Penulis: Agusto Sulistio.
Narasumber: Agustiana (Aktivis Senior Agraria, Pendiri SPP dan KPA)
JAKARTA || Ekpos.com – Dalam proses transisi kekuasaan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden terpilih Prabowo Subianto, banyak pihak berfokus pada penyusunan kabinet dan dinamika partai politik. Namun, bagi Agustiana aktivis senior agraria dari Serikat Petani Pasundan dan penasihat Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) ada hal yang jauh lebih mendesak dan fundamental yang harus diperhatikan: kedaulatan agraria dan sumber daya alam Indonesia. Dalam sebuah wawancara eksklusif Agusto Sulistio pada 12 Oktober 2024, Agustiana menegaskan bahwa peralihan kekuasaan tidak hanya soal pengisian jabatan di kabinet, tetapi juga memastikan tanah dan kekayaan alam Indonesia tetap berada di tangan bangsa Indonesia.
*Sejarah dan Pentingnya Agraria dalam Transisi Kekuasaan*
Agustiana mengawali refleksinya dengan mengingat sejarah panjang Indonesia yang erat kaitannya dengan agraria dan sumber daya alam. Ia menggarisbawahi bahwa sejak masa penjajahan, penguasaan atas tanah dan sumber daya alam selalu menjadi isu utama. Contoh penting yang dia kemukakan adalah Agresi Militer Belanda ke-2 pada tahun 1948, di mana tujuan utama Belanda bukan sekadar mengendalikan politik, tetapi juga kembali menguasai kekayaan alam yang telah lama mereka eksploitasi. Hal yang sama terjadi saat Jepang menyerah kepada Sekutu pada 1945, di mana persoalan pengelolaan sumber daya alam Indonesia menjadi isu penting dalam peralihan kekuasaan.
Esensi dari transisi kekuasaan ini juga tercermin dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tahun 1949, di mana Belanda akhirnya mengakui kemerdekaan Indonesia. Namun, di balik kesepakatan ini, Belanda berusaha mempertahankan kendali atas sejumlah aset dan sumber daya alam Indonesia. “Penyerahan kekuasaan bukan hanya seremonial politik, tetapi soal bagaimana bangsa yang merdeka benar-benar mengelola kekayaan alamnya sendiri,” tegas Agustiana. Ia menegaskan bahwa hal ini harus menjadi perhatian utama dalam transisi dari Jokowi ke Prabowo.
*Proyek Strategis Nasional dan Eksploitasi Sumber Daya Alam*
Agustiana memberikan kritik tajam terhadap kebijakan agraria dan eksploitasi sumber daya alam selama era Jokowi. Salah satu contoh yang ia soroti adalah Proyek Strategis Nasional (PSN), di mana negara sering kali bertindak sebagai pemilik lahan tanpa memperhatikan kepemilikan tanah yang sah. Dalam banyak kasus, lahan milik masyarakat atau komunitas adat diambil alih oleh negara untuk kepentingan proyek tanpa memperhatikan hak-hak pemiliknya. “Keputusan negara untuk menjalankan proyek strategis nasional sering kali mengabaikan hak atas tanah rakyat, tidak ada pengakuan yang layak terhadap kepemilikan lahan yang sah,” ujar Agustiana.
Selain itu, ia juga mengkritisi bagaimana proses Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sering kali diabaikan dalam pelaksanaan proyek-proyek besar tersebut. “AMDAL hanyalah formalitas di banyak proyek besar, padahal dampaknya terhadap lingkungan sangat serius,” katanya. Ia juga menyoroti bagaimana reformasi agraria yang dijanjikan selama pemerintahan Jokowi hanya menjadi wacana tanpa implementasi yang jelas, terutama terkait redistribusi lahan yang adil untuk rakyat.
Contoh lain yang disampaikan Agustiana adalah eksploitasi tambang nikel di Sulawesi, di mana operasi penambangan tersebut tidak transparan. Publik tidak mengetahui secara pasti apakah hanya nikel yang dieksploitasi, atau ada sumber daya lain seperti uranium yang lebih strategis dan berbahaya. “Jika itu uranium, yang merupakan bahan untuk senjata nuklir, kita harus sangat berhati-hati,” katanya, menekankan pentingnya transparansi dalam pengelolaan sumber daya alam.
