Paska Lengser, Jokowi-Family-Kroni Keranjang Sampah

 

Damai Hari Lubis (Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212)

JAKARTA || Ekpos.com – Kausalitas sepak terjang Jokowi selama satu dekade 2014-2024 disinyalir “hobby menjerat leher para politisi,” lalu menarik jeratan kapan ia mau atau Ia butuhkan. Maka implikasi paska lengser Jokowi dan Keluarga serta “kroni yang lemah”, akan berkesan menjadi keranjang sampah dari para “musuh politiknya” termasuk dari berbagai komponen masyarakat yang merasa banyak dibohongi. Apa akhir sejarah politik hukum dari petualang politik edan yang bernama Jokowi (crazy political adventurer) yang juga bersemayam tuduhan publik pengguna Ijasah Palsu UGM ini?

Contoh kegagalan Anies di pilkada diusung PKS, atau Nasdem atau PKB. Terlebih terhadap PDIP. pastinya, ada benang merah politisnya, karena dari kelompok aktivis pendukung Anies, turut serta mensupport langsung ke tokoh intelektual di “partai wong cilik”, namun berakhir sedemikian rupa, dan itu tentu hak PDIP dan para pengurus serta para tokohnya, yang realita sebuah partai besar di tanah air yang kini juga sedang “bermusuhan” akibat Jokowi khianati partai PDIP. Atau sama dengan khianati Megawati dan para tokoh seniornya ditubuh partai.

Kenapa Jokowi dituduh terlibat “mendisposisi lisan” Anies dalam Pilkada ? Ditengarai ada hubungan dengan Kaesang Bin Joko Widodo yang songong batal ikut pilkada, yang justru kini perbendaharaan laporan terhadap dirinya ke pihak aparat bertambah sebagai pelaku penerima gratifikasi, karena Jokowi bapak’e adalah presiden RI yang sudah capek-capek serta coreng moreng dimata publik menundukkan MA/ Mahkamah Agung

Sehingga karakter Jokowi yang berjubel menampakan penyimpangan dari sisi kaedah-kaedah hukum, dari larangan sistim hukum untuk dari yang sekedar berbohong, bahkan sampai dengan wacana komprador melalui kebijakan desainer IKN dan HGU 190 Tahun untuk WNA (China Komunis). Termasuk wacana pembangkangan terhadap konstitusi (UUD. 45) yang berdampak kebohongan luhut yang mengantongi big data 110 juta masyarakat Indonesia menginginkan pemilu 2024 ditunda atau memuluskan Jokowi presiden 3 periode.

Oleh karenanya, semua unsur pelanggaran dan kejahatan sistim hukum ini, akan mengarah kepada pribadi Jokowi dan selaku penanggung jawab eksekutif tertinggi sebagai Presiden RI.

Walau Jokowi nyata gagal karena faktor dicegah oleh sosok Megawati. Namun justru Jokowi membalas Megawati, dengan pola, “selaku petugas partai tidak mendukung Ganjar”, malah berbalik mendukung partai lain, bahkan Gibran yang nota bene adalah kader PDIP atau petugas partai, lalu Gibran dengan pola nepotisme menjadi calon Wapres pada pilpres 2024. Dan tidak cukup itu saja kurang ajarnya Jokowi kepada Megawati anak proklamator yang membesarkan Mereka (anak beranak) dikancah perpolitikan sehingga mendapatkan posisi eksekutif terhormat, justru membalas dengan air tuba, malah mengejar Megawati melalui pemangilan KPK terhadap Sekjen PDIP Hasto Kristianto.

Maka segala “jenis sampah” akan ditumpahkan kepada tubuh dan kepala Jokowi dan keluarga, dari sampah kotor sampai yang berbau bangkai menjijikan, bahkan tas mewah milik Iriana istrinya akan ikut dipertanyakan asas usulnya.

Sungguh fatal bagi Jokowi, urusan utamanya adalah kepada Partai yang berlogo kepala benteng bertanduk, yang menjadikan dirinya presiden dua periode, namun Ia khianati, bahkan Ia lecehkan dengan cara meninggalkan sonder permisi. Attitude diskursus politik Jokowi benar-benar a moral dan abnormal. Jauh dari martabat anak kepada sosok bak Ibu yang merawat dan membesarkannya.

