Damai Hari Lubis (Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)
JAKARTA || Ekpos.com – Ramai 3 (hari) ini media online dan video youtube (media mainstream) termasuk diantaranya Kompas dan tayangan berita beberapa stasiun televisi nasional (medis konvensional) bahwa, Presiden Prabowo perintahkan pencabutan pagar laut, kemudian langsung ramai dan viral (booming) wartanya.
Tentu amat disayangkan, karena dengan segala harkat dan martabat yang disandang dan kekuasaan tertinggi yang dimiliki Prabowo, selaku Presiden RI, cukup hanya memerintahkan Nusron Wahid, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional untuk umumkan pembatalan PSN PIK2. Presiden Prabowo tidak perlu turun tangan sekedar memerintahkan pencabutan pagar laut, hal ini tentunya terlalu merendahkan, karena pagar laut hanya ulah kelas Kepala Desa.
Mestinya Mendagri Tito punya inisiatif, turun tangan perintahkan Gubernur Banten dan Gubernur Banten perintahkan Camat cabut pagar laut dimaksud dalam waktu 2×24 jam. Jika tidak, maka Bupati segera beri sanksi administrasi bahkan copot jabatan sang camat dengan tidak hormat, sehingga nampaknya konsolidasi Pemerintahan Pusat RI dibawah Menkopolhukam, terhadap Kementrian dibawahnya dalam hal ini Kemendagri kurang rapi, termasuk terhadap institusi Polri yang nampak tidak greget, jika dianalisa dari sisi pandang tupoksi Polri berdasarkan statemen aparatur (Polairud) dibawahnya, “yang akan turun tangan menunggu tahapan tindakan dari aparatur KKP, tidak mau jemput bola atau tidak segera melakukan konsolidasi dengan pihak KKP, namun pasif, “akan melakukan tindakan hukum andai ada laporan masyarakat dan atau atas permintaan KKP atau timbul gejolak yang menggangu ketertiban umum atau jatuhnya korban”, bukan utamakan antisipatif timbulnya kerawanan dan korban.
Sehingga statemen pihak Polri (Airud) mengundang prediktif, lalu berkembang menjadi asumsi liar publik, seakan ada upaya obstruksi (barrier) atau upaya pihak-pihak yang ingin mendiskreditkan good will atau kehendak baik serta kredibilitas Presiden Prabowo dalam mengantisipasi gejolak masyarakat yang sudah menjadi pusat perhatian umum dan yang narasinya banyak menyuarakan penolakan terhadap upaya “pemagaran laut”, lalu ada sebagian publik yang menghubung-hubungkan pagar laut menjadi bagian dari para kaki tangan stakeholder PIK 2.
Oleh karenanya pagar laut sebagai “upaya pencurian” perairan areal laut milik negara, sepatutnya mendapat tanggapan serius dari aparat kementrian dan atau institusi negara yang berhubungan.
Publik sarankan, idealnya saat ini Presiden Prabowo, menjelang 100 hari masa kerjanya sudah mendeteksi sosok Menteri dan petinggi di Kabinetnya yang tidak hanya dinilai dari dedikasi (loyalitas) namun juga integritasnya, (kredibel dan profesionalitas serta proporsional) demi sinergitas antara para petinggi Kabinet Merah Putih/KMP dan utamanya loyalitas mereka tehadap dirinya selaku Presiden, maka Prabowo mesti jeli dan tegas dalam kebijakannya, tidak segan untuk mempertahankan yang layak dan singkirkan yang tidak layak, dan semua figur Menteri dan Wamen pasca 100 hari yang tidak cakap bekerja, sebaiknya digantikan dengan para sosok sesuai hak prerogatifnya, bukan figur yang setia kepada Jokowi “andai” hanya bakal membuat krodit (sesak dan sumpek), yang justru menyusahkan presiden dalam pelaksanaan fungsi tugas kenegaraannya, yang bisa berefek, hilangnya wibawa jati diri seorang presiden secara universal dimata anak bangsa. ***