Oleh : A.Rusdiana
Jika pahlawan dulu berjuang dengan mengangkat senjata untuk mengusir para penjajah, maka tugas kita saat ini sebagai penerus adalah berjuang untuk mengusir kebodohan dan ketertinggalan sebagai modal menjaga kemerdekaan ini. Cara perjuangan saat ini adalah dengan terus mengisi kemerdekaan dengan hal-hal yang baik. Bukan sebaliknya, mewarnai kemerdekaan dengan sikap-sikap negatif yang akan merongrong integritas serta eksistensi bangsa.
Terlebih di era digital saat ini di mana berbagai narasi informasi provokatif sering muncul di media sosial. Kita dan khususnya para generasi muda harus dipahamkan agar tidak mudah larut mengikuti paham-paham yang ingin memecah belah bangsa. Para generasi muda khususnya, harus terus disadarkan untuk meneladani spirit para pahlawan dan mengusir penjajah di zaman modern yang kerap masuk melalui perang pemikiran (Ghazwul fikri) di media sosial. Setiap elemen bangsa harus disadarkan untuk tidak terprovokasi dengan berbagai upaya membenturkan keragaman yang ada di Indonesia. Keragaman agama, budaya, suku, dan adat istiadat yang ada di Indonesia tidak boleh menjadi pemicu perpecahan.
Semua itu adalah sunnatullah dan ditujukan untuk kebersamaan dengan saling kenal mengenal. Hal ini ditegaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13:
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti”.
Generasi penerus kemerdekaan seperti kita saat ini harus meneladani nilai-nilai perjuangan para pahlawan, seperti keteguhan dalam memegang prinsip, keberanian, dan kesabaran dalam mencapai tujuan. Nilai-nilai ini perlu diterapkan oleh semua elemen bangsa untuk mengisi kemerdekaan sesuai dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing. Keteguhan dalam mempertahankan prinsip menjadi landasan menjaga kemerdekaan, sementara keberanian diperlukan untuk menghadapi ancaman yang mengganggu kedamaian bangsa. Dengan kesabaran, kita bisa terus membangun bangsa dan mencapai tujuan melalui persatuan. Persatuan (ukhuwah) menjadi hal yang penting sebagai komitmen bersama dalam mengisi kemerdekaan. Dalam konteks persatuan ini, KH Ahmad Shiddiq, seorang ulama Indonesia, mengemukakan konsep “Trilogi Ukhuwah”: ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan dalam ikatan kebangsaan), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan sesama umat manusia). Berikut ini adalah eksplorasi lebih lanjut mengenai ketiga bentuk ukhuwah tersebut.
Pertama: Ukhuwah Islamiyah/Persaudaraan Sesama Umat Islam; Ukhuwah Islamiyah menekankan pentingnya persatuan dan solidaritas di antara umat Islam. Nilai ini mengingatkan kita untuk saling mendukung dan menjaga hubungan baik, baik dalam situasi damai maupun penuh tantangan. Rasulullah SAW dalam hadisnya menyatakan bahwa seseorang hanya dapat dianggap beriman jika ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri. Pesan ini menegaskan pentingnya cinta, persaudaraan, dan perhatian yang sama terhadap sesama Muslim dalam menjalin ikatan ukhuwah Islamiyah. Rasulullah SAW bersabda: “Tidak beriman seseorang di antara kamu hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Anas RA).
Allah SWT juga menekankan pentingnya ukhuwah Islamiyah artinya persaudaraan sesama dalam Al-Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 10, di mana Allah menyatakan bahwa orang-orang mukmin itu bersaudara dan mengajak untuk mendamaikan perselisihan di antara sesama saudara seiman serta bertaqwa kepada Allah agar mendapatkan rahmat-Nya.
Artinya: “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat [49]: 10).
Ayat tersebut menggunakan kata ikhwah atau saudara seketurunan untuk menggambarkan hubungan antar umat Muslim dalam ukhuwah Islamiyah. Hal ini ditegaskan oleh ulama Quraish Shihab dalam bukunya “Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat.” Tujuan penggunaan kata tersebut adalah untuk memperkuat ikatan hubungan antar sesama umat Muslim.
Persaudaraan dalam Islam melibatkan kesediaan untuk membantu sesama dalam kebaikan dan ketakwaan, menjunjung tinggi keadilan, serta menghindari pertikaian yang memecah belah. Sebagai generasi penerus, ukhuwah Islamiyah memberi tuntunan untuk mengutamakan kepentingan bersama di atas ego dan kepentingan pribadi. Dalam konteks negara yang beragam seperti Indonesia, ukhuwah Islamiyah juga menciptakan harmoni antara sesama umat Islam, sehingga mampu menciptakan solidaritas dalam menghadapi tantangan sosial dan menjaga ketahanan bangsa. Implementasi ukhuwah Islamiyah ini dapat diwujudkan melalui kegiatan sosial, pendidikan, dan kepedulian terhadap sesama, yang pada akhirnya menguatkan komunitas Islam dalam masyarakat.
Kedua: Ukhuwah wathaniyah; adalah bentuk persaudaraan yang terjalin dalam ikatan kebangsaan. Tatkala Al-Quran mengisahkan tentang dialog para Rasul terdahulu dengan kaumya, Al-Quran seringkali membahasakan dengan menggunakan “idz qâla lahum akhûhum” (saat saudara mereka berkata kepada mereka). Narasi ini dapat kita temui ada di banyak tempat ayat Al-Quran. Misalnya adalah QS Al-Syu’ara [26] ayat 105 – 106. Allah SWT berfirman:
Artinya, “Kaum Nuh telah mendustakan para Rasul. Ketika saudara mereka (Nabi Nuh )berkata kepada mereka: Mengapa kalian tidak bertakwa?” (QS Al-Syu’arâ [26] : 105-106).
