Jakarta – ekpos.com – Ed Cunningham, seorang penyiar olahraga Amerika, produser film dan mantan pemain sepak bola profesional Amerika pernah berucap: “Friends are those rare people who ask how we are and then wait to hear the answer”. Yang kalau di Indonesia-kan lebih kurang bunyinya adalah, ”Teman adalah orang langka yang menanyakan kabar kita dan kemudian menunggu untuk mendengar jawabannya”.
Saat mendengar ucapan kalimat ini, jujur pikiran saya langsung teringat pada seorang kawan lama yang sudah lekat saya kenal lebih dari dua dasawarsa. Berman Nainggolan Lumbanradja namanya. Putra Batak Tulen, kelahiran tahun 1964 yang kini menjadi Pemimpin Redaksi website berita www.mitrapolitika.com.
Terus terang saja, ucapan Ed Cunningham tersebut benar-benar nyata terjadi dalam proses persahabatan saya dengan Berman. Kalau mau dirunut dari awal, perkenalan saya dengan Berman memang terjadi dari dunia jurnalistik. Saya dan dia berada dalam satu biduk media bernama Harian Jakarta yang dimiliki bos besar Artha Graha Group, Tomy Winata.
Pun begitu, berada dalam biduk yang sama tak lantas membuat kami langsung akrab dan dekat. Ada satu proses panjang yang dilalui dengan warna ucapan Ed Cunningham dan dipraktikkan Berman dalam prosesnya.
Tapi kita tetap saling bertegur sapa dan berbincang ringan kala ada kesempatan.
Kedekatan itu baru mulai terbangun saat saya menjadi jurnalis sekaligus Redaktur Pelaksana di Majalah China Town – Group, Majalah Info Gading. Entah mungkin karena Tuhan sudah menggariskan, tanpa pernah ada komunikasi dan ucapan deal, area dan lingkup liputan kita berdua ternyata sama. Saya di Majalah China Town, Berman rupanya jadi reporter harian berbahasa Tiongkok, Guo Ji Ri Bao. Sama-sama punya intensitas interaksi komunikasi yang sering dengan komunitas warga Tionghoa.
Saya ketika itu juga belum tercatat bergabung dengan organisasi wartawan manapun. Benar-benar masih netral dan independen. Nah, di sinilah pelan-pelan Berman mulai menampakkan sifat aslinya sebagai teman ke saya. Sikap terbaiknya sebagai teman untuk membawa saya ke arah yang lebih baik sebagai jurnalis. Dia mulai perkenalkan organisasi PWI Jaya ke saya, berikut program uji kompetensi wartawan (UKW) yang ketika itu masih seumur jagung.
Dia mengatakan ke saya ketika itu, mungkin secara jujur dan polosnya, kalau saya bisa jauh berkembang lebih hebat bilamana bergabung dengan organisasi wartawan dan mengikuti UKW. Dia juga bilang kalau sebagai jurnalis senior dia mengakui kualitas skill jurnalistik saya termasuk di atas rata-rata. Tinggal terus diasah dan dipertajam di tempat yang benar. Dan terus terang juga kalau ketika itu dia mengaku sebagai salah satu penggemar tulisan ulasan dan pemberitaan saya.
Semua yang dia ungkapkan dan tawarkan tidak cepat saya iyakan dan ikuti. Butuh waktu panjang. Dan lagi-lagi di sini Berman makin menunjukkan keasliannya sebagai sahabat. Tak pernah menyerah. Dia tetap sabar menunggu saya mengambil keputusan. Mungkin, kalau saya tidak salah ingat, hampir 5 tahun Berman sabar menunggu. Apalagi saya sempat kerja bolak balik Jakarta – Kuala Lumpur juga ke Vietnam selepas dari Majalah China Town.
Tahun 2014, saat saya mendirikan website olahraga www.bolaskor.com dan menjadi Pemimpin Redaksinya, semua dukungan dan ajakan yang Berman utarakan masih belum juga saya iyakan. Sementara komunikasi jurnalistik saya ketika itu sudah mulai intens hingga UAE dan Qatar terkait sepak bola usia muda.
