Damai Hari Lubis (Ketua Aliansi Anak Bangsa)
JAKARTA || Ekpos.com – (Abstrak, amicus curiae dukungan terhadap gugatan HRS dan TAP MPR RI Jokowi Presiden Cacat Moralitas)
Dr. Habib Rizieq Shihab/ HRS dan Beberapa Tokoh Masyarakat, telah melayangkan gugatan atas segala perbuatan melawan hukum yang pernah dilakukan oleh Jokowi selaku individu yang diketahui amoral, karena hobi berdusta sejak pra cagub (2012) sampai dengan Gubernur dan Pra RI 1 sampai dengan menjabat RI 1 selama dua periode (2014-2024). Fakta hukum, Jokowi terus melakukan ingkar kontrak sosial politik, atau disfungsi dalam melaksanakan tupoksinya.
Gugatan a quo in casu dilayangkan pada Senin, 30 September 2024 dengan nomor perkara 611/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst. di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalil Posita gugatan yang diajukan HRS Cs, utamanya dikarenakan Jokowi tidak mudun selaku pemimpin, dan argumentatif (posita) terhadap judge leadership Jokowi yang tidak role model ini, lengkap data empirik, atau hal-hal yang tidak semata apriori.
Salah satu diantaranya diluar posita gugatan HRS. Cs. a quo in casu, juga terdapat bukti tuduhan publik melalui gugatan TPUA/Tim Pembela Ulama & Aktivis melalui kuasa hukum Eggi Sudjana Cs. Mewakili penggugat prinsipal tokoh aktivis 78 M. Hatta Taliwang Cs. Vide register 610/Pdt.G/2023/PN.Jkt.Pst. Hal gugatan a quo in casu tentu juga sebagai bagian dari dokumen sejarah bangsa dan NRI.
Kembali pada gugatan perbuatan melawan hukum kategori perdata oleh HRS Cs, selain ditujukan kepada pribadi Jokowi tentunya tidak terlepas selaku Jokowi sebagai penguasa pejabat publik (onrechtmatige overheidsdaad, Jo. Pasal 1365 BW), gugatan dengan posita serta bukti-bukti perbuatan melawan hukum yang telah Jokowi lakukan, andai pun posita pelanggaran belum lengkap, karena dapat dimaklumi jenis “perbuatan melawan hukum” yang Jokowi lakukan sangat banyak, bahkan multi dimensi dan tentu seluruhnya bakal diuraikan pada agenda replik, berikut dalil penguatnya yang kualitas hukumnya sudah se-pengetahuan umum sehingga secara kebenaran formil (bahkan materil) sepatutnya dinyatakan diterima serta petitum untuk menghukum Jokowi membayar ganti kerugian materil sebesar Rp. 5.246,75 triliun agar disetor ke kas negara layak dikabulkan oleh Majelis Hakim, oleh sebab gugatan a quo in casu, merupakan peristiwa hukum yang tidak perlu dibuktikan lagi kebenarannya merujuk asas hukum notoire feiten, atau perilaku subjek hukum Tergugat Jokowi sudah publis dan diketahui dan dikenal secara umum memiliki kepribadian NOTORIUS, induvidu berkarakteristik pembohong/pemdusta atau “jahat”.
Gugatan ini merupakan eksistensi sejarah hukum yang urgenitas digunakan sebagai parameteristik untuk rezim berikutnya, agar tidak mengulang kinerja dengan kualitas karakter sosok kepemimpinan Jokowi yang memiliki tipikal amoral (bad leadership). Sehingga gugatan sebagai bagian teori sejarah politik JASMERAH.
Sehingga substansial eksistensi gugatan ini, dapat dijadikan deskripsi tingkat moralitas para penguasa istana rezim Jokowi yang abnormal (tidak patut), andai kelak 20 Oktober 2024 saat melepas masa jabatan selaku RI 1, Jokowi diseremonikan dengan diberi karpet merah serta diiringi lagu kebangsaan Indonesia raya. Karena makna dari seremoni tersebut kontradiktif baik dengan realita pola kepemimpinannya termasuk dengan materi gugatan HRS. Yang dasar-dasar hukumnya merupakan dokumen sejarah hukum dan representasi sejarah buruk rezim Jokowi.
