Foto Ist :
JAKARTA || Ekpos.com – Wartawan Senior Aat Surya Safaat mengharapkan Kejaksaan Agung serius menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi pengadaan pesawat Grand Caribou senilai Rp116 miliar pada 2015 yang diduga melibatkan Bupati Puncak Papua periode 2013-2018 dan 2018-2023, Willem Wandik.
“Tokoh masyarakat dan mahasiswa asal Puncak Papua di Jakarta ingin tahu dimana kendalanya dan kenapa sampai berlarut-larut proses hukumnya, sementara Willem Wandik sendiri saat ini menjadi salah satu balon (red-bakal calon Gubernur Papua Tengah),” kata Aat melalui keterangannya di Jakarta, Sabtu (27/7/2024).
Menurut Aat, dirinya pernah melakukan liputan ke Kabupaten Puncak Papua pada Oktober 2017 dan sampai sekarang menjalin hubungan baik dengan sejumlah tokoh dan mahasiswa asal Puncak Papua di Jakarta.
Kejaksaan Agung, lanjutnya, telah memanggil sejumlah saksi dan melakukan penyidikan terkait pengadaan pesawat Grand Caribou itu. Selain itu, Kejaksaan Agung sudah mendalami adanya dugaan penyelewengan Dana Bansos 2013 senilai Rp 15 Miliar di Kabupaten Puncak Papua. Tapi sampai sejauh ini belum ada informasi tindaklanjutnya.
Aat lebih lanjut mengemukakan, momentum menjelang Pilkada ini sangat penting untuk menjernihkan persoalan yang menyangkut calon pimpinan daerah, karena masyarakat di mana pun mengharapkan hadirnya pemimpin yang bersih, transparan dan berwibawa serta bisa membawa kemajuan bagi daerahnya.
Sebelumnya, Forum Mahasiswa Peduli Pembangunan Papua (FMPPP) Kabupaten Puncak dalam laporannya kepada Kejaksaan Agung pada September 2016 menyebutkan, pengadaan pesawat Grand Caribou menghabiskan dana sebanyak Rp116 miliar, bahkan dengan biaya lain-lainnya mencapai Rp146 miliar.
Selain menyambangi Kejagung, FMPPP juga mengaku sudah melaporkan kasus tersebut ke Badan Reserse Kriminal (Bareskim) Mabes Polri pada 23 Februari 2016. Dalam laporannya, FMPPP Kabupaten Puncak menyertakan sejumlah berkas barang bukti berupa surat Dinas Perhubungan Kabupaten Puncak dan rekening koran giro.
Mereka berharap, semua pihak terkait memahami langkah FMPPP melaporkan kasus dugaan korupsi pengadaaan pesawat dan dugaan penyelewengan dana Bansos yang dilakukan Pemkab Puncak Papua itu, semata-mata untuk tujuan memajukan pembangunan Papua, khususnya pembangunan di Kabupaten Pucak.
Disebutkan, dana untuk pembelian pesawat Grand Caribou bersumber dari APBD Kabupaten Puncak pada Dinas Perhubungan Kabupaten Puncak Provinsi Papua Tahun Anggaran 2015 dan sudah dibayarkan 100 persen.
Pembelian pesawat itu dinilai tidak sesuai prosedur. Pasalnya, pesawat itu dianggap sudah tidak layak dan harganya sangat mahal, namun tetap saja dibeli oleh Pemkab Puncak Papua.
Di sisi lain, Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 160 tahun 2015 tentang Peremajaan Armada Pesawat Udara Angkutan Udara Niaga menyebutkan bahwa pesawat udara hanya dapat digunakan hingga batas 30 tahun.
Pesawat Grand Caribou itu adalah keluaran tahun 1960, dibuat oleh pabrikan Viking Air Limited (De Havilland) di Kanada dan direka ulang oleh Pen Turbo Aircraft Inc (Penta Inc).
Reka ulang pesawat dilakukan dengan mengganti mesin dan beberapa komponen lainnya sebelum dijual kembali kepada pihak swasta rekanan Pemerintah Daerah Puncak Papua yang memenangkan proyek pengadaan senilai Rp116 miliar. Pesawat pengadaan Pemkab Puncak Papua itu sendiri jatuh di Mimika Papua pada 31 Oktober 2016 padahal belum genap sebulan beroperasi.
*BANTAH KORUPSI*
Sementara itu, Bupati Kabupaten Puncak, Papua, Willem Wandik mengklaim tak melakukan penyelewengan anggaran dalam pembelian pesawat seharga Rp100 milliar Bupati beranggapan, penggunaan anggaranpembelian pesawat, sudah sesuai prosedur.
Sedangkan untuk pembelian pesawat sangat dibutuhkan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mempercepat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Puncak,” kata Bupati.
Soal pembelian pesawat, untuk mengatasi tingkat kemahalan di Kabupaten Puncak. “Bayangkan, harga air mineral di Puncak mencapai Rp25 ribu, beras satu karung Rp700 ribu, gula per kilogram sebesar Rp50 ribu, bensin Rp50 ribu, semen per sak sebesar Rp2 juta, dan lain-lainnya. Jadi, satu-satunya kebijakan yang saya lakukan adalah membeli pesawat untuk menekan tingginya tingkat kemahalan. Pesawat akan hadir bulan ini menjadi aset daerah,” katanya.
Pesawat yang dibeli jenis Grand Karavan memang dianggap lama karena bodi buatan tahun 70-an dan mesin tahun 90-an, namun mampu memuat 5 ton, serta layak beroperasi di Kabupaten Puncak.
Anggaran pembelian pesawat tersebut diambil dari dana APBD Induk selama dua tahun. Dimana tahun pertama sebesar Rp80 miliar dan tahun kedua sebesar Rp40 miliar. Jadi kalau ada yang melaporkan dirinya ke penegak hukum karena dugaan korupsi, bupati menganggapnya sebagai koreksi untuk terus meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
“Tapi kalau melapor harus punya bukti, jangan malah menfitnah, jangan nanti masyarakat Puncak angkat panah dan membunuh hanya karena ulah segelintir orang,” katanya. (Red/Viva.co.id).