Tersangkakan Hasto, KPK Nekad “ada motif jahat” Jelang Munas PDIP

Damai Hari Lubis (Pengamat Hukum & Politik Mujahid 212)

JAKARTA || Ekpos.com – KPK akan menangkap Harun Masiku/HM dalam hitungan 7 hari sejak hari pemeriksaan terhadap Hasto Kristyanto/Hasto (Sekjen DPP PDIP pada 10 Juni 2024), yang bertujuan agar Hasto tidak dapat mengelak tuduhan keterlibatan dirinya terhadap tersangka/TSK DPO HM. Namun tidak serta merta dapat menjadikan Hasto sebagai TSK, kecuali KPK memiliki catatan dengan beberapa peristiwa hukum.

*_Beberapa catatan hukum wajib KPK:_*

1. HM berhasil ditangkap oleh KPK dan HM mengakui dalam pemberkasan BAP dihadapan penyidik, bahwa Hasto terlibat terhadap delik yang HM lakukan, dengan 2 alat bukti permulaan yang cukup. Yakni, ada barang bukti dan 2 orang saksi. Bukan sekedar pengakuan, karena pengakuan bukan merupakan satu-satunya alat bukti,
2. HM atau penyidik tidak hanya memiliki 1 orang saksi mengingat asas hukum pidana, “unus testis nullus testis,” satu bukti bukan bukti,
3. Ada gelar perkara, dan andai HM mengakui dihubungi melalui seluler/HP dengan Voicemail atau chat maka HM harus dapat membuktikan HP yang HM gunakan adalah miliknya dan lawan bicaranya atau lawan percakapan chat nya (Hasto) termasuk kebenaran sesuai suara dan asal suara, termasuk kebenaran kepemilikan atau asal dari HP yang pernah digunakan atau benar HP milik Hasto dan kesemua bukti HP dengan segala isinya (percakapan) mesti dapat dibuktikan di antara keduanya HM dan Hasto, oleh penyidik melalui hasil analisa pakar di bidangnya (siber/mayantara) yang menggunakan laboratorium forensik digital/digital forensik forensik, dan hasilnya benar sesuai apa yang disampaikan oleh HM,
4. Jika penyidik mendapatkan bukti voicemail dan chat hasil sadap, maka sebelum gelar perkara, penyidik harus menghadirkan pihak pengelola seluler serta dikonfrontasi semua bukti bukti digital antar HM Hasto serta para pakar IT/Ahli siber, juga hasil digital forensik berikut data-data tempus (waktu) hari, tanggal, jam menit dan detik yang cocok,
5. Dan kesemua HP yang bakal menjadi barang bukti ada secara fisik termasuk phone card dan cocok atau ilmiah serta berkesesuaian berikut hasil temuan para pakar yang dihadirkan oleh penyidik maupun oleh Hasto dengan keyakinan (subjektifitas) Penyidik KPK, namun pihak penyidik harus objektif sesuai asas legalitas dan logika hukum *_SERTA HARUS TIDAK ADA SATU BUKTI PUN CHAT LISAN DAN TULISAN YANG DITEMUKAN MERUPAKAN HASIL REKAYASA (SISIPAN KATA, SISIPAN SUARA, HAPUS , ATAU REVISI, DAN ATAU PENAMBAHAN CHAT_*

Tanpa beberapa catatan hukum atau setidaknya 5 hal tersebut diatas SECARA TRANSPARAN SERTA ILMIAH, maka Hasto tidak boleh dinyatakan melalui surat penetapan penyidik sebagai berstatus TSK.

*_Dari sisi etimologi atau linguistik_*

Patut dipertanyakan, dari sisi semantik (linguistik) dan atau etimologi, sesuai pernyataan KPK akan menangkap HM dalam waktu 7 hari sejak tanggal 10 Juni 024, oleh karenanya dihubungkan dengan perspektif logika hukum, tentu analogi KPK yang menyampaikan bahwa Hasto bakal tidak dapat mengelak tuduhan andai 7 hari kedepan KPK menangkap HM lalu menginterogasinya, yang hasilnya bakal ada dalam pemberkasan BAP dari HM dihadapan penyidik, maka Hasto langsung dapat dinyatakan melalui surat penetapan sebagai TSK.

Namun sebuah keanehan jika sebelum berhasil menangkap dan menahan serta pemberkasan BAP HM lacur!, kenapa KPK sudah berani mengeluarkan surat penetapan Hasto sebagai TSK prosedur hukum berdasarkan ketentuan sistim hukum yang mana yang dimiliki oleh penyidik KPK?

Kok KPK memaksakan sekali walau unsur-unsur untuk Hasto sebagai TSK belum KPK miliki?

*_Hasto bakal dikenakan pasal obstruksi?_*

Ada beberapa opini hukum dari pengamat dengan beberapa opsi atau kemungkinan yang ada terhadap a quo in casu Hasto yang sidah ditetapkan menjadi TSK.

