Oleh: Uchok Sky Khadafi
Aktivis 98, Direktur Eksekutif Center for Budget Analisys (CBA)
JAKARTA || Ekpos.com – Sederet masalah tengah menanti presiden terpilih Prabowo Subianto ketika nanti menjalankan roda pemerintahan. Satu di antaranya yakni soal kehadiran raksasa teknologi digital asal negeri Paman Sam, Starlink.
Harap dicatat bahwa Starlink adalah perusahaan yang lahir dan tumbuh di negeri yang kultur dan paham ideologinya (khususnya konsep ekonomi) sangat berbeda dengan negeri tempat presiden terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto lahir dan tumbuh.
Starlink lahir di tempat yang mengelu-elukan konsep pasar bebas (laissez faire) dalam memaknai bisnis (peran negara bila perlu ditaruh dipojok arena) sedangkan Prabowo Subianto lahir di tempat di mana konsep ekonomi harus berbasis kepentingan rakyat (Pancasila, Pasal 33 UUD 45-negara harus hadir di tengah rakyatnya). Jelas sudah bertolakbelakang.
Sinyal di mana Starlink ogah ikuti rule of the game ekonomi suatu negara dalam konteks ini Indonesia riak-riaknya di awal sudah nampak jelas. Pertama, Starlink hadir tanpa mengindahkan aturan-aturan bisnis atau investasi yang ada.
Misal, Starlink tak sedikitpun punya keinginan untuk membantu menyerap tenaga kerja (fakta menunjukkan Starlink hanya punya tiga karyawan). Bagi mereka sikap demikian adalah hal yang lumrah karena prinsip bisnis harus untung sebesar mungkin dan resiko seminim mungkin (spirit liberalisme ekonomi pada dasarnya seperti itu). Tapi bagi kita, spirit model begitu tak lebih sebagai tantangan terbuka terhadap nilai-nilai yang dianut bangsa dan negara ini (investasi harus mendatangkan manfaat kemakmuran bagi rakyat).
Kedua, Starlink secara terang-terangan menginginkan akses pasar yang seluas-luasnya (direct to cell salah satunya). Keinginan ini, mengindikasikan bahwa Starlink tak mengindahkan resiko yang bakal diterima suatu negara dalam hal ini Indonesia yang akan terdampak karena segmentasi itu bisa membuldozer tenaga kerja (dampak PHK terbuka lebar jika pemerintah memberikan lampu hijau kepada Starlink untuk direct to cell).
Kembali ke soal perbedaan Starlink dan Prabowo yang sedikit diuraikan di atas bahwa secara gamblang dapat dikatakan keduanya bakal berbeda dalam hal spirit. Liberalisme vs Nasionalisme.
*Pertaruhan Ideologi*
Dari sisi konsep investasi mungkin kehadiran Starlink dianggap biasa-biasa saja. Namun, jika dicermati secara mendalam dibalik investasi tersebut, sederet persoalan sudah nampak jelas di depan mata (di atas sedikit sudah dijelaskan-PHK).
Tak dapat dipungkiri bahwa dibalik sebuah investasi kerap kali terselip kepentingan ideologi di dalamnya. Inilah yang akan jadi salah satu batu uji atau tantangan bagi presiden terpilih Prabowo Subianto yang notabenenya adalah sosok yang selama ini identik selalu mengobarkan nilai-nilai akan cinta tanah air (nasionalisme) dalam artian luas.
Lalu pertanyaannya kira-kira sikap atau langkah seperti apa yang akan dilakukan Prabowo Subianto dalam menghadapi kondisi demikian? Yang jelas, paham nasionalisme yang dianut Prabowo Subianto akan jadi pertaruhan serius dalam konteks ini. Prabowo diuji jiwa nasionalismenya. Apakah hanya sekedar retorika belaka atau benar-benar komitmen terhadap paham nasionalisme yang selalu ia gaungkan selama ini. Retorika atau tidaknya, publik perlu bersabar karena Oktober akan jadi bulan di mana Prabowo Subianto presiden terpilih 2024-2029 baru bisa menjawabnya (retoris atau tidaknya).
*Tanpa Nasionalisme, Kedaulatan Hanyalah Omong Kosong Belaka*
Sejarah membuktikan bahwa Indonesia berdiri tegak hingga saat ini karena ditopang dan tak terlepas dari spirit Nasionalisme yang berkobar dalam dada anak bangsa, fakta ini tak bisa dipungkiri. Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara berdaulat enggan kepentingan nasionalnya didikte asing.
Yang jelas tanpa nasionalisme, Indonesia hanyalah menjadi negara boneka yang terbelenggu oleh paham atau ideologi asing selamanya. Bersyukur para pendiri bangsa ini memberikan tauladan yang begitu kuat bagi kita para penerusnya bahwa nasionalisme adalah instrumen yang harus dijaga dan jadi “senjata” dalam menghadapi serbuan ideologi asing.
Harap dicatat, Nasionalisme adalah perisai yang lindungi bangsa dan negara ini. Dengan nasionalisme pula lah bangsa dan negara ini memastikan seluruh kedaulatannya terjaga dan terjamin.
Gaung kedaulatan akan terasa hampa atau omong kosong belaka jika nasionalisme harus tunduk dan lunglai di hadapan utusan neo-lib bernama Starlink. Di pundak Prabowo Subianto lah beban ini kini dipertaruhkan. Semoga spirit Nasionalisme dan Patriotisme dalam diri Prabowo Subianto tetap menyala!