PONOROGO || ekpos.com – Meski kini telah memiliki 400 ekor domba, Peltu Bambang yang kesehariannya bertugas di Minvetcad Ponorogo, jajaran Korem 081/DSJ, mengaku masih merugi hingga puluhan juta per bulan untuk budidaya ternaknya tersebut.
“Kebutuhan pakan domba-domba kami mencapai 6-7 ton singkong per bulan, ditambah dengan bekatul dan kedelai sekitar 3 kuintal. Jadi untuk biaya per bulan yang kami keluarkan saat ini, termasuk bayar 4 pegawai kurang lebih Rp 26 juta,” kata Bambang saat ditemui di kandang ternak dombanya di Desa Suren, Kecamatan Mlarak, Kabupaten Ponorogo, Kamis (4/7/2024).
“Sedangkan untuk pemasukannya, kami saat ini hanya menjual domba yang kondisi tertentu saja, maka kalau dihitung-hitung masih merugi sekitar Rp 20 juta setiap bulannya,” lanjutnya.
Bambang pun mengungkapkan alasannya tidak mau menjual domba-dombanya dalam skala lebih besar agar dapat menutup pengeluarannya, karena ia takut jika tidak bisa menyerap hasil singkong dari para petani di Desa Suren. Mengingat singkong merupakan komoditi pertanian utama warga di sana.
Kondisi itu juga diakuinya yang melatarbelakangi dirinya memilih melakukan budidaya domba di Desa Suren yang merupakan kampung halaman neneknya.
“Awalnya itu hasil singkong petani di sini dibeli murah oleh para pedagang-pedagang dari luar. Karena saya merasa kasihan, dari situ saya mencoba beternak domba dan membeli singkong-singkong dari petani dengan harga yang layak,” sebutnya.
“Saya ingat waktu itu tahun 2021, singkong dari petani dibeli seharga Rp 900, kemudian saya beli Rp 1.500, jadi ada selisih sekitar Rp 600,” sambungnya.
Walaupun masih harus rugi setiap bulannya, namun Bambang mengaku bangga dengan apa yang telah diperbuatnya untuk mengubah nasib para petani singkong di Desa Suren.
“Alhamdulillah saya bersyukur bisa membantu para petani dan warga di sini. Paling tidak saya telah menjalankan ajaran Kanjeng Nabi (Muhammad SAW) untuk bekal saya menghadap (meninggal) nantinya,” ujarnya lirih berkaca-kaca. (Red).