Damai Hari Lubis (Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik))
JAKARTA || Ekpos.com – Terhadap kasus pemagaran laut di Tangerang, Kapolri melalui penyidik Bareskrim Mabes Polri, jangan sekedar berinisiatif melakukan penyelidikan, ini pelaksanaan sistim hukum yang keliru berat, namun harus segera langsung masuk ke tahapan penyidikan, karena perkara sudah menjadi pusat perhatian masyarakat luas, bahkan sudah menimbulkan kegaduhan dan perkara bukan perkara yang bersifat umum atau biasa-biasa saja saja, namun kejahatan luar biasa serta motifnya dilatar belakangi dugaan adanya kejahatan politis oleh para komprador (pidana makar).
Untuk itu idealnya, Kapolri dapat menerbitkan surat penetapan melalui “red nota” pencegahan orang keluar negeri, lalu menyerahkan surat dimaksud kepada Ditjen Imigrasi, dengan alasan hukum oleh sebab subjek yang dicegah dalam proses penyidikan perkara pidana, dan Kapolri melalui anggota penyidiknya, mempersiapkan permintaan perpanjangan pencegahan 6 bulan kedua (vide putusan MK No.64/ IX Tahun 2011) sehingga total pencegahan dimaksud selama 12 bulan, sebagai preparing lamanya masa proses penahanan (Jo. KUHAP) terhadap tersangka, terdakwa hingga vonis yurisdiksi Jo. judeks facti tingkat pertama pengadilan negeri.
Adapun alasan “red note” dimaksud adalah:
1. Lautan adalah teritorial absolut milik kedaulatan negara,
2. Pemagaran laut lalu sengaja diurug merupakan unsur-unsur kejahatan disengaja dan berencana karena ternyata sudah keluar sertipikat 200 lebih HGB dan belasan SHM terhadap objek laut yang dipagar,
3. Informasinya *_laut yang diurug, telah direkayasa menjadi objek tanah darat dan bersertifikat, direncanakan akan diperjualbelikan kepada WNA_* (pihak asing),
4. Bahwa pemilik pagar laut adalah PT. Intan Agung Makmur/IAM, yang terafiliasi dengan pengusaha konglomerat Aguan Cs. anak usaha Agung Sedayu Grup (Antoni Salim),
5. Bahwa “Pemagaran Laut” merupakan usaha bisnis namun motif yang melatar belakangi berciri karakter politis atau kejahatan makar/aanslag kesan semakin subversif dengan bukti ada 2 orang Jendral TNI AL (Purn) sebagai direksi PT. IAM (Nono Sampono dan Freddy Numberi).
Dasar dinyatakan perilaku PT. IAM merupakan makar disebabkan, perilaku korporat dihubungkan dengan terbitnya sertipikat hak atas tanah yang (HGB+SHM) yang fakta objeknya diatas laut, pada saat Hadi Tjahjanto (2023) Menteri ATR/Kepala BPN yang juga eks Panglima TNI serta eks Menkopolhukam (era Jokowi), sehingga Sang Eks Kepala BPN riil bersama kedua Jendral di PT IAM (kelompok oligarki) termasuk utamanya Jokowi, adalah patut diduga pelaku kejahatan secara kolaborasi terhadap kedaulatan negara, mereka memiliki korelasi dengan Aguan Cs dengan bukti fisik pagar laut (HGB dan SHM) milik PT. IAM anak usaha sosok Konglomerat Aguan dan Antony Salim, serta lokasi berbatasan langsung dengan PIK 2 yang juga kepunyaan para konglomerat dimaksud.
Oleh karenanya oleh sebab hukum, layak dan berkepatutan agar seluruh nama-nama kelompok oligarki tersebut (kelompok kecil penguasa dan pengusaha) diatas yang “dikendalikan” oleh Jokowi sosok jatidiri pejabat publik dan selaku penyelenggara negara tertinggi yang bertindak bertentangan dengan kewajibannya yang melulu seharusnya role model dan seluruh penyertanya (delnening makar/aanslag) dikenakan status pencegahan keluar negeri oleh Kapolri melalui imigrasi.
Selebihnya diketahui bahwa, praktik pelepasan hak atas tanah PIK 2 juga ternyata memancing kegaduhan, karena praktiknya tidak beritikad baik dan dibarengi intimidasi (perampokan dengan pola jual beli murah).
Dan diketahui dari statemen hukum Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid, PIK 2 belum memiliki “izin lokasi”, karana tidak mungkin izinnya sah, selain oleh sebab PIK 2 tercantum sebagai PSN Pariwisata, namun nyatanya tidak tercantum sebagai PSN Pariwisata atau tindak kejahatan dengan pola maladministrasi, tidak sesuai dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi maupun Kabupaten/Kota atau dengan kata lain, PIK 2 properti kongsi Grup Agung Sedayu dan Salim Group, PT PIK 2 Tbk. (PANI) Sampai saat ini belum memperbarui datanya yang maladministrasi (sengaja berlaku jahat), sehingga tidak memiliki rekomendasi Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) ke Kementerian ATR/BPN.
Maka, seandainya ada salah seorang stake holder dari PT. IAM yang lari keluar negeri termasuk Jokowi Cs. dikarenakan tidak adanya surat pencegahan keluar negeri (red note), maka selayaknya segera Presiden RI, Prabowo memecat Kapolri bahkan Kapolri, Listyo dapat dijerat sebagau pelaku “pembiaran” vide pasal 421 KUHP.
Sebaliknya jika Kapolri sudah menerbitkan surat “red note” sebagaimana mestinya, lalu ternyata pihak oligarki yang dicekal melarikan diri, maka Kapolri yang sudah bertindak nice dapat menghubungi pihak interpol, agar pihak interpol dapat mengeluarkan segera *_red notice_* sebagai upaya kepada pihak yang berwenang di negara- negara di seluruh dunia untuk menemukan dan menangkap sementara Tersangka untuk diekstradisi, atau diserahkan dan dijemput oleh penguasa pemerintahan RI untuk dibawa ke tanah air untuk dilakukan tindakan hukum di Negara RI. ***