1. KPK tidak pure hukum, namun kental nuansa politisasi hukum dengan menggunakan faktor fasilitas kekuasaan yang KPK miliki, dengan diboncengi oleh pihak pihak atau oknum yang cukup berkuasa melakukan steering/mengarahkan KPK atau menunggangi KPK untuk mengejar dan menghukum atau ngotot memojokkan sosok Hasto terhadap kepentingan sebuah atau kearah peristiwa politik hukum yang berdekatan dengan momentum peristiwa Politik yaitu Munas Partai PDIP, sehingga,
2. KPK bisa dibully atau diolok-olok oleh publik dari para akademisi dan praktisi hukum, KPK “bloon”, atau KPK tidak menguasai ilmu tentang tipikor, atau kah sebaliknya KPK menganggap semua masyarakat bangsa ini utamanya masyarakat hukum, tidak akan memahami atau bodoh/bloon, khususnya tidak mengerti perbedaan antara delik korupsi dan delik gratifikasi, terbukti sehingga penyidik KPK berani menyatakan Hasto bakal dikenakan sebagai TSK dan bakal dijerat oleh pasal obstruksi (obstruction of justice) sesuai pasal 21 UU. Tipikor/ UU. Nomor 31 Tahun 1999 Jo. UU.Nomor 20 Tahun 2001,
3. Sedangkan unsur-unsur delik gratifikasi (ada pada Pasal 12B (1) vide Undang-Undang TIPIKOR,
4. Pasal 21 UU Tipikor khusus untuk delik korupsi, maka tidak sepatutnya Hasto diancam oleh KPK dengan pasal perintangan atau menghalangi terhadap perilaku dengan elemen-elemen yang ada pada delik korupsi, karena Hasto andail dikaitkan dengan HM dan Wahyu Setiawan, maka beda pasal dan rumusan unsur-unsur deliknya antara delik korupsi dan delik gratifikasi,
5. Terlebih penyidik; KPK dapat saja dituduh minim kualitas (nir kemapuan) sehingga tidak profesional dan tidak proporsional, andai obstruksi tersebut dimaksudkan oleh KPK untuk pelanggaran terhadap perintangan atau menghalangi penyidikan (obstruksi) terkait pasal 221 KUHP. Karena pidana umum (KUHP) bukan ranah kompetensi KPK.

Jujur, penulis ingin mengatakan sesungguhnya bahwa para anggota komisioner di KPK adalah terdiri daripada orang-orang cerdas dan pilihan dan telah memiliki jam terbang dalam ilmu penyelidikan dan penyidikan, yakin mengetahui tentang kumpulan isi kitab hukum tentang teori-teori dan asas-asas hukum pidana, yang merupakan ilmu dasar atau sekedar kulit ilmu dibidang pidana.

Sehingga opini terkat opsi hal obstruksi pada angkat 1 tersebut diatas, penulis yakin Penyidik *_KPK tidak pure hukum, melainkan sedang berusaha “kejar target pesanan politik dan kekuasaan”._* Dan tentunya Hasto dan tokoh politisi sekaliber Megawati Soekarno Putri sudah mengetahui secara jelas tentang misi pragmatisme dibalik status penetapan TSK dan keduanya beserta seluruh kader dan simpatisan Partai *_PDIP BAKAL MELAWAN DAN PANTANG MENYERAH TEHADAP PRAKTIK DAN PERILAKU KRIMINILISASI DARI SIAPAPUN DATANGNYA._*

*_Penutup dan Kesimpulan:_*

KPK sebagai lembaga yang berfungsi law enforcement, tidak boleh terlibat politik pragmatisme, hanya demi sebuah kepentingan (politik kekuasaan), KPK tidak boleh menganiaya HAM atau kebebasan kehidupan seseorang, siapapun orangnya, KPK harus melulu mengedepankan fungsi hukum demi kepastian (rechtmatigheid/legalitas), manfaat (doelmatigheid/utilitas) serta semata-mata demi keadilan (gerechtigheid/justice).

Semua elemen persyaratan yang menjadi latar belakang terhadap *_penetapan status TSK) harus dipenuhi terlebih dahulu oleh KPK, bukan anomali, dengan pola status TSK lebih dulu, baru dicari-cari elemen-elemennya, andai (unsur-unsur) penetapan status TSK tidak terpenuhi melainkan dipaksakan oleh penyidik, lalu berlanjut ketingkat JPU, tentu hakim majelis hakim wajib menjatuhkan putusan terhadap Hasto untuk bebas demi hukum atau onslag._*

Total
0
Shares
Previous Article

Kardinal Suharyo: Korupsi untuk Menjegal Lawan Politik, Adalah Teguran Moral bagi Pemimpin

Next Article

Peduli Kampung Yanggandur, Dialog Satgas Yonif 312/KH dengan Tokoh Masyarakat

Related Posts