Oleh: Damai Hari Lubis
JAKARTA || Ekpos.com – Setelah Hasto kupas Partai Coklat yang lalu serta merta disambut pasukan politiknya di Senayan, Polri baiknya dibawah TNI atau Kemendagri, yang lalu berkembang pendapat publik agak ngeyel, tidak irrelevant, “Polri khusus menangani lalu lintas”.
Lalu Budi Arie, eks menteri Kemeninfo, terkait tuduhan dirinya yang mendalangi judi online/Judol dan mendapatkan profit, malah memberikan konfirm, “semua orang sudah tahu, yang membekingi Judol justru para aparatur penegak hukum.” 4 orang dari Indonesia 1 orang dari Singapura”
Siapa yang dituju oleh Budi? Mungkinkah maksudnya kejaksaan dan pihak Polri, serta seorangnya lagi dari Organisasi Advokat? Karena menurut Pasal 5 UU. Advokat, advokat adalah bagian dari penegak hukum. Atau kah yanh dimaksudkan Budi, pihak penegak hukum yang ke 4 nya adalah dari pimpinan kesatuan TNI? Pastinya kesemua yang disampaikan oleh Budi ke 5 dalang pelindung judol itu Budi sendiri yang paling tahu, karena Budi punya derajat seorang menteri koperasi dan eks orang nomor satu di Kemeninfo. Budi bukan orang sembarangan dia anak emas dari seorang Jokowi capres nyaris 3 periode.
Namun menurut publik antara Partai Coklat versi Hasto dan aktor aparat penegak hukum versi Budi Arie, sang pendukung Jokowi 3 periode, ada benang merah pemaknaannya atau merupakan satire terus terang, karena terbukti para artis yang terlibat judol memiliki imunitas hukum, tidak ekual seperti masyarakat umum lainnya yang sudah mendapatkan vonis bahkan sudah menjalani putusan penjara.
Dari sisi etimologi, kandungan sikap Hasto sang motor partai PDIP dan Budi Arie, melalui satire yang disampaikannya terkandung aroma satire kasar, yang sark dan asmos (bahasa yunani) yang bertujuan “merobek jantung lembaga Polri dengan pola mencabik cabik daging” Listyo Sigit yang tak mampu menangkap Budi Arie, sehingga sarkas kasar terhadap Listyo juga sekaligus sikap ejekan terhadap beberapa individu tokoh yang berharap agar dirinya diproses hukum serta dipenjarakan.
Lalu semuanya bermuara kepada penguasa tunggal pemerintahan tertinggi negara Prabowo Subianto selaku Presiden RI pemilik hak prerogatif “apakah mampu memerintahkan Listyo Sigit orang kepercayaan Jokowi dan orang yang juga mungkin saja sebagai kepercayaan sang presiden sendiri”, untuk memproses hukum Budi Arie? Namun berani kah?
Pastinya publik sedang menguji 100 hari masa kerja Prabowo, tentunya publik angat seksama menyaksikan peristiwa hukum terhadap Budi Arie benteng Fufu Fafa di Kemeninfo era sebelumnya, yang kini telah berganti nama menjadi Kemendigi dengan sosok menteri wanita yang di kacamata publik saat ini nyata jauh lebih berintegritas, dibanding kualitas Budi Arie, sang eks mantan Ketua Umum Relawan Projo dan pernah menjadi Kepala Balitbang PDIP DKI pada 2005-2010.
_Penulis adalah Kepala Bidang Hukum & HAM KWRI/ Komite Wartawan Reformasi Indonesia._