Oleh: Agusto Sulistio (Mantan Kepala Aksi & Advokasi PIJAR era tahun 90an).
JAKARTA || Ekpos.com – Pelantikan dan serah terima kekuasaan dari Presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin kepada Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming pada 20 Oktober 2024 menjadi tonggak baru dalam perjalanan Republik Indonesia. Di tengah dinamika dan perdebatan seputar komposisi kabinet, salah satu keputusan yang menarik perhatian adalah pembentukan Kementerian Hak Asasi Manusia (HAM). Kehadiran kementerian ini menjadi penanda bahwa isu HAM akan dijadikan prioritas utama dalam pemerintahan, dengan harapan membangun tatanan demokrasi yang lebih kokoh dan berkeadilan.
*Kementerian HAM dan Tantangan Penegakan Hak Asasi*
Indonesia memiliki sejarah panjang dan kompleks dalam hal pelanggaran HAM, baik di masa lalu maupun masa kini. Kasus-kasus diskriminasi, kekerasan, dan pelanggaran hak minoritas masih menjadi tantangan serius. Kehadiran Kementerian HAM diharapkan mampu mengatasi masalah ini secara sistematis tidak hanya dengan menindak pelanggaran, tetapi juga dengan menanamkan pendidikan HAM sebagai pondasi bagi seluruh warga negara. Pemahaman HAM tidak boleh sekadar menjadi wacana elitis, tetapi harus hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai nilai kehidupan sehari-hari.
Langkah signifikan ini semakin ditekankan dengan penunjukan Nathalius Pigai sebagai Menteri HAM. Pigai adalah sosok aktivis HAM yang konsisten, dikenal karena keberanian dan rekam jejaknya dalam memperjuangkan hak-hak dasar warga negara, bahkan ketika ia sendiri menjadi korban pelecehan rasial. Penunjukan Pigai menegaskan komitmen pemerintahan baru untuk menghadirkan pemimpin dengan integritas dan pengalaman langsung dalam bidang HAM.
*Nathalius Pigai Simbol HAM dan Keteguhan Moral*
Nathalius Pigai bukan hanya seorang aktivis, tetapi juga simbol perjuangan HAM di Indonesia. Ketika menjadi korban pelecehan rasial, ia tidak merespons dengan amarah, tetapi mengambil langkah hukum dan mengedepankan nilai-nilai HAM. Sikap ini menunjukkan bahwa penegakan HAM adalah jalan yang harus ditempuh tanpa kompromi, bahkan ketika seseorang berada dalam posisi rentan.
Sebagai Menteri HAM, Pigai dihadapkan pada tugas besar, menegakkan prinsip-prinsip HAM di tengah dinamika politik. Pengalaman pribadinya yang mendalam dalam menghadapi ketidakadilan membuatnya layak disebut sebagai simbol hidup penegakan HAM. Kepemimpinan Pigai diharapkan dapat memberikan arah baru, di mana HAM bukan sekadar jargon politik, tetapi prinsip yang diimplementasikan secara nyata dalam setiap kebijakan publik.
*Tantangan Rekonsiliasi HAM dan Masa Lalu Prabowo*
Meski pembentukan Kementerian HAM adalah langkah maju, rekam jejak Presiden Prabowo terkait isu HAM di masa lalu masih menyisakan kontroversi dan pro-kontra. Namun, Prabowo telah menegaskan komitmennya untuk meletakkan HAM sebagai dasar dalam pembangunan dan pemerintahan. Ini bukanlah tugas mudah baik bagi Prabowo sebagai pemimpin maupun bagi Pigai sebagai Menteri HAM karena keduanya harus menavigasi kepentingan politik dan moral secara seimbang.
Di sinilah terlihat tantangan besar bagi Nathalius Pigai: bagaimana menegakkan HAM dengan tegas tanpa terjebak dalam narasi politik masa lalu. Ada aspek politis yang harus diselesaikan dengan hati-hati, dan Pigai dituntut untuk menggabungkan penegakan HAM dengan kebijaksanaan politik, tanpa mengorbankan nurani dan nilai-nilai kemanusiaan.
*Apresiasi atas Komitmen Kepemimpinan*
Terlepas dari pro-kontra, langkah Presiden Prabowo untuk menjadikan HAM sebagai pilar pemerintahan patut diapresiasi. Penunjukan Nathalius Pigai sebagai Menteri HAM menunjukkan bahwa pemerintah tidak menutup mata terhadap pentingnya hak asasi dalam kehidupan berbangsa. Ini adalah bentuk kesadaran dan kematangan politik yang menandai awal baru bagi Indonesia bahwa pembangunan ekonomi dan politik tidak boleh mengorbankan hak asasi setiap warga negara.
*Penutup*
Pembentukan Kementerian HAM dan penunjukan Nathalius Pigai sebagai Menteri HAM membawa harapan baru di tengah tantangan lama. Pigai, dengan kompetensi dan pengalamannya, menghadapi tugas berat untuk membuktikan bahwa penegakan HAM dan stabilitas politik dapat berjalan beriringan. Pemerintahan Prabowo-Gibran diharapkan dapat menjadi pionir dalam mengintegrasikan nilai-nilai HAM ke dalam setiap kebijakan negara, sehingga keadilan dan hak asasi benar-benar dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah dan masyarakat, serta integritas yang dimiliki Nathalius Pigai, Indonesia memiliki peluang besar untuk mewujudkan negara yang adil, demokratis, dan menghormati hak asasi manusia. Langkah ini tidak hanya mencerminkan niat baik seorang pemimpin, tetapi juga membawa harapan bahwa nilai-nilai kemanusiaan akan tetap menjadi pedoman utama dalam perjalanan bangsa ke depan.
(*) Aktif di InDEMO (Indonesia Democracy Monitor), ProDEM dan AstabratA Institute.