Konflik Politik Jokowi vs PDIP, KPK Jadi Alat Tekan!

Muslim Arbi (Analis Politik).

JAKARTA || Ekpos.com – Publik sudah tahu lama konflik antara Jokowi dengan PDIP sejak lama. Muara konflik itu terjadi semakin dalam saat memasuki pilpres 2024-2029.

Saat Pilpres 2024, PDI-P mengusung Ganjar Pranowo – Mahfud MD, capres-cawapres. Jokowi sendiri terlihat dukung pasangan Prabowo-Gibran, puteranya.

Setelah Pilpres, Prabowo-Gibran di tetapkan MK sebagai pemenang. Dan dilantik pada 20 Oktober 2024. Dan Jokowi mengakhiri masa jabatannya. PDIP pun akhirnya memutuskan memecat Jokowi, Gibran, puteranya dan Bobby Nasution, mantunya dari PDIP.

Dampak pemecatan itu memancing ketegangan semakin tinggi. Apalagi dalam waktu dekat dengan PDIP yang akan selenggarakan Kongres

Sebelum mengakhiri masa jabatannya, Jokowi sempat membentuk Pansel KPK untuk memilih pimpinan dan komisioner baru. Itu artinya jabatan presiden ke duanya seharusnya sesuai UU tidak lagi memilih pimpinan dan komisioner baru. Jokowi lakukan itu. Dan itu suatu tindakan pelanggaran UU KPK.

Di tengah kontroversi itu, KPK menetapkan Hasto Krsitianto sebagai tersangka yang di kaitkan dengan kasus Harun Masiku.

Terlihat KPK sangat memaksakan penetapan tersangka atas kasus Hasto ini. KPK baru menggeledah rumah Hasto untuk cari alat bukti? Padahal KPK klaim telah miliki sejumlah bukti.

Pemeriksaan terhadap Wahyu Setiawan yang putusannya sudah inkraah karena telah menjalani hukum pun, KPK masih memanggil dan meminta keterangan mantan komisioner KPU itu. Terkesan KPK masih mencari cari alat bukti? Ko Hasto sudah ditetapkan Tersangka?

Sikap pimpinan dan komisioner KPK ini patut mengandung tanda tanya. Sejumlah pengamat berpendapat. KPK seperti balas jasa terhadap Jokowi yang meloloskan pimpinan KPK periode sekarang.

Di sini terlihat pemaksaan tersangka terhadap Hasto, bahkan ada ancaman untuk menahannya itu dapat di baca sebagai pemanfaatan KPK untuk balas dendam terhadap PDI-P kalau di lihat dari pemecatan yang di lakukan PDIP terhadap Jokowi, anak dan mantunya.

Maka kesan yang muncul pemanfaatan KPK sebagai instrumen (alat) politik terkait konflik antara Jokowi vs PDIP tak dapat di hindari.

Maka dengan mata telanjangi, publik menyimpulkan KPK jadi alat politik Jokowi untuk habisi atau berupaya hancurkan PDIP dengan men tersangka kan Hasto, menarget Yasona Laoly dan Megawati.

Bahkan menjelang Kongres PDIP dalam waktu dekat ini. Permintaan ini dapat dengan mudah sekali terbaca dan kentara mencolok mata. KPK di gunakan Jokowi untuk rusak dan rebut PDIP?

Dan dengan agenda itu, terlihat betul upaya pemaksaan tersangka dan KPK berupaya menangkap dan menahan Sekjen PDIP itu terlihat sangat gamblang sekali ada upaya balas budi komisioner dan ketua KPK saat ini?

Dan itu terlihat KPK memainkan agenda politik untuk tekan PDIP dengan agenda tersembunyi Jokowi. Padahal itu mudah sekali terbaca sebagai langkah Jokowi yang konyol yang berambisi merebut PDIP yang telah membesarkannya. Dan telah menjadikannya Walikota, Gubernur hingga Presiden dua periode.

Dan karya dan jasa besar PDIP dan Megawati itu di balas dengan pengkhianatan dan upaya penghancuran dan meremukkannya.

Dan publik memandang KPK sebagai amunisi politik Joko Widodo. Padahal itu konyol. Dan permainan yang sangat rendah dan mudah sekali terbaca.

Di sinilah, KPK di jadikan instrumen politik untuk tekan lawan Jokowi sebagai imbalan restu yang di berikan oleh Jokowi di ujung sisa kekuasaannya. Maka pantas kalau Ketua dan Komisioner sekarang ini perlu di bekukan dan di bentuk pansel baru oleh Presiden Prabowo untuk selamat kan KPK.

Jika tidak, publik anggap KPK menjadi partai, alat dan kekuatan politik untuk langgeng kan politik dan kekuasaan Jokowi. Dan itu jelas-jelas mengkhianati dan menyimpang dari misi suci KPK didirikan. Dan karena itu, KPK patut di bubarkan!!!

Total
0
Shares
Previous Article

Dandim Ponorogo Hadiri Acara Reyog Fogging Fest 2 Stroke Kota Reyog

Next Article

Bekerja dengan Hati, Tingkatkan Kepekaan Terhadap Kesulitan Masyarakat

Related Posts