BANJARMASIN || Ekpos.com – Perkara kecelakaan lalu lintas (lakalantas) yang mengakibatkan korban, ARBAIN Bin KARTI meninggal dunia dengan tersangka AHMAD FAUZI Bin MASRANI di setujui dihentikan penuntutannya berdasarkan Restorative Justice (RJ).
Penghentian terhadap perkara ini setelah dilakukannya ekspose yang juga dihadiri oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, Yudi Triadi, SH, MH, Asisten Tindak Pidana Umum Kejati Kalsel, Ramdhanu Dwiyantoro, S.H, M.H dan Koordinator dan Kasi Pada Bidang Tindak Pidana Umum, Rabu (2/10/2024).
Kasi Penkum Kejati Kalsel, Yuni Priyono, SH, MH dalam siaran pers menerangkan bahwa, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAMPIDUM) Kejaksaan Agung RI, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana, S.H, M.Hum, telah menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan Keadilan Restorative di Lingkungan Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan.
Adapun perkara yang disetujui untuk dihentikan penuntutannya yakni berasal dari Kejaksaan Negeri Barito Kuala An. Tersangka AHMAD FAUZI Bin MASRANI disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 22 tahun 2002 tentasng Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Atas perbuatan Tersangka tersebut, keluarga korban sudah ikhlas dan tidak ingin melanjutkan ke proses hukum, sehingga pada hari Minggu tanggal 12 Mei 2024 dibuat Perjanjian Damai dengan Terdakwa memberikan santunan sebesar Rp.8.000.000,- (Delapan juta rupiah) kepada keluarga atau ahli waris korban ARBAIN Bin KARTI yang disaksikan oleh Bahrudin dan Syahrani.
Alasan/Pertimbangan Diajukan Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif berdasarkan Perja Nomor 15 Tahun 2020:
1. Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana,
2. Berdasarkan Surat Edaran JAMPIDUM Nomor: 01/E/EJP/02/2022 Pasal 5 Ayat (4) dalam hal tindak pidana dilakukan karena kelalaian dapat dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif jika tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana (hanya huruf a saja).Tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana disangka karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban meninggal dunia melanggar Pasal 310 Ayat UU Nomor 22 Tahun 2009, ancaman pidana paling lama 6 (enam) tahun, kerugian boleh lebih dari Rp. 2.500.000,- (dua juta lima ratus ribu rupiah),
3. Telah ada kesepakatan perdamaian antara tersangka dan ahli waris korban,
4. Masyarakat merespon positif.
(MN).