Warisan Ugal-ugalan untuk Presiden Prabowo
Oleh: Agusto Sulistio (Pegiat Sosmed, Pendiri The Activist Cyber)
JAKARTA || Ekpos.com – Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Proyek Strategis Nasional (PSN) dicanangkan sebagai pilar utama pembangunan ekonomi dan infrastruktur Indonesia. Dengan janji-janji megah, proyek-proyek ini diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, kenyataannya seringkali bertolak belakang dengan narasi yang dipromosikan. Dampak dari proyek-proyek ini tidak hanya menunjukkan bahwa pembangunan yang dicanangkan hanya berkilau di permukaan, tetapi juga mengungkapkan masalah yang mendalam terkait kesejahteraan rakyat dan perekonomian.
*Kecenderungan Pembangunan dan Dampaknya*
Proyek Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 di pantai utara Banten adalah contoh nyata dari paradoks ini. Dengan investasi Rp.65 triliun dan lahan seluas 1.756 hektare, proyek ini diklaim sebagai kawasan hijau “*Tropical Coastland*” yang ramah lingkungan. Namun, di balik kemegahan visi ini, terdapat dampak sosial yang merugikan, seperti pengusiran paksa warga dan kerusakan lingkungan. Nelayan Desa Kohod, yang terdampak oleh pemasangan patok bambu dari proyek tersebut, mengalami penurunan pendapatan drastis. Mereka terpaksa melaut lebih jauh dengan biaya yang meningkat dan hasil tangkapan yang menurun, menunjukkan bagaimana proyek-proyek besar ini sering kali mengorbankan kesejahteraan masyarakat lokal demi keuntungan ekonomi.
Secara umum, banyak proyek infrastruktur yang dirancang dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi, tetapi pada kenyataannya, manfaat tersebut sering kali hanya mengalir kepada segelintir elit dan perusahaan besar. Proyek-proyek ini cenderung menambah beban bagi masyarakat yang sudah rentan dan tidak selalu memberikan dampak positif yang signifikan bagi kesejahteraan rakyat. Ketidakadilan ini memperlihatkan betapa seringnya proyek-proyek megah ini tidak mempertimbangkan dampak sosial secara menyeluruh.
*Analisis Ekonomi dan Utang Pemerintah*
Dari sudut pandang ekonomi, kecenderungan pembangunan infrastruktur dan ekonomi di era Jokowi menunjukkan ketidakseimbangan yang mencolok. Meskipun proyek-proyek ini tampak megah dan ambisius, utang pemerintah mengalami lonjakan yang signifikan. Data menunjukkan bahwa utang pemerintah di bawah Jokowi jauh melebihi pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut beberapa pakar ekonomi, ini adalah indikasi dari pembangunan yang ugal-ugalan hasilkan lebih besar pasak daripada tiang, atau gali lobang tutup lobang.
Ekonom menilai bahwa, utang pemerintah yang terus meningkat tanpa diimbangi dengan pertumbuhan ekonomi yang sepadan menciptakan beban fiskal yang berat. Proyek-proyek besar sering kali dibiayai melalui utang, dan ketika proyek tersebut tidak menghasilkan manfaat ekonomi yang cukup besar, utang ini menjadi beban tambahan bagi negara. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menambah risiko fiskal dan menurunkan stabilitas ekonomi. Pembangunan yang tidak berkelanjutan dan tidak produktif berpotensi mengarah pada masalah ekonomi yang lebih besar, seperti inflasi, pengurangan belanja publik, dan tekanan pada sistem keuangan.
*Contoh Serupa di Negara Besar*
Fenomena serupa dapat ditemukan di berbagai negara besar yang menjalankan proyek infrastruktur besar-besaran dengan dampak negatif pada masyarakat lokal. Contoh yang menonjol adalah proyek *Three Gorges Dam* di China. Meskipun proyek ini dirancang untuk menghasilkan energi hidroelektrik dan mengendalikan banjir, dampak sosial dan lingkungan dari bendungan terbesar di dunia ini sangat signifikan. Sekitar 1,3 juta orang terpaksa dipindahkan, dan banyak komunitas kehilangan tanah pertanian serta sumber penghidupan mereka. Proyek ini menunjukkan bagaimana pembangunan infrastruktur besar dapat melibatkan pengorbanan besar bagi masyarakat lokal dan lingkungan, mirip dengan isu-isu yang dihadapi proyek PIK 2 di Indonesia.
*Warisan Ugal-ugalan untuk Presiden Prabowo*
Warisan pembangunan yang ugal-ugalan dari pemerintahan Jokowi akan menjadi beban berat bagi Presiden baru, Prabowo Subianto. Proyek-proyek besar yang dilaksanakan dengan utang tinggi dan janji-janji megah tanpa manfaat ekonomi yang sepadan menyisakan tumpukan masalah yang harus dihadapi pemerintahan mendatang. Utang yang menggunung dan proyek yang tidak berkelanjutan akan membebani anggaran negara dan mengurangi fleksibilitas fiskal, membuat perencanaan dan pelaksanaan kebijakan baru menjadi lebih sulit.
Presiden Prabowo akan menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan antara melanjutkan proyek-proyek yang sudah ada dan mengatasi masalah yang ditinggalkan. Hal ini termasuk mengelola utang yang tinggi, mengatasi dampak sosial dari proyek-proyek yang kontroversial, dan merancang kebijakan yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Tantangan ini memerlukan pendekatan yang hati-hati dan strategi yang cermat untuk mengurangi dampak negatif yang telah terjadi dan memastikan bahwa pembangunan masa depan benar-benar memberikan manfaat yang luas bagi seluruh rakyat.
*Kesimpulan*
Kritik terhadap Proyek Strategis Nasional di Indonesia, seperti PIK 2, serta contoh serupa di negara besar lainnya, menunjukkan perlunya pendekatan pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Pembangunan yang sesungguhnya harus mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan secara mendalam, melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat lokal, dan mengedepankan hak-hak dasar mereka. Pemerintah harus menghindari pendekatan “gali lobang tutup lobang” dan memastikan bahwa setiap proyek yang dilaksanakan benar-benar memberikan manfaat yang signifikan dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat. Warisan pembangunan yang dibiayai dengan utang tinggi dan tidak berkelanjutan ini akan menjadi tantangan besar bagi presiden mendatang. ***