Oleh : A.Rusdiana
Saat ini kita berada dalam fase peralihan masa tahun hijriah. Bulan Dzulhijjah sebagai bulan terakhir berganti dengan Muharram sebagai awal bulan tahun hijriah. Pergantian tahun ini tidak boleh dimaknai sebagai pergantian waktu seperti biasanya. Momentum ini memiliki makna dan hikmah mendalam yang jika dimaksimalkan akan membuahkan kesuksesan dan keberkahan dalam hidup. Bergantinya tahun ini harus dijadikan sebagai waktu untuk melakukan muhasabah, evaluasi, introspeksi, terhadap perjalanan hidup selama ini agar ke depan lebih baik lagi.
Pertama: Tidak lama lagi umat Islam akan memasuki bulan Muharram 1446 H. Ini merupakan bulan dalam kalender hijriah yang mengacu pada peredaran bulan mengelilingi bumi. Karena itulah kita sering mendengar kalender hijriah disebut pula kalender qamariyah (qamar artinya bulan), sedangkan kalender masehi dikenal dengan sebutan kalender syamsiyah (syams artinya matahari). Namun demikian, di balik posisinya sebagai gejala alam tersebut, terdapat keistimewaan-keistimewaan karena agama memang menjadikannya demikian. Islam mengajarkan ada kelebihan-kelebihan tertentu antara satu bulan dengan bulan yang lain dalam kalender hijriah. Sebagaimana firman Allah dalam surat At-Taubah ayat 36:
Artinya: Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram (mulia). Itulah (ketetapan) agama yang lurus.
Ayat tersebut menjelaskan bahwa tidak semua bulan berkedudukan sama. Dalam Islam ada empat bulan utama di luar Ramadhan, yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Karena kemuliaan bulan-bulan itulah, Islam menganjurkan pemeluknya untuk memanfaatkan momentum tersebut sebagai ikhtiar memperbanyak ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Mereka didorong untuk memperbanyak puasa, zikir, sedekah, dan solidaritas kepada sesama.
Jangan sampai dengan terus berjalannya waktu, kita tidak mampu mengambil ibrah, hikmah, dan pengalaman. Dengan merenungkan masa lalu, kita bisa meninggalkan hal-hal yang negatif dan mengambil sisi-sisi positif sebagai bekal menghadapi masa depan. Kita harus optimis bisa melakukan perubahan lebih baik di masa yang akan datang dengan terus melakukan ikhtiar-ikhtiar terbaik. Rasulullah saw bersabda, sebagaimana disebutkan dalam sebuah riwayat:
Dalam Ihya’ Ulûmid-Dîn, Imam Al-Ghazali mengenalkan istilah al-ayyâm al-fâdhilah atau hari-hari utama. Menurutnya, hari-hari utama selalu dijumpai dalam tiap pekan dan bulan. Al-Ghazali juga menyebut istilah al-asyhur al-fâdlilah yakni bulan-bulan utama. Bulan-bulan utama ini juga selalu dijumpai di tiap tahun.
Ada beberapa amalan-amalan yang dapat kita lakukan di bulan Muharram dengan tujuan untuk meraih ridho dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Berikut adalah amalan-amalan yang dapat kita lakukan di bulan Muharram:
Partama: Memperbanyak Puasa Sunnah; Nabi Muhammad SAW bersabda dalam sebuah hadis : “Sebaik-baiknya puasa setelah Ramadhan adalah puasa di Bulan Allah yaitu bulan Muharram” (HR. Muslim).
Berpuasa di bulan Muharram memberikan kita pahala yaitu berpuasa satu hari setara dengan puasa selama tiga puluh hari. Hal ini disebutkan oleh Al Hafiz Ibnu Hajar bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang berpuasa di akhir bulan Dzulhijjah dan di awal bulan Muharram, Allah akan menjadikannya penebus dosa selama lima puluh tahun. Dan puasa satu hari di bulan Muharram sama dengan puasa tiga puluh hari”.
Dengan memperbanyal puasa Sunnah, akan memberikan banyak manfaat yang luar biasa bagi kita yang melaksanakannya. Di antara manfaat puasa Sunnah adalah membuat jiwa lebih kuat dan mampu menahan hawa nafsu untuk berbuat keburukan.
Kedua: Puasa Tasu’a; Puasa Tasu’a adalah puasa Sunnah yang dilakukan dalam salah satu hari di bulan Muharram. Puasa ini biasa dilakukan satu hari sebelum puasa Asyura tepatnya pada tanggal 9 Muharram. “Seandainya aku masih hidup tahun depan, sungguh aku akan berpuasa pada tanggal 9 Muharram” (HR. Muslim No.1253).
Ketiga: Puasa Asyura; “..Bahwasanya Rasulullah SAW berpuasa pada hari raya Asyura..” (HR.Bukhari dan Muslim No.1251).
Setelah puasa Tasu’a,salah satu puasa Sunnah yang sangat dianjurkan pada bulan muharram yaitu puasa Asyura, yang mana puasa tersebut dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram. Keutamaan puasa Asyura, dijelaskan dalam hadis yang diriwayatkan Abu Qatdah RA, bahwa Rasulullah SAW : “Puasa hari Arafah dapat menghapuskan dosa dua tahun yang telah lepas dan akan datang, dan puasa Asyura (tanggal 10 Muharram) menghapuskan dosa setahun yang lepas (HR. Muslim).