*Kerusakan Hutan di Kalimantan dan Papua*
Tak hanya itu, Agustiana juga menyoroti kerusakan hutan yang terus berlangsung di Kalimantan dan Papua. “Di era Jokowi, kerusakan hutan akibat pembukaan lahan besar-besaran untuk perkebunan dan tambang terjadi secara masif,” tegasnya.
Kerusakan ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga menghancurkan kehidupan masyarakat adat yang bergantung pada hutan untuk keberlangsungan hidup mereka. Agustiana berpendapat bahwa Jokowi harus memberikan laporan transparan mengenai kondisi hutan dan lahan di Indonesia kepada Prabowo agar pemerintahan selanjutnya dapat mengambil langkah-langkah konkret untuk melindungi sumber daya alam yang tersisa.
*Kedaulatan Sumber Daya Alam: Perspektif UUD 1945 dan Praktik Internasional*
Agustiana menegaskan bahwa, pengelolaan sumber daya alam harus sesuai dengan Pasal 33 UUD 1945, yang menyatakan bahwa “bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Ia memperingatkan bahwa, transisi kekuasaan dari Jokowi ke Prabowo harus memperhatikan hal ini secara serius. “Ini bukan soal formalitas hukum, tetapi soal bagaimana kita memastikan bahwa kekayaan alam kita tetap berada di tangan rakyat, bukan asing,” ujarnya.
Agustiana kemudian menjelaskan bahwa, di banyak negara, transisi kekuasaan juga melibatkan laporan yang komprehensif dari pemerintahan sebelumnya tentang kondisi agraria dan sumber daya alam. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Kanada, laporan semacam ini biasanya disertakan dalam transisi untuk memastikan bahwa pemerintahan baru dapat merumuskan kebijakan yang tepat berdasarkan kondisi yang ada. Misalnya, di Kanada, ketika terjadi pergantian pemerintah, biasanya dilakukan penyerahan laporan lengkap terkait pengelolaan sumber daya alam yang mencakup data tentang hak-hak pemilik tanah, potensi sumber daya yang belum dimanfaatkan, serta dampak lingkungan dari kebijakan sebelumnya.
Di Brasil, saat transisi dari satu presiden ke presiden lainnya, pentingnya laporan tentang deforestasi hutan dan pengelolaan lahan juga ditekankan. Laporan ini memberikan gambaran jelas tentang tantangan yang dihadapi pemerintahan baru dalam menjaga kelestarian lingkungan dan mengelola sumber daya alam. “Prabowo perlu mendapatkan laporan serupa agar dapat memahami sejauh mana kondisi agraria dan sumber daya alam kita, serta langkah-langkah yang perlu diambil untuk melindunginya,” katanya.
*Tantangan Prabowo dan Harapan Bangsa*
Prabowo harus menghadapi tantangan besar terkait utang yang diwariskan oleh pemerintahan Jokowi. Namun, ia percaya bahwa selama sumber daya alam Indonesia tetap berada di tangan bangsa sendiri, utang tersebut bisa diatasi. “Berapapun besarnya utang, jika kita masih memiliki kontrol penuh atas kekayaan alam, kita bisa bangkit dan memanfaatkan sumber daya kita untuk membayar utang itu,” tegas Agustiana.
Ia juga menegaskan bahwa, ini bukan hanya tanggung jawab Prabowo, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia. Rakyat harus mengawasi agar kekayaan alam tidak jatuh ke tangan asing.
*Kesimpulan*
Melalui wawancara ini, Agustiana menyampaikan bahwa, transisi kekuasaan yang sejati bukan hanya soal pergantian jabatan dan dinamika politik, tetapi tentang bagaimana memastikan agraria dan sumber daya alam tetap berada di tangan bangsa Indonesia. “Transisi kekuasaan harus menjamin bahwa tanah dan kekayaan alam yang ada di Indonesia masih berada di bawah kendali negara dan rakyat, sesuai dengan amanat UUD 1945,” tutupnya.
Agustiana mengajak kita semua untuk menyadari bahwa kelangsungan hidup bangsa ini sangat bergantung pada kedaulatan kita atas agraria dan sumber daya alam. ***
_Kalibata, Jakarta Selatan, Senin 14 Oktober 2024, 06:45 Wib._