Terlebih lagi terhadap rezim pengganti Jokowi _andai Jokowi dianugerahi berbagai tanda jasa (reward) atas hasil kepemimpinannya selama satu dekade_ seolah Jokowi mudun atau seakan role model, tentu diskursus politik rezim baru yang demikian, akan memunculkan pertentangan politik dan hukum dari para tokoh dan akademisi serta para aktivis nalar sehat, selain hal ini akan menjadi parameter politik, bahwa rezim baru rendah kualitas/ low credibility atau tipikal penguasa negatif integritas karena melanggar prinsip-prinsip proporsionalitas, profesionalitas dan melanggar asas asas objektivitas.
Dan selebihnya implementasi penganugerahan tanda jasa rezim baru kepada Jokowi merupakan anomali logika.
Adapun dampak negatif dalam wujud resiko politik dan hukumnya terhadap rezim baru, antara lain:
1. Dampak politik bagi Presiden RI, Prabowo Subianto, paska 20 Oktober 2024, tentu bakal berhadapan dengan beberapa golongan atau para kelompok bangsa yang menjadi oposisi,
2. Dampak hukum, rezim telah turut serta (delneming) bersama Jokowi melakukan penggelapan dan atau pemalsuan sejarah bangsa dan dapat memenuhi unsur delik kebohongan penguasa terhadap publik.
Maka ideal demi untuk pembenahan sejarah kepemimpinan bangsa, sebagai antisipasi daripada implikasi yang mubazir, yang subtansial merugikan sinergitas yang semestinya dibangun secara kebersamaan oleh pihak penguasa penyelenggara negara bersama para tokoh bangsa, bahkan cenderung melahirkan kepemimpinan yang otoritarian, karena bakal muncul berbagai aksi perlawanan terhadap penguasa akibat menerbitkan keputusan anugerah kesuksesan kepada Jokowi dalam masa kepemimpinannya, yang tidak objektif bahkan amoral, karena antitesis dari rasa keadilan masyarakat, atau merupakan wujud diskresi ekstrim penyimpangan politik dan sejarah hukum. Karena reward keberhasilan diberikan kepada individu Jokowi yang sesungguhnya adalah residu bangsa dan negara ini, seorang sosok amoral yang mendistorsi moralitas sebagian besar anak bangsa pada umumnya.
Sehingga selanjutnya, ideal bagi legislatif yang selama satu dasawarsa ini lalai dalam melaksanakan tupoksinya (2014-2024), untuk segera memperbaikinya, dan demi mencegah penguasa tertinggi eksekutif paska 20 Oktober 2024 mengeluarkan diskresi negatif dalam bentuk keputusan pemerintah yang keliru, maka ideal MPR RI. yang terbentuk pada 1 Oktober 2024 secara TEGAS DAN BERKEPASTIAN SEJARAH HUKUM (legality) oleh sebab track record kepribadian dan pola kepemimpinan realitas Jokowi yang super buruk, kelak berani menerbitkan melalui butir-butir TAP MPR RI yang poin isinya, “Jokowi Presiden RI ke-7 merupakan seorang berkarakter amoral.
Tap MPR RI Jokowi amoral serius urgensi, semata demi menjaga penyimpangan dan pengelabuan sejarah, sehingga melahirkan pertikaian sejarah hukum bangsa yang hanya membuang energi, bahkan bakal berkelanjutan ke anak cucu dan seterusnya sampai para cicit bangsa.
Oleh karenanya yang Terhormat Anggota MPR RI periode 2024-2029, hendaknya sudah membuat legal drafting TAP MPR yang isinya Presiden RI ke-7 Jokowi adalah Presiden cacat moralitas dan cacat sejarah hukum. ***
Referensi berita:
https://nasional.kompas.com/read/2024/10/01/20082481/jokowi-digugat-rizieq-shihab-soal-kebohongan-istana-jangan-sekadar-mencari