Damai Hari Lubis (Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212)
JAKARTA || Ekpos.com – (Ikhtisar, sebuah kesan dan pesan). Namun mau dibilang apa, jika atraksi politisasi hukum didiamkan pun terasa aneh, bahkan bisa menjadi sumber fitnah para penikmat perjuangan atau publik dari golongan tim surak dan dorong yang (bukan sokong) namun riil berada “disekitaran para aktivis nalar bersih”.
Jadi serba salah, karena perilaku kezaliman mesti diluruskan harus ditanggapi walau sekedar dengan narasi.
Lalu narasi pun kompak padu dikembangbiakkan termasuk ikut digulirpubliskan oleh “si pemasang perangkap kera dan para jongos recehnya”. Namun justru hasil kekompakan mereka menghasilkan kemenangan KO dan TKO (knockout/ Technical Knockout) tuk kali kesekian, lalu sukses membuat obscur (kabur/rancu) arah perjuangan para nalar sehat. *_Dan “aktor intelektual yang diburu para nalar sehat” pun tersenyum puas lagi-lagi dengan kemenangan TKO_*
Sepertinya kita ummat bangsa ini, important sambil terus berjuang, sesuai bidang (keahlian) dan kemampuan, tidak boleh lupa iringi do’a minta keselamatan serta mohon agar Tuhan membuka hati para pemimpin untuk setop kedzaliman dan berpihak kepada perilaku kebenaran dan keadilan sesuai tuntunan Agama, Panca Sila dan Konstitusi.
Dari analisa ini dapat juga disimpulkan, agar para aktivis dan para tokoh peduli kepada para aktivis yang sudah belasan tahun berjibaku berjuang, terapkan metode duduk bersama, jangan berperilaku kaplingan, dengan model kroni-primordialisme. Bukan kah metode pecah belah dan ego kelompok itu termasuk faktor penting yang mesti dikesampingkan dalam interaksi sosial beberapa entitas terkait perjuangan dan satu tujuan, yakni dengan misi dan visi agar setiap pemimpin saat ditampuk kekuasaan mesti berperilaku benar (leadership behaves correctly), sesuai hal cita-cita luhur yang tertera pada pembukaan alinea ke-4 UUD. 1945.
Perihal prinsip perjuangan yang inline dengan cita-cita bangsa dan negara (sesuai UUD. 45), harus di-sounding terus menerus dengan sabar dan sadar, agar mereka para penguasa eling. Lalu apa alasannya mereka menolak dan marah?
“Dan terhadap hal penting tentang kesabaran dan kesadaran terkait hakekat perjuangan dan filosofis-nya adalah semata-mata kehendak mulia, hanya ‘demi kemaslahatan kesejahteraan lahir dan batin ummat bangsa ini lintas SARA/Lintas golongan, dan *tentunya* butuh pembatas’ dengan kode huruf-huruf kapital serta digarisbawahi sebagai catatan sinyal important” bukan terus menerus menunggu kekuasaan “hilir mudik”.
Maka, demi terus melakukan perlawanan walau yang dilawan pada prinsipnya sudah tidak berkuasa, namun fakta masih mencengkeram melalui kuku-kuku tajam filialnya?
Namun demi kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat pada bangsa ini, serta tidak lagi-lagi menjadi role model negatif akan adanya praktik pembiaran terhadap faktor law enforcement terhadap perilaku pelanggaran dan pengkhianatan seorang eks penguasa kepada ratusan juta bangsa ini. Maka para tokoh perlawanan butuh prinsip berlaku taktis dan bijak, saling memberi dukungan pada sebuah kelompok aksi perjuangan terhadap lawan yang sama, tidak sekedar melulu meminta support, dengan gejala-gejala fenomena ke-kroni-an dan jiwa yang curang, identik dengan kebodohan yang sempurna, karena “metode primordialisme” merupakan bagian daripada nepotisme.
Retorika dengan teori “ingin menghempaskan nepotisme”, namun lacur realitasnya dalam meniti perjuangan juga mempraktekan nepotisme atau kroni-isme dan kekerabatan (primordialism)?
Sehingga, ketika misi giat juang memusuhi nepotisme, namun nyatanya sudah memulai dengan kaplingkan kelompok golongan dalam sebuah golongan lalu “empiris ada kejelasan hobi memotong garis komando” dikarenakan faktor like dislike, dan sang komando (andai) bergeming, maka sulit mencapai target kemenangan, bahkan akan mengulang hasilkan perpecahan sebelum mencapai bibir kemenangan, andai pun berhasil meraih kemenangan bak kilat akan terlepas kembali, karena persatuan yang tidak kokoh, terlebih menolak sinergitas visi dan misi, diantara kelompok yang riil terlibat giat dan juang, tentu high risk bakal _”MENGUNDANG LEBIH DAHSYAT PERPECAHAN SAAT KEMENANGAN BARU SEUSIA TANAMAN JAGUNG._
Dikarenakan, kumpulan orang baik namun tidak “berkejelasan komando” akan dikalahkan oleh kelompok kejahatan yang konsisten terorganisir. **