Bandung, EKpos.com – Sidang perkara penipuan Rp.100 miliar yang menyeret pengusaha textile Miming Theniko kembali dgelar di Pengadilan Negeri Bandung Kelas IA Khusus pada Kamis 13/2/2025..
Sidang yang diketuai Tuty Heryati dengan agenda persidangan keterangan saksi. Hadir dua orang saksi yakni Sarah Ayu Coustomer BCA dan Idris yang merupakan Staf HRD di perusahaan terdakwa.
Menurut saksi Sarah Ayu, cek yang dijadikan bukti oleh Jaksa Penuntut Umum tersebut belum pernah ditransaksikan, namun tetap dijadikan alat bukti dalam dakwaan.
“Cek bisa dipindahbukukan jika sesama bank atau dikliring jika antar bank berbeda. Sementara cek yang dipermasalahkan ini belum pernah ditransaksikan sama sekali oleh penerima cek karena dilihat dari fisik cek belum ada cap BCA sebagai tanda cek tersebut sudah cair,” jelas Sarah Ayu.
Sarah Ayu yang bekerja di BCA, customer service di kantor Cabang Utama Bandung, Jl Asia Afrika menerangkan tentang bagaimana proses cek yang sudah berhasil ditransaksikan, ada dua proses bisa dikliring atau dipindahbukukan. Kliring dicairkan ke bank yang berbeda, kalau dipindahbukukan dicairkan sesama bank.
Kuasa hukum terdakwa, Randy Raynaldo, menyoroti kejanggalan terkait cek yang disita oleh JPU sebagai barang bukti.
Di depan majelis hakim penasehat hukum Miming Theniko Randy sempat menunjukan bukti bukti cek yang disita oleh pihak Jaksa Penuntut Umum.
Setelah dilihat, saksi menjelaskan cek itu belum ditransaksikan sama sekali namun menurut Randy cek itu dijadikan bukti dalam dugaan penggelapan Rp. 100 miliar.
Saksi Ayu Sarah menambahkan terhadap cek yang ditolak harus ada dulu peringatan dari bank bahwa dana ini tidak tersedia mohon distandbykan dananya bahkan dari bank diberi waktu 7 hari, jadi tidak serta merta cek itu dinyatakan kosong atau blong.
“Seharusnya ada pemberitahuan dan waktu 7 hari untuk menyediakan dana, bahkan, sebelum rekening ditutup, bank harus mengeluarkan SP1, SP2, dan SP3. Tapi dalam kasus ini, klien kami tidak pernah menerima peringatan dari bank,” ujar Randy Raynaldo.
Kuasa hukum juga mengungkap bahwa cek-cek yang disita oleh JPU sebenarnya telah diminta kembali oleh terdakwa sejak Juli 2024 melalui somasi, karena cek tersebut hanya digunakan untuk menaikan performa perusahaan pelapor, sehingga kalau cek tersebut akan dicairkan pemohon harus mentransfer dananya terlebih dahulu ke rekening terdakwa baru cek tersebut dapat dicairkan oleh pelapor.
Sementara itu kesaksian Idris menerangkan bahwa cek yang menjadi alat bukti dalam kasus ini sebenarnya dipinjam oleh pelapor, The Siauw Tjhiu, untuk menaikkan performa perusahaan pelapor sendiri, bukan untuk kepentingan terdakwa.
“The Siauw Tjhiu datang ke Pak Miming untuk meminjam cek agar perusahaan pelapor terlihat lebih bonafit. Justru sekarang pak Miming yang dituduh menggelapkan uang,” ungkap Idris.
Menurut Idris anak pelapor, William Ventela, memerintahkan perampasan mesin pabrik milik terdakwa, dengan dalih terdakwa memiliki utang kepada ayahnya.
“Mereka mengambil semua mesin di pabrik Pak Miming, padahal menurut perhitungan kami, tidak ada utang, justru ada kelebihan pembayaran sebesar Rp 36 miliar,” tambah Idris.
Kuasa hukum terdakwa menegaskan bahwa mereka akan melakukan upaya hukum terhadap dugaan perampasan ini serta mendalami kemungkinan adanya pemalsuan dokumen pencairan cek, karena cek seharusnya hanya bisa dicairkan oleh penerima atau dengan surat kuasa, yang dalam kasus ini tidak ditemukan.
Cek Rp100 Miliar sudah dibayar, ketua tim kuasa hukum Dr. Yopi Gunawan, SH, MH, MM, yang mengetahui aliran transaksi pencairan cek senilai Rp100 miliar menilai surat dakwaan tidak relevan.
“Berdasarkan rekapan dari Bank BCA, cek berjumlah 99 lembar dengan nominal Rp100 miliar itu sudah dicairkan. Artinya, tidak ada utang piutang antara kedua belah pihak,” ujar Dr.Yopi.
Yopi juga menyatakan bahwa cek yang ditolak dan dianggap kosong seharusnya dikembalikan ke terdakwa, karena cek yang dicairkan oleh pelapor tersebut seharusnya dikembalikan kepada terdakwa karena cek tersebut telah diganti dengan cek atas nama Martin yang telah dicairkan oleh pelapor dengan nominal yang sama persis.
“Cek yang disita oleh JPU seharusnya cek tersebut dikembalikan, tapi kenyataannya tidak,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa terdakwa telah meminta pengembalian cek melalui somasi, namun hingga kini belum ada tindak lanjut dari pihak pelapor untuk mengembalikan cek tersebut.
“Transaksi sebesar Rp1,3 triliun justru menunjukkan adanya kelebihan dana, bukan kekurangan, jadi, dasar dakwaan JPU seharusnya dipertanyakan kembali,” pungkas Dr.Yopi;
Kuasa Hukum Siap Ajukan Bukti Tambahan Dengan adanya berbagai kejanggalan dalam proses hukum ini, kuasa hukum terdakwa memastikan akan terus mengumpulkan bukti tambahan terkait:
Sidang lanjutan akan digelar pekan depan, dengan agenda menghadirkan saksi tambahan, ahli serta dokumen pendukung lainnya.