Kalau tidak salah ingat, semua dukungan ajakan dan arahan Berman ke saya itu baru saya iyakan di tahun 2015. Itu pun juga berkat nasihat dari almarhumah istri saya yang berharap dan meminta saya ikut ujian UKW. Dari poin ini, sikap terbaik Berman sebagai teman ke saya makin meluap-luap.
Di sini jugalah awal mulanya saya bergabung dengan PWI Jaya. Soalnya persyaratan untuk bisa ikut UKW harus terdaftar sebagai anggota PWI.
Saat itu, terus terang saja saya ingin mengikuti UKW tingkat wartawan madya. Tapi sama Berman dilarang dan disarankan langsung ikut ujian UKW tingkat wartawan utama. Under estimate sebenarnya saya ketika itu. Tapi Berman terus support dan yakinkan diri saya kalau sejatinya level kualitas skill jurnalistik saya sudah ada di tingkat atas. Bisa aja yah, Berman bicara. Entah benar entah bohong Wallahualam deh.
Akhirnya di tahun itu, saya ikuti UKW tingkat wartawan utama di PWI Jaya dan dinyatakan lulus. Tapi kartu UKW utama baru saya terima 2 tahun kemudian. Tapi di sisi lain, hubungan saya dengan Berman makin kiat lekat. Seringkali kita jalan berdua dan saling bekerja sama untuk mendapatkan informasi berita dan rezeki.
Karena channel Berman saat itu kuat dan kencang di BPN, jadilah perputaran aktivitas kita di ATR/BPN. Dengan kekuatan channel yang dipunya, mudah buatnya dapat beragam info, baik plus dan minus di BPN. Dan sebagai sahabat sehati yang sudah saling tahu, saling kenal, saling paham, semua info yang didapat jadi tugas saya buat dimasak matang dan disajikan dengan kemasan kritis tapi wajib buat dibaca enak semua lapisan.
*Contoh Panutan Teman*
It’s a challenge for me, obviously. But with challenges like this, i can continue to sharpen my quality to the highest level that i can achieve.
And it’s really only now that i realize and feel the results. It must be admitted, thanks to Berman’s best role and attitude as a friend, the quality of my journalistic level can be what it is now. Thank you very much my friend, Berman.
Dua paragraf di atas itu, jujur, adalah bentuk pengakuan saya tentang peran dan jasa Berman dalam profesi saya. Nasib saya memang tidak ditakdirkan jadi wartawan Harian Kompas karena sudah kalah duluan di umur sebelum melamar. Tapi syukur Alhamdulillah, setidaknya saya masih bisa merasakan gemblengan dari mantan wartawan Harian Kompas yang juga Kabiro harian Kompas di Washington DC, Bang Albert Kuhon yang juga jadi salah satu founding fathers Liputan6.
Buat beberapa rekan saya di Harian Jakarta seperti Ferry Edyanto yang jadi Pemred www.meganews.com sekaligus jurnalis senior Polda Metro Jaya, termasuk juga Berman, tentunya, acap kali mereka ngomong kalau Bembo itu salah satu anak kesayangan Albert Kuhon. Yang lain sering dimarahi dicaci maki, Bembo ga pernah ngerasain.
Seorang Berman malah berucap lebih parah lagi; “Albert Kuhon yang pecat gue dari Harian Jakarta karena nganggap kemampuan gue ga masuk standar dia”.
Ucapan tersebut sering disuarakan Berman di awal-awal pemecatannya. Tapi kembali, karena pada dasarnya ‘software’ Berman termasuk the best limited edition, tak pernah ada dendam di hati. Sekian tahun berikutnya kala jumpa, komunikasi mereka terlihat sangat akrab dan saling banyol.
*Tuluskan Hati Dukung Berman*
Mengutip pernyataan seorang rekan lama yang juga sangat mengenal Berman yakni Frans Gultom, diakuinya kalau sosok Berman adalah contoh dan panutan seorang teman.
“Dia ga pernah pamrih menolong sesama, apalagi teman. Sana uang royal dan ga pernah manfaatin atau menipu teman, terutama soal duit. Semua harus jujur kalau banyak yang pernah ngerasain atensi dan bantuan Berman,” kata Frans Gultom yang juga termasuk salah satu jurnalis senior di Polda Metro Jaya.
“Bahkan Ketua FWP Polda Metro sekarang si Farouk waktu nikah aja, Berman sempatin datang. Padahal ga pernah sekantor dan sebagai wartawan juga junior jauh. Itulah Berman. Meski wartawan dan orang Batak tulen, dia amanah dan selalu sportif akui dan dukung kelebihan teman. Untuk kekurangannya selalu diajak diskusi dan dinasihati,” tambahnya lagi.
Lebih lanjut dirinya juga mengatakan, ketulusan hati dan keterbukaan pikiran dan pandangan seorang Berman juga sudah sangat banyak dirasakan pengurus dan anggota PWI Jaya. Semua kerja dan pikiran yang dikerahkan Berman di PWI Jaya benar-benar murni untuk organisasi. Sama sekali tulus dilakukan tanpa tendensi secuil pun.
Entah ada berapa banyak anggota yang dibantu kepengurusan kartunya oleh Berman. Bukan cuma dibantu soal waktu tapi juga materi dan uang. Bahkan untuk menolong pemutihan kartu anggota teman yang mati, seorang Berman bisa sampai membantu ke soal stempel media dan beli materai. Si rekan yang dibantu tinggal duduk manis menunggu kartu anggota aktifnya diberikan.
Artinya, kata Frans Gultom, jika sekarang Berman berani maju mencalonkan diri sebagai Ketua Dewan Kehormatan PWI Jaya bertandem dengan Iqbal Irsyad sebagai calon ketua PWI Jaya, menjadi sebuah kewajaran yang sepenuhnya patut didukung.
“Berman maju mencalonkan diri sebagai Ketua DK PWI Jaya bersama Iqbal Irsyad sebagai calon ketua PWI Jaya sepenuhnya adalah pengabdian untuk memajukan dan memodernisasi organisasi dan melindungi serta menyejahterakan anggota. Ga ada hal lain yang dicari dan jadi target tujuan Berman,” tegasnya.
“Benar- benar murni pengabdian pencalonannya sebagai Ketua DK PWI Jaya. Sekarang dia masih Plt Ketua DK PWI Jaya. Kehidupan pribadinya juga tenang damai dan stabil. Punya dua putra sudah berhasil semua dan berpendidikan tinggi. Anak sulungnya malah kerja di Facebook USA dengan gaji USD,” Frans Gultom kembali berujar.
“Dengan ibunya anak-anak dia juga tetap komunikasi baik meski sudah lama divorced. Mantan istrinya bisa jadi notaris level middle di Kota Depok juga berkat perjuangan Berman. Jadi cari apa lagi dia selain pengabdian mengisi hari tua dengan positif.
“Jadi saya blak-blakan aja pesan ke semua anggota PWI Jaya yang punya hak pilih di mana pun berada, termasuk juga di Polda Metro, agar gunakan kejujuran hati untuk mengakui semuanya tentang Berman. Termasuk juga Ketua FWP Polda Metro, Farouk yang saat pernikahannya ketika itu benar-benar spesial dibantu dan dihadiri Berman. Jadi apa salahnya kalau sekarang dia gantian spesial bantu berikan dukungan dan suaranya untuk menangkan Berman di pemilihan tanggal 25 April. Apalagi jajaran wartawan sepuh Polda Metro Jaya seperti Naek dan Kang Dadang ada di kubu tim pemenangan Berman-Iqbal. Tolong pada jujur dan tuluskan hatinya sebelum putuskan beri suara ke mana saat pemilihan. Itu aja deh. Satu untuk semua, semua untuk satu,” imbuhnya menegaskan sekaligus mengakhiri pernyataan. (Red/Bembo).