TNI Alat Pertahanan Negara, “Bukan Penegak Hukum”

SUKABUMI || Ekpos.com – Peneliti Senior Imparsial, Al Araf menegaskan, substansi perubahan yang diusulkan oleh TNI dan pemerintah di dalam DIM (red-Daftar Inventaris Masalah) yang beredar bukannya memperkuat agenda reformasi TNI yang telah dijalankan sejak tahun 1998, tapi justru malah sebaliknya. Alih-alih mendorong TNI menjadi alat pertahanan negara yang profesional, sejumlah usulan perubahan memundurkan kembali agenda reformasi TNI.

Berdasarkan pandangan diatas, tegas Imparsial, mendesak DPR dan Pemerintah untuk menghentikan segala bentuk pembahasan agenda revisi UU TNI. Kerena selain tidak urgen untuk dilakukan saat ini, sejumlah substansi usulan perubahan juga membahayakan kehidupan demokrasi, negara hukum dan pemajuan HAM, tekannya.

Al Araf mengungkapkan, tanggal 15 Agustus 2024, terdapat dokumen daftar inventaris masalah (red-DIM) rancangan perubahan UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI. Dalam DIM tersebut, salah satunya diusulkan bahwa TNI, khususnya TNI AD, diberikan kewenangan untuk melakukan penegakan hukum di darat. “Kami menilai usulan tersebut sangat mengancam demokrasi dan HAM serta melenceng jauh dari rel UUD NRI Tahun 1945,” tandasnya melalui keterangan, Jum’at (16/8).

Al Araf menyebutkan, Pasal 8 huruf b dalam DIM tersebut menyebutkan “Angkatan Darat bertugas menegakkan hukum dan menjaga keamanan di wilayah darat sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional”.

“Kami memandang, perluasan peran TNI menjadi aparat penegak hukum adalah keliru dan bertentangan dengan amanat Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 yang selengkapnya berbunyi “Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi dann memelihara keutuhan dan kedaulatan”. Dan pasal 2 ayat 1 TAP MPR VII Tahun 2000 tentang Peran TNI dan Peran Polri yang berbunyi “Tentara Nasional Indonesia merupakan alat negara yang berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia”,” tandasnya.

Penting untuk diingat, tekan Al Araf, raison d’etre dibentuknya militer semata-mata dibentuk sebagai alat pertahanan negara untuk menghadapi ancaman perang. Militer tidak pernah dimaksudkan untuk bertugas sebagai aparat penegak hukum. Sebaliknya militer dilatih, dididik, dipersiapkan dan dipersenjatai untuk perang. Pelibatan militer dalam penegakan hukum akan menimbulkan tumpang tindih kewenangan dengan aparat penegak hukum lain, ucapnya.

Al Araf, Peneliti Senior Imparsial mendesak, agar DPR fokus untuk menegakan konstitusi dan TAP MPR dengan meletakkan TNI sebagai alat pertahanan negara dan bukan penegak hukum.

Dengan demikian, pinta Al Araf, Baleg DPR yang sedang membahas revisi UU TNI wajib menolak usulan pasal dalam DIM yang memberikan kewenangan kepada TNI untuk terlibat dalam penegakan hukum. Sebagai wakil rakyat, anggota DPR harus dengan sungguh-sungguh menjalankan konstitusi dan tidak melanggar konstitusi, ucapnya.

Selain itu, tegas lagi Al Araf, terdapat juga usulan bahwa, TNI ingin menghapus larangan berbisnis bagi anggota TNI. Ketentuan ini merupakan pandangan keliru serta mencerminkan kemunduran upaya reformasi di tubuh TNI. “Prajurit militer dipersiapkan untuk profesional sepenuhnya dalam bidangnya yaitu pertahanan, bukan berbisnis. Militer tidak dibangun untuk kegiatan bisnis dan politik, karena hal itu akan mengganggu profesionalismenya dan menurunkan kebanggaan sebagai seorang prajurit yang akan berdampak pada DISORIENTASI tugasnya dalam menjaga kedaulatan negara,” imbuhnya.

Pada titik ini, terang Al Araf, sudah seharusnya pemerintah tidak lempar tanggung jawab dalam mensejahterakan
prajurit dengan menghapus larangan berbisnis bagi prajurit TNI. Penting untuk diingat bahwa, tugas mensejahterakan prajurit merupakan kewajiban negara bukan tanggung jawab prajurit secara individu.

Seharusnya alih-alih menghapuskan larangan berbisnis bagi TNI aktif, pemerintah dan TNI fokus di dalam mensejahterakan prajurit dan bukan malah mendorong prajurit berbisnis, bebernya.

Ungkap Al Araf, sebelumnya draft RUU TNI versi Baleg DPR RI juga mengusulkan perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh prajurit TNI aktif. Perluasan ruang bagi perwira TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil tidak lebih sebagai langkah untuk melegalisasi kebijakan yang selama ini keliru yaitu banyaknya anggota TNI aktif yang saat ini menduduki jabatan-jabatan sipil seperti di Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral dan bahkan di Badan Usaha Milik Negara. Ombudsman RI sendiri mencatat setidaknya sebanyak 27 anggota TNI aktif menjabat di BUMN. Belakangan ini juga ada perwira TNI aktif yang menduduki jabatan kepala daerah seperti di Kabupaten SERAM Bagian Barat dan Pejabat Gubernur Provinsi Aceh, pungkasnya. (Red/Aki Yunus).

Total
0
Shares
Previous Article

Komandan Lanal Bandung Hadiri Pengukuhan Paskibraka Kota Bandung

Next Article

Kapolres: 55 Kantong Darah Terkumpul, Sambut Hari Jadi Polwan Ke-76

Related Posts