Maka justru secara analisa politik sederhana, sikapnya yang hobi meng- obstruksi menggunakan jeratan leher para oknum petinggi partai yang memiliki kartu jelek di jalur hukum. Diantaranya Airlangga, Zulhas, Muhaimin, Bahlil dan beberapa lainnya bahkan terakhir Hasto dan Megawati pun menjadi target Jokowi.

Oleh karenanya, memperhatikan gelagat fluktuasi politik saat ini, maka seruan mengejar Jokowi, akan meletus paska pelantikan Presiden RI. 20 Oktober 2024, masyarakat sepertinya sudah ancang-ancang siap meramaikan Jakarta dan berbagai kota-kota besar lainnya, sepertinya akan menyatu menjadi super kekuatan ketika turun bersama-sama dengan para pecinta banteng dan simpatisan mereka serta kelompok masyarakat pada umumnya.

Bisa jadi Prabowo demi kenyamanan tanah air, dan demi semata pelaksanaan program kerjanya, baik yang jangka pendek mau pun jangka panjang, demi kondusivitas negeri, akan mengalah secara arif dan bijaksana, lalu menyerahkan Jokowi untuk diproses hukum secara proporsional, transparan dan objektif, termasuk mengistirahatkan Gibran agar dapat berkonsentrasi terhadap proses hukum yang harus Ia pertanggungjawaban Jo. Laporan di KPK dan Jo. Nepotisme terkait putusan MKMK. Serta kasus ijasah D 1 yang tak jelas keabsahan hukumnya, namun dipakai sebagai persyaratan di KPU.RI pada pilpres 2024 dan pemilu pilkada di Surakarta. Dan jika Gibran terhempas, bargaining politik akan menentukan kader PDIP akan menggantikannya sebagai Wapres.

Tanda-tanda Jokowi dan keluarganya akan menjadi keranjang sampah yang bau adalah:
1. MK. Sudah melawan dengan putusan 60 Jo. Putusan 70/ PUU/ XII/ 2024 akibatkan Kaesang gagal dalam pilkada,
2. Jokowi terkena perangkap kera melalui jebakan kuorum, dari para anggota parlemen yang beberapa pimpinan parpol mereka sebelumnya nunut dan senang “menjilati”dubur Jokowi,
3. Jokowi ternyata tidak dijadikan ketua dewan pembina Golkar, sehingga pupus hasratnya, jika berkeinginan untuk menjadi Ketum Partai PDIP. Lalu merger- kan partai golkar dan PDIP dibawah telapak kakinya,
4. Kasus ijasah palsu, nepotisme dan putusan MK.MK akan terus dipacu mengejar Jokowi dan Gibran serta Anwar Usman,
5. Selanjutnya, respon politik Prabowo melihat fluktuasi gerakan politik dan gerakan rakyat yang datang tak henti serta antusias bergelombang besar dengan prediksi politik, cenderung jika diabaikan akan berakibat chaotic bahkan revolusi sosial.

Sehingga, tidak keliru, deskripsi solutif yang paling nice dan ideal, jika akhirnya diskresi politik hukum dilahirkan oleh Prabowo Subianto selaku Presiden RI. Dengan beralaskan “kekuatan prerogatif” yang Ia miliki melalui tangan-tangan pimpinan tertinggi insitusi penegakan hukum (Jagung RI, Kapolri bahkan kepada lembaga KPK) berdasarkan semata demi kondusifitas persatuan dan kesatuan Prabowo serta demi fungsi kepastian hukum dan keadilan ideal untuk “mengalah dan setop petualangan gila Jokowi dan Gibran serta kerabatnya dan kroninya para pengusaha yang turut terlibat KKN”. **

Total
0
Shares
Previous Article

Octa Vadilla: Generasi Muda Terus Bangkit dan Berkarya

Next Article

TEORI SIKLUS IBNU KHALDUN, DISADUR DENGAN FENOMENA SISTIM POLITIK EKONOMI HUKUM DAN BUDAYA KEROPOS REVOLUSI MENTAL REZIM JOKOWI

Related Posts