Demak – ekpos.com – Momentum hari pendidikan nasional tahun 2024, saatnya para pakar pendidikan merefleksikan sistim pendidikan di Indonesia, yang terkenal bongkar-pasang berdasar nafsu dan keinginan dari menteri pendidikan, sehingga para guru sebagai pelaksana pontang panting, siswa sebagai obyek pendidikan bingung, bahkan perusahaan percetakan buku pelajaran kocar-kacir, kata Noor Salim, Ketua PGSI, usai menghadiri upacara hardiknas di halaman Setda Demak, Kamis (2/5/2024).
Lanjutnya, yang lebih miris lagi adalah, sistem dualisme penyelenggaraan pendidikan antara Kemendikbud dan Kemenag sebagai bagian dari kompromi politik, yang berakibat tidak selaras, tak seirama antara institusi Kemenag dengan Kemendikbud, bahkan cenderung ada yang dianaktirikan, tutur Salim.
Dia mencontohkan, tiga hal kebijakan yang tidak selaras-seirama, yaitu: tentang pendanaan lembaga, kesejahteraan guru, pemberian bantuan PIP (Program Indonesia Pintar) untuk siswa, dari tiga hal itu saja sudah sangat NJOMPLANG antara sekolah dibawah kemedikbud dengan madrasah dibawah kemenag, tambah Salim.
“Kebijakan pendidikan yang selalu berbeda, tak seirama ini sesungguhnya akibat dari asal mula menteri pendidikan dengan menteri agama yang berbeda. Maka harapan kami dalam kabinet Prabowo Subianto-Gibran nanti, guna mengatasi ketimpangan antara sekolah dengan madrasah adalah, ‘kedua menteri harus lahir dari rahim yang sama,” tandasnya.
“Maksud kedua menteri harus lahir dari rahim yang sama, adalah kedua menteri jika berasal dari partai, ya semestinya partai yang sama, jika berasal dari organisasi keagamaan, ya baiknya organisasi keagamaan yang satu bendera, supaya kebijakan bisa selaras seirama, tidak ada institusi yang dianaktirikan,” pungkas Salim yang juga aktifis lintas agama. (Red).