan kami dengan bulan Ramadhan”

Dari doa Nabi di atas, sangat jelas bahwa bulan Rajab menjadi bulan yang menjadi awal dari rangkaian terpenting ibadah umat Islam di seluruh dunia, yakni bulan suci Ramadhan.

Untuk menyambut bulan Rajab yang mulia ini marilah kita semua untuk selalu bertaubat kepada Allah SWT, dengan cara membersihkan jiwa dari sifat-sifat yang tercela dan menjauhi dari segala maksiat. Syekh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Kitab al-Ghunyah menjelaskan ada tiga syarat agar taubat kita diterima oleh Allah SWT.

Pertama, menyesali kesalahan dan kemaksiatan yang telah kita perbuat. 

Dengan memperbanyak istighfar di mulut dan di hati, merupakan salah satu bukti kita ingin bertaubat, meski nantinya berdosa kembali, setidaknya kita akan tetap selalu bertaubat kepada Allah SWT. Nabi Muhammad SAW, nabi yang mulia dan terjaga dari dosa saja selalu beristighfar setiap hari. Hal ini dilakukan untuk memberikan pembelajaran dan pengajaran langsung kepada umatnya.

Ibnu Manzur rahimahullah mengatakan, bertaubat kepada Allah dengan sebenar-benarnya taubat artinya kembali dan meninggalkan kebiasaan perbuatan maksiat menuju ketaatan kepada Allah SWT. Taubat yang sebenarnya taubat ini tertuang dalam QS. At-Tahrim ayat 8;

Maknanya: “Wahai orang-orang yang beriman! Bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai” (QS at-Tahrim [66]:8).

Kedua, meninggalkan setiap kesalahan di mana pun dan kapan pun. 

Salah satu yang menjadikan kita selalu melakukan kesalahan atau dosa adalah karena matinya hati. Karena hati yang mati cenderung susah akan pernah bisa menerima nasihat, susah diajak kepada kebaikan dan susah untuk memperbaiki diri. Ia justru akan selalu menjauh dari kebenaran. Dalam Lubabul Hadits halaman 73, Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa ada tiga hal yang dapat menyebabkan matinya hati yakni senang tidur, senang bersantai-santai dan senang makan. Syekh Abdullah Al-Haddad pernah berkata bahwa:

Sebuah kebiasaan-entah kebiasaan baik ataupun buruk, jika dilakukan secara terus menerus seiring berjalannya waktu akan melekat erat pada diri pelakunya. Sehingga di akhir bulan Jumadil Akhir dan awal bulan Rajab, kita harus selalu menghidupkan hati yang mati. Yang masih banyak tidur, mari bangun malam untuk meningkatkan sholat malam kita kepada Allah. Yang masih bersantai-santai mari bangkit untuk bekerja dan lebih giat lagi mencari hal yang bermanfaat dan berkah.

Bisa juga mulai menabung sedikit demi sedikit untuk mempersiapkan puasa di bulan Ramadhan, sehingga tidak terlalu ngoyo mencari harta dan melupakan puasa. Dan yang masih banyak makan, mari kurangi dan syukur-syukur di bulan Rajab nanti mulai latihan berpuasa sunnah, karena puasa sunnah merupakan latihan yang sangat baik untuk menghadapi puasa Ramadhan selama satu bulan penuh. Abu Bakr Al Balkhi juga berkata, mengukapkan bahwa’ ;

“Rajab itu bulan menanam, Sya’ban itu bulan menyiram, Ramadhan bulan memanen”. Kiai Asnawi memaknai, orang itu apabila pada bulan Rajab semangat ibadah, pasti Sya’ban tambah semangat, Ramadhan semakin tambah semangat. “Karena orang menyirami itu lebih semangat daripada orang menanam, sedangkan orang memanen itu lebih semangat dibanding menyirami. Maka bisa di balik, apabila bulan Rajab kok tidak shalat, Sya’ban tambah parah, apalagi Ramadhan pasti tidak bakal puasa. Jadi tidak mungkin orang tidak menanam kok menyirami, lebih tidak mungkin lagi tidak menanam tapi memanen,”

Ketiga, berjanji untuk tidak mengulang dosa dan kesalahan.

Berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan dosa yang dilakukan adalah bukti bahwa dia telah bertaubat. Kesalahan yang pernah dia perbuat harus diganti dengan amalan-amalan saleh, jika taubatnya ingin diterima oleh Allah Swt.,

Maknanya: “(68) Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barangsiapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat pembalasan dosa (nya). (69) (Yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina. (70) Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman, dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka itu diganti oleh Allah dengan kebaikan. “Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Furqaan [25]: 68–70).

Di antara ciri-ciri hamba-hamba Allah yang disayangi dan dicintai Allah Swt itu adalah orang yang tidak melakukan dosa-dosa besar, seperti tidak menyembah Allah Swt bersama dengan tuhan yang lain (tidak menyekutukan Allah), tidak membunuh jiwa yang diharamkan kecuali dengan alasan yang benar, dan tidak berzina. Semua ini adalah dosa-dosa besar.

Jika perbuatan-perbuatan dosa besar dilakukan maka akan memberi hukuman yang sangat berat dan belipat ganda kepada pelaku, dan mereka akan kekal dengan azab itu. Akan tetapi, apabila pelakunya itu melakukan taubat, kembali kepada Allah dan memohon ampun atas segala dosanya, maka dosa-dosanya akan dihapuskan oleh Allah dan digantikannya dengan kebajikan-kebajikan. Taubat adalah sarana yang dipersiapkan oleh Allah swt. kepada umat manusia untuk kembali ke jalan Allah pada saat berada di persimpangan jalan, dan yang menyimpang dari jalan yang dikehendaki Allah, dan yang berada pada kondisi dosa.

Ketiga syarat tersebut harus kita laksanakan agar taubat kita benar-benar diterima oleh Allah SWT.

Untuk menyambut bulan Rajab yang mulia ini, selain bertaubat, marilah kita semua untuk mengingat perintah kebaikan. Allah dan rasul-Nya juga memerintahkan kita semua agar menjadikan dunia ini sebagai ladang amal ibadah yang akan kita siapkan untuk kehidupan kita selanjutnya di akhirat nanti. Sejatinya kita hanyalah singgah di dunia untuk bersiap-siap menjalankan kehidupan di akhirat.  Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an surat Az-Zalzalah, ayat 7 dan 8 sebagai berikut:

Artinya, “Barang siapa berbuat kebaikan sebesar zaroh pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barang siapa yang mengerjakan keburukan sebasar zaroh pun, niscaya ia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Az-Zalzalah [99]: 7-8),

*Artikel adalah esensi khutbah Jumat,19 Januari 2024

*Penulis adalah Guru Besar/ Motivator Manajemen Pendidikan

Total
0
Shares
Previous Article

Cegah Kebiasaan Yang Tidak Sesuai Aturan di Perbatasan RI-PNG

Next Article

Menginspirasi Melalui Gowes Jum'at Sehat, Dandim 0806/Trenggalek Bergerak Bersama Menuju Gaya Hidup Sehat

Related Posts