JAKARTA || Ekpos.com – Kewenangan DPR adalah merumuskan dan menetapkan norma hukum untuk membentuk undang-undang. Sementara itu, wewenang Mahkamah Konstitusi (MK) adalah meninjau norma-norma dalam undang-undang yang telah ditetapkan oleh DPR untuk memastikan apakah norma tersebut sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian, MK tidak memiliki wewenang untuk mengambil alih kewenangan DPR dalam penentuan norma hukum.
Hal tersebut diungkapkan Inas N Zubir, Kader dan Politisi Senior Partai Hanura melalui keterangannya kepada wartawan, Kamis (22/8).
Menurutnya, memang benar bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bersifat final dan mengikat, sehingga tidak ada upaya hukum lain yang dapat membatalkannya. Namun, penting untuk dipahami bahwa DPR merupakan lembaga legislasi, bukan lembaga hukum. Tugas DPR adalah merumuskan dan menetapkan norma hukum menjadi undang-undang.
“Jika terdapat kekeliruan dalam putusan MK, maka DPR memiliki kewajiban untuk memperbaiki regulasi yang ada,” tandasnya.
Ditegaskannya, Putusan MK No. 60/PUU-XXII/2024 mengenai ambang batas yang harus dipenuhi oleh partai politik atau gabungan partai politik untuk mendaftarkan pasangan calon kepala daerah dianggap keliru oleh DPR. Pasalnya, MK telah mengubah norma hukum dari undang-undang Pilkada dengan menciptakan norma hukum baru, yang seharusnya menjadi kewenangan DPR sebagai pembentuk undang-undang.
“Dengan demikian, adalah sah bagi DPR untuk melakukan perbaikan terhadap norma hukum dalam undang-undang yang telah diubah oleh MK,” pungkasnya. (Red).