Kempat: Berbuat Amalan Shalih dan Jauhi Maksiat; Firman Allh, SWT. dalam Al-Qur’an At-Taubah : 36;
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (QS. At-Taubah [9]: 36).
Di bulan yang sangat dicintai oleh Allah SWT, maka perbanyaklah diri kita untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang penuh manfaat dan sangat dicintai oleh Allah SWT. Salah satu kegiatan yang sangat dicintai Allah SWT adalah bersedekah, terutama ketika sedekah tersebut dibagikan kepada dhuafa dan anak yatim, tentunya jika dilakukan maka akan ada banyak pahala yang diterima oleh kita.
Mari kita sambut bulan Muharram dengan mengerjakan amalan-amalan terbaik yang insyallah akan memberikan pahala serta keberkahan bagi kita semua, Aamiin ya rabbal Allamin.
Ketiga: Waktu adalah salah satu dari makhluk Allah, seperti juga manusia, jin, dan binatang. Namun, sebagaimana ada tempat-tempat utama, seperti Multazam, Masjid Nabawi, Masjidil Haram, dan lainnya, waktu pun demikian. Dalam tiap rentang waktu tertentu yakni hari, pekan, bulan, dan tahun selalu terkandung bagian waktu yang diistimewakan, misalnya waktu antara maghrib dan isya, sepertiga malam terakhir, hari Jumat, bulan Ramadhan, bulan Muharram, dan lain sebagainya. Dalam waktu-waktu spesial itulah pahala bisa dilipatgandakan, dosa-dosa bisa dihapus, dan doa-doa kemungkinan besar dikabulkan.
Allah swt memang telah menganugerahi kita kesempatan emas yang demikian banyak. Allah mengutamakan waktu tertentu karena hendak memberi keutamaan kepada sejumlah hamba-Nya. Sebagaimana keterangan Ibnu ‘Asyur saat menafsirkan surat At-Taubah ayat 36 di atas:
Artinya: Ketahuilah bahwa dimuliakannya sejumlah waktu dan tempat tertentu merupakan kehendak dimuliakannya manusia, melalui perbuatan-perbuatan baik dan akhlak mulia yang mereka lakukan (Muhammad Ibnu ‘Asyur dalam At-Tharîr wat Tanwîr)
Pernyataan Ibnu ‘Asyur mengandung pengertian bahwa kemuliaan bulan tertentu tidak mutlak berarti kemuliaan umat Islam secara otomatis. Kemuliaan umat Islam mengandung syarat, yakni ketika mereka mau mengisi waktu-waktu khusus tersebut dengan amal salih dan akhlakul karimah.
Keempat: Keutamaan bulan-bulan khusus adalah satu hal, dan keutamaan pribadi orang-orang Islam adalah hal yang lain. Keistimewaan bulan Muharram adalah satu soal, sementara keistimewaan individu-individu kaum muslimin adalah soal lain. Hal tersebut sangat tergantung bagaimana kita umat Islam merespons keutamaan-keutamaan yang diberikan Allah kepada kita: Apakah mengisinya dengan baik atau tidak.
Di antara amalan yang amat dianjurkan di bulan pertama kalender hijriah ini adalah puasa. Dalam hadits riwayat Ibnu Majah dijelaskan, seseorang datang menemui Rasulullah saw dan bertanya, setelah Ramadhan, puasa di bulan apa yang lebih afdhal? Nabi menjawab: Puasa di bulan Allah, yaitu bulan yang kalian sebut dengan Muharram.
Penyebutan Muharram sebagai bulan Allah atau syahrullâh menunjukkan posisi bulan ini yang amat spesial. Melalui riwayat Ibnu Majah pula, puasa pada hari ‘Asyura (10 Muharram) disebut sebagai bagian dari amalan untuk menghapus dosa-dosa setahun yang telah lewat. Selain 10 Muharram, puasa juga masih dianjurkan pada hari-hari lain di bulan ini.
Amalan lain yang bisa digiatkan adalah meningkatkan solidaritas antarsesama. Kebanyakan umat Islam, utamanya di Indonesia, menjadikan momen Muharram sebagai lebaran anak yatim dengan memberikan santunan kepada anak-anak yang kehilangan orang tua dan secara ekonomi lemah.
Salah satu Ulama Nusantara, KH Shaleh Darat dalam Lathaifut Thaharah wa Asrarus Shalah mengistilahkan 10 Muharram sebagai bagian dari hari raya umat Islam yang layak diperingati dengan sedekah kepada fakir dan miskin. Tentu saja menyantuni anak yatim atau membantu siapa pun yang butuh pertolongan tak terikat dengan waktu. Tapi Muharram adalah momen sangat baik untuk menunjukkan kepedulian sosial kita.
Bulan mulia harus diisi dengan perbuatan mulia. Al-a‘mâl as-shâlihah wal akhlâq al-karîmah yang disebut Ibnu ‘Asyur harus hadir jika kita ingin meraih berkah keutamaan bulan Muharram. Pengertian amal saleh dan akhlak mulia amat luas, mencakup ibadah dengan Allah, berhubungan dengan masyarakat, atau sikap kita terhadap lingkungan alam kita.*** Wallhu Alam
*Artikel merupakan esensi Khutbah Jumat, 05 Juli 2024
*Penulis Pakar Manajemen Pendidikan