Apakah Hukum Tetap Berkelanjutan Suka-Suka di Era Prabowo?

Damai Hari Lubis (Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212)

JAKARTA || Ekpos.com – (Ikhtisar, Dr. HRS niscaya oposisi andai Prabowo berkelanjutan).

Refleksi era Jokowi yang segera berakhir, sesuai data empirik pastinya menunjukan peristiwa sejarah hukum yang notoire feiten notorius atau sepengetahuan umum jejak sejarah kepemimpinan penguasa yang otoritarian pola kepemimpinan ala suka-suka dan sering kali tumpang tindih kebijakan.

Hal Bad leadership dan overlapping discretion, dapat ditelaah melalui peristiwa sejarah hukum yang menimpa Dr. Habib Rizieq Shihab/Dr. HRS. Ulama dan ”Imam Besar” panutan kelompok mayoritas muslim di negeri ini, yang hanya sekedar ucapkan kalimat “saya sehat”, hak dan santun dilatarbelakangi niat baik (bukan mens rea), agar keluarganya, jamaah muridnya, dan para pecinta/ Pengikut Beliau tak resah. Namun faktanya HRS dihukum melebihi beberapa pelaku extra ordinary crime/koruptor.

Begitu juga, gara-gara prokes covid-19, kategori pelanggaran protokol yang sekedar hukum cita-cita atau hukum yang mudah-mudahan berlaku (ius konstituendum), Dr. HRS nyata dipenjara. Namun kalangan pelanggar prokes C-19 lainnya, cukup bayar denda.

Dr. Roy Suryo sekedar me-retwit gambar kepala orang di sebuah candi, mirip Jokowi, tanpa laporan Jokowi maupun kesaksian Jokowi, Roy dipenjara, tanpa diberi maaf dan tidak ada himbauan maaf oleh pejabat publik atau penyelenggara negara. Begitupun, terhadap Dr. Eggi Sudjana, dijadikan TSK langsung dipenjara 30 hari lebih, tanpa proses persidangan serta tanpa SP. 3 Eggi dilepas begitu saja.

Sementara pembunuh terhadap 6 orang pengawal HRS dijalan tol, divonis bebas (onslag) dan sebelumnya saat menjadi TSK/TDW. Anggota Polri (moord), tidak pernah ditahan, bukan karena faktor pembantaran penahanan.*_Sebaliknya miris dan congkak, justru mayat 6 orang mujahid yang syahid justru dijadikan TSK._*

Selanjutnya, kelak sekejap lagi di era Prabowo, akan kah Prabowo memaafkan akun fufu fafa yang menghinakan dirinya selaku Menhan dan juga bakal Presiden RI. Sejak 20 Oktober 2024 dengan sehina-hinanya dan fufu fafa juga menghinakan “identitas junjungan (yang dimuliakan) para muslim”. Pertanyaan ini perlu dilontarkan karena Jimmy Asshiddiqie (eks hakim MKMK) yang menghukum dan memberhentikan Anwar Usman sebagai Ketua MK. karena Anwar terbukti melanggar kode etik hakim atau amoral melakukan nepotisme kepada Gibran, Jimly ujug-ujug sebelum adanya pengakuan pemilik akun fufu fafa atau belum sama sekali diproses hukum, hanya baru prediktif namun ilmiah/ berbasis data dan keilmuan, bahwa “subjek hukum Fufu Fafa 99 % adalah Gibran Bin Jokowi, sang bakal wapres RI. Pada 20 Oktober 2024 “. Jimly justru buru-buru ber-statemen minta terhadap akun fufu fafa andai pelakunya Gibran agar dimaafkan.

Pertanyaan teori kebalikan, “seandainya akun fufu fafa sosoknya tenyata bukan Gibran, melainkan tokoh oposan, *_Apakah Jimly juga minta dimaafkan. Jawabnya PASTI TIDAK !_*

Hal statemen Jimny ini, merupakan barometer karakter “buruk” seorang eks hakim etik/kehormatan MKMK Yudikatif yang juga pernah rangkap jabatan sebagai anggota legislatif (DPD RI).

Penulis pernah menuangkan narasi didalam artikel, “andai saja kasus yang menjadi pusat perhatian publik, pembunhan sadis di jalan toll KM. 50, diungkap kembali medelpleger (penyerta/delneming) termasuk uitloker (aktor yang menyuruh melakukan) atau intelektual dader, dan pelaku korup serta kejahatan saat era Jokowi dan pelanggaran yang dilakukan oleh Jokowi diproses hukum, maka kelompok oposan Jokowi (2014-2024) akan menjadikan kaki jadi kepala, dan kepala jadi kaki, dengan kata lain akan konsisten mendukung program Prabowo Subianto, Presiden RI. 2024 – 2029 dan kebijakan yang berpihakan kepada kepentingan rakyat.

Perspektif penulis tersebut diatas, ternyata nyaris identik dengan narasi atau materi ceramah HRS pada acara Maulid Nabi Besar Muhammad SAW. kemarin pada Sabtu, 14 September 2024. Akan mendukung kepemimpinan Prabowo, namun dengan beberapa “catatan”.

Oleh sebab, penulis merasa sedikit banyaknya mengenal karakter seorang HRS yang konsisten dan konsekuen terhadap makna kejujuran dan kebenaran dan suka memaafkan kesalahan orang yang menyakitinya.

Maka terhadap catatan tanda kutif Dr. HRS, Penulis mencoba memaknai makna catatan Beliau dimaksud. Artinya, “dukungan Beliau tehadap Presiden Prabowo akan ditarik kembali”, andai saja Prabowo tidak berlaku adil dalam menjalankan kekuasaan pemerintahannya, utamanya di sektor kebijakan dan law enforcement yang terbengkalai, lalai dan atau tidak ditegakkan di era Jokowi, sehingga tidak berkepastian dan tidak berkeadilan, khusunya terhadap unlawful killing @ KM 50 dan pemberantasan korupsi.di KPK/ Kejagung dan Polri, maka *_jika ternyata pola kepemimpinan Prabowo justru berkelanjutan, “tetap moral hazard”. Maka deskripsi dari_”dukungan dan perkawanan”_* dari Dr. HRS.

Dan para pengikutnya niscaya *_berubah haluan ke- pola “perlawanan”,_* namun tetap menggunakan metode giat juang yang konstitusional. ***

Total
0
Shares
Previous Article

Ketum DePA-RI: Advokat Harus Optimis Hadapi Disrupsi Hukum

Next Article

Aksi Cowboy Pengemudi Mobil di Demak, Diamankan Polisi

Related Posts