Jakarta || Ekspos.com – Dari gedung Merah-Putih, kantor PGSI Demak, kami meluncur menuju gedung KPK di Jakarta, menempuh perjalanan selama delapan jam, melalui kendaraan darat, untuk konsultasi dan melaporkan penerimaan uang gratifikasi, demi mewujudkan dunia pendidikan yang berintegritas dan mewujudkan generasi pelurus bangsa yang antikorupsi.
Demikian disampaikan oleh Noor Salim, seorang guru Non ASN, yang juga sebagai Ketua DPD PGSI (Persatuan Guru Seluruh Indonesia) Kabupaten Demak, usai dari gedung KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), yang beralamat di jalan HR. Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (29/7/2024).
Disampaikan kepada awak media, bahwa saat sesi wawancara dan pengambilan video testimoni oleh tim kedeputian bidang Dikmas KPK, Salim, panggilan akrabnya, menjelaskan bahwa, apa yang dilakukan olehnya adalah murni kesadaran pribadi, baik selaku guru maupun ketua PGSI.
“Niat saya datang ke KPK, adalah untuk konsultasi sekaligus melaporkan penerimaan uang gratifikasi, murni karena kesadaran pribadi, baik sebagai guru maupun selaku ketua PGSI,” kata Salim, pria penerima penghargaan tingkat ASEAN.
Maka saya berharap, kepada semua teman- teman guru di kabupaten Demak khususnya dan di seluruh Indonesia, baik yang ASN maupun non ASN, agar bisa menerapkan karakter antikorupsi dalam kehidupan sehari- hari dan memberikan edukasi kepada siswa, orangtua siswa, hingga masyarakat, bahwa memberi dan menerima uang atau barang yang bernilai kepada guru, apalagi akibat dari penerimaan uang tersebut, nantinya bisa mempengaruhi obyektifitas penilaian guru terhadap siswa, maka tergolong gratifikasi, tambah Salim, guru multi talenta yang mengajar seni budaya, sejarah peradaban Islam, dan Pendidikan Agama Islam di beberapa jenjang sekolah.
Ditanya tentang kronologi mendapatkan uang gratifikasi, Noor Salim menjelaskan bahwa, pada akhir Juni lalu, tepatnya pada tanggal 29, dia menerima amplop sebagai wujud terimakasih dari orangtua siswa karena telah membimbing putra/putrinya, nah setelah sampai dirumah, Salim membuka, ternyata selain surat ucapan terimakasih juga ada sejumlah uang, ungkapnya.
Namun hingga tiga minggu, lanjutnya, “uang tersebut saya simpan rapi dalam buku kerja, karena masih ragu apakah termasuk gratifikasi atau tidak, saya baru tahu setelah terhubung dengan Pak Amir Arief, direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi KPK, pada Jum’at (26 Juli lalu), jeBuLnya (red- mternyata), hal itu tergolong sebagai gratifikasi,” pungkas pria yang juga pengurus Majelis Daerah KAHMI.
Sementara itu, uang penerimaan gratifikasi dalam amplop, diserah-terimakan kepada Mayang, tim direktorat gratifikasi dan pelayanan publik, diruang gratifikasi gedung KPK.
*PENDIDIKAN ANTIKORUPSI, TERINTEGRASI*
Usai penyerahan uang gratifikasi dan take video testimoni, Noor Salim melanjutkan diskusi dengan Barir dan Hani, tim Direktorat Jejaring Pendidikan KPK, terkait atas “hilangnya” pendidikan karakter antikorupsi di sekolah-sekolah, yang telah diamanatkan dalam Inpres Nomor 2 tahun 2014, tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Dalam diskusi tersebut, baik Noor Salim maupun Barir, sepakat bahwa, pendidikan anti korupsi harus di integrasikan dalam semua mata pelajaran.
“Komitmen bersama terutama para guru di semua jenjang, untuk mewujudkan ekosistem pendidikan yang berintegritas, anti korupsi, harus diimplementasikan dan diintegrasikan dalam pembelajaran di semua mata pelajaran,” kata Barir.
Jika tidak ada komitmen, lanjut Barir, maka modul ajar penguatan nilai-nilai antikorupsi sebagus apapun yang disusun tim KPK, ya tidak akan maksimal hasilnya, maka dibutuhkan semua stakeholder untuk gerak bersama,” tambahnya.
Di akhir diskusi, Tim Direktorat Jejaring Pendidikan KPK, menyerahkan Buku Strategi Nasional Pendidikan Antikorupsi dan beberapa paket modul ajar, kepada Ketua PGSI Demak. (Red).