Di dalam Surat yang sama, ayat 141-142, Allah SWT juga berfirman:
Artinya, “”Kaum Tsamüd telah mendustakan para Rasul. Ketika saudara mereka (Nabi Shalih) berkata kepada mereka: Mengapa kalian tidak bertakwa?” (QS Al-Syu’arâ [26] : 141-142).
Dalam konteks Indonesia, ukhuwah wathaniyah mendorong kita untuk bersatu sebagai bangsa tanpa membedakan latar belakang agama, suku, atau golongan. Semangat kebangsaan ini mengingatkan bahwa kita memiliki tanggung jawab bersama dalam mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan bangsa. Para pahlawan yang berjuang memerdekakan Indonesia berasal dari latar belakang yang beragam, namun mereka memiliki satu tujuan yang sama: kemerdekaan. Begitu pula kita sebagai generasi penerus, harus mampu menjaga persatuan dan bekerja sama untuk mewujudkan cita-cita nasional. Ukhuwah wathaniyah juga mengharuskan kita untuk menghargai perbedaan dan mengelola keragaman dengan bijaksana, sehingga tercipta rasa saling memiliki dan solidaritas di tengah masyarakat. Dengan ukhuwah wathaniyah, bangsa ini dapat terus maju sebagai bangsa yang berdaulat, adil, dan sejahtera.
Ketiga: Ukhuwah basyariyah adalah persaudaraan yang berlandaskan kemanusiaan, melampaui batas agama dan kebangsaan. Dalam konsep ukhuwah ini, Umat Muslim diajarkan untuk memandang orang lain dengan penuh kasih sayang. Selalu melihat orang lain dari kebaikannya bukan kejelekannya. Jika kesadaran ini menjadi karakter setiap manusia, InsyaAllah tidak akan ada konflik di kalangan masyarakat baik lingkup kecil maupun besar. Konsep ukhuwah basyariyah didasarkan pada firman Allah pada surat Al Hujarat ayat 13, yang berbunyi:
Artinya: “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti”. (Hujarat [49]: 13).
Ayat di atas menunjukkan bahwa semua manusia yang ada di bumi merupakan satu keturunan dan bersaudara. Selain itu, ayat ini menegaskan bahwa semua umat manusia adalah makhluk Allah.
Konsep ini mengajarkan kita untuk saling menghormati dan membantu siapa pun, tanpa melihat perbedaan latar belakang. Dalam menghadapi tantangan global, seperti perubahan iklim, kemiskinan, dan ketidakadilan, ukhuwah basyariyah memainkan peran penting dalam membangun kerjasama lintas bangsa dan lintas agama. Ukhuwah basyariyah mengajarkan bahwa setiap manusia memiliki hak dan martabat yang perlu dihormati. Menerapkan ukhuwah basyariyah berarti membuka diri untuk bekerja sama dalam menciptakan perdamaian dan keadilan global. Ini sejalan dengan prinsip-prinsip kemanusiaan universal yang dianut oleh bangsa Indonesia, yang dikenal sebagai bangsa yang ramah, toleran, dan peduli. Dengan ukhuwah basyariyah, kita dapat berkontribusi dalam menciptakan dunia yang lebih harmonis dan adil bagi seluruh umat manusia.
Jika tiga persatuan ini bisa kita wujudkan dalam mengisi kemerdekaan, maka insyaAllah kita juga bisa menjadi pahlawan. Bukan pahlawan yang merebut kemerdekaan dengan berperang mengangkat senjata, namun pahlawan yang mempertahankan kemerdekaan dengan mensyukuri dan mengisinya. Persatuan dan kebersamaan juga akan menjadi wasilah penjagaan dari Allah SWT sebagaimana hadits Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi:
Artinya, “Penjagaan Allah berada di atas kebersamaan”.
Meneladani spirit ukhuwah para para pahlawan sekaligus mengisi kemerdekaan ini bisa menjadi barometer tingkat syukur kita kepada Allah atas nikmat kemerdekaan. Allah telah menegaskan bahwa jika kita bersyukur maka akan ditambah nikmat-Nya kepada kita termasuk nikmat kemerdekaan ini. Namun sebaliknya, jika kita tidak bersyukur alias ‘tak tahu diuntung’ serta menganggap enteng perjuangan para pahlawan, maka tinggal menunggu waktu saja, adzab Allah akan datang kepada kita. Naudzubillah mindzalik. Rasulullah bersabda:
Artinya: “Tidak bersyukur kepada Allah, orang yang tidak berterima kasih kepada orang (lain)”.
Allah dalam surat Ar-Rahman, ayat 13 pun telah mengingatkan manusia dengan sebuah pertanyaan:
Artinya: “Nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (Ar-Rahman, ayat 13)
Ayat ini diulang berkali-kali dan tentu bukan tanpa maksud. Kita diingatkan untuk senantiasa berfikir tentang kekuasaan Allah dalam wujud nikmat-nikmat yang kita terima. Dengan melakukan muhasabah atau introspeksi ini, maka tentunya kita tidak akan menjadi golongan orang-orang yang kufur nikmat. Wallahu A’lam
*Artikel ini merupakan esensi Khutbah Jumat,15 Nopember 2024
*Penulis adalah Pembina YPI Al-Misbah Kota Bandung dan YPI Tresna Bakti Kab.Ciamis, dosen dan gubes manajemen